Keberadaan tenaga kerja asing (TKA) di suatu negara termasuk Indonesia pada umumnya lebih banyak dikaitkan dengan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi, peluang kesempatan kerja dan tingkat upah, serta devisa yang terbang keluar negri dan faktor budaya.
Yang jelas dan sulit untuk dihindari adalah pada lingkup pekerjaan tertentu, terutama pekerjaan-pekerjaan yang mensyaratkan penguasaan teknologi tinggi atau memerlukan keterampilan khusus umumnya, masih belum dapat dipenuhi oleh tenaga kerja lokal.
Di samping itu, kehadiran TKA dinilai dapat memberikan dampak positif terhadap pekerja lokal berupa transfer of knowledge dan menjadi modal untuk bisa bekerja pada level kelas internasional.
Keberadaan TKA ini bisa dipandang sebagai ancaman atau peluang, tergantung kepada apakah keberadaan mereka merupakan bagian aset atau leability negara. Dalam artian, apakah keberadaan mereka mampu dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, peluang kesempatan kerja dan tingkat upah yang diterima pekerja lokal melalui ilmu pengetahuan dan teknologi yang diterima pekerja lokal di negara tujuan.
Dalam hal ini, pekerja asing yang berkemahiran tinggi dan profesional bisa dianggap sebagai peluang yang dapat dimanfaatkan asal mereka bisa membina dan meningkatkan kemampuan pekerja lokal (komplemen). Sebaliknya, keberadaan mereka bisa menjadi ancaman kalau mereka dianggap sebagai liability. Dalam artian, mereka tidak mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan upah bagi pekerja lokal.
Keberadaan mereka menjadi pesaing (substitute) terhadap pekerja lokal. Umumnya mereka akan menjadi ancaman bila memiliki kemahiran dan keterampilan rendah, tidak seperti yang diharapkan, apalagi bila keberadaan mereka melalui prosedur yang tidak resmi (ilegal).
Kehadiran TKA nonprosedural merupakan permasalahan yang perlu ditanggapi secara serius oleh pemerintah dan instansi terkait. Kehadiran mereka telah menimbulkan berbagai permasalahan terhadap negara tujuan (Indonesia). Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkannya antara lain yang berhasil diidentifikasi adalah: Pertama, berkurangnya peluang kesempatan kerja untuk tenaga kerja lokal karena tidak mampu bersaing dengan TKA, khususnya TKA ilegal yang mau dibayar murah karena berkemahiran rendah.
Kedua, penggunaan tenaga kerja asing dengan upah murah telah mengurangi penerimaan pemerintah dari sektor perpajakan, karena mereka kebanyakan dibayar di bawah PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak). Penggunaan TKA murah ini telah mengurangi penggunaan minat pengusaha untuk mengunakan mesin-mesin dan peralatan dalam proses produksi.
Ketiga, meningkatkan aktivitas persaingan dalam mendapatkan fasilitas publik, seperti perumahan, air minum, listrik dan lain-lain. Keempat, terjadinya eksploitasi tenaga kerja oleh majikan yang mengabaikan hak-hak buruh, seperti pembayaran bonus kelebihan kerja dan kebebasan menjalankan ibadah.
Beberapa modus dan model permasalahan TKA ilegal di Indonesia yang sempat diberitakan oleh media masa adalah sebagai berikut: Pertama, TKA yang dipanggil bekerja oleh perusahaan baru, tetapi belum memiliki IMTA (Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing). Kedua, meskipun IMTA perusahaan sudah habis, tetapi majikan perusahaan tersebut membiarkan TKA tetap bekerja.
Ketiga, perusahaan mempekerja TKA menyalahgunakan aturan tentang IMTA, misalnya pekerjaan darurat yang masa berlakunya hanya satu bulan dan pekerjaan sementara yang masa berlakunya 6 bulan, sudah habis masa kerjanya, tetapi tidak dikembalikan ke negara asalnya oleh perusahaan. Demikian pula TKA reguler yang dapat diperpanjang, tapi memerlukan proses pengurusan.
Keempat, perusahaan mendatangkan TKA dengan menggunakan visa turis tanpa memiliki IMTA dan menggunakan visa turis, tapi bekerja di salon yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai prostitusi, pengedar narkoba dan kejahatan bidang elektronik. Kelima, membawa TKA dengan pesawat jet pribadi untuk menghindari pemeriksanaan.
Kelima, TKA bisa dikatakan kasus khusus masuk ke Indonesia melalui perusahaan PMA yang membangun berbagai infrastruktur sendiri dengan hanya mempekerjakan TKA yang tidak mahir yang digaji di bawah penghasilan kena pajak.
Tujuan dari modus penggunaan TKA seperti ini tidak hanya memanfaatkan fasilitas publik secara gratis dan menghambat kesempatan kerja untuk tenaga kerja lokal (TKL), tetapi juga berupaya untuk menghindari pajak.
Keenam, banyak juga ditemui modus memiliki visa kerja, tapi bekerja tidak sesuai dengan IMTA yang dimilikinya, dan lokasi kerja fiktif. (*)
LOGIN untuk mengomentari.