Buntut Aksi Kriminalisasi terhadap Dua Guru
Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen di-judicial review oleh tenaga pendidik di Mahkamah Konstitusi (MK). Penggajuan ini sebagai buntut aksi kriminalisasi terhadap dua orang guru, Dasrul, 53, dan Hanna Novianti, 41, atas tindakan disipliner yang mereka berikan pada siswa beberapa waktu lalu.
Ada satu pasal dalam UU 14/2005 yang dinilai tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Yakni pada pasal 39 ayat (3) sepanjang frasa ”perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindakan kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orangtua, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain”.
Muhammad Asrun, Kuasa Hukum Dasrul dan Hanna mengungkapkan, frasa tersebut tidak dimaknai sebagai perlindungan terhadap tuntutan pidana dan atau gugatan perdata bagi guru. Sehingga, perlindungan dinilai kurang maksimal.
Apalagi, dalam UU 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 terdapat beberapa pasal yang absolut sekali. Yakni pada Pasal 9 ayat (1) huruf a dan pasal 54 ayat (1).
Pada pasal 54 ayat (1) misalnya. Asrun menilai, pasal tersebut bertentangan dengan UU Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis”.
Sayangnya pada frasa tersebut tidak mencakup tindakan guru dan tenaga kependidikan yang sungguh-sungguh memberikan sanksi atau hukuman yang bersifat mendidik untuk tujuan pembinaan sesuai kode etik.
”Ini bukan ingin membuat norma baru. Kita hanya minta MK buat tafsir, bahwa terhadap guru yang memberikan hukuman disiplin di sekolah tidak bisa diberikan sanksi pidana dan perdata,” ujarnya ditemui usai sidang, kemarin (8/5).
Menurutnya, perubahan ini sangat penting. Sebab, pada praktinya banyak sekali guru yang mendisiplinkan murid dengan hanya sekedar mencubit lalu kemudian berakhir dipenjara.
Dia menegaskan, sejatinya sudah ada penguatan implementasi aturan untuk meminimalisir aksi kriminalisasi tenaga pendidik. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) telah melakukan MOU dengan Mabes Polri.
Namun, hal tersebut masih terganjal soal norma di UU perlindungan anak soal tidak boleh ada kekerasan verbal maupun fisik dalam drajat apapun juga. ”Karenanya kita minta tafsir. Ini bukan minta guru bebas dari tahanan,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Sumarna Pranata menampik tudingan bila UU guru dan dosen tidak bisa mengakomodir perlindungan terhadap tenaga pendidik. Menurutnya, aturan sudah jelas akan memberikan perlindungan bila ada upaya kekerasan terhadap mereka.
”Ada bantuan hukum. Kalau memang mereka mengalami kekerasan, tentu ini sudah masuk pidana. Mereka berhak melaporkan,” jelasnya. Pada kasus Dasrul misalnya. Pelaku kekerasan sudah mendapat hukuman penjara selama 1 tahun. (*)
LOGIN untuk mengomentari.