tanjungpinang pos – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Hubla) Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono di kediamannya di Mess Perwira Direktorat Jenderal Hubla, Rabu (23/8/2017). Dirjen Perhubungan Laut (Hubla) Kementerian Perhubungan A Tonny Budiono (ATB) menjadi tersangka kasus suap terkait proyek pengerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jawa Tengah. Total duit suap sitaan yang diduga diterima Dirjen Hubla mencapai Rp 20,74 miliar.
Usai diperiksa KPK Jumat (25/8) dini hari, Tonny bercerita tentang penangkapan itu Kepada wartawan, dia mengaku tidak melawan saat ditangkap karena sedang tidur ketika petugas KPK mendatanginya. ” Wong, saya sedang tidur kok,” kata Tonny di gedung KPK Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan.
Total duit ini disita KPK dari 33 tas yang berisi uang tunai Rp 18,9 miliar Sisa duit lainnya yakni Rp 1,174 miliar, berada di kartu ATM yang disiapkan untuk membayar ‘setoran’ ke Dirjen Hubla.
“ Dari OTT ini, KPK mengamankan sejumlah uang dan empat kartu ATM dari tiga bank penerbit berbeda dalam penguasaan ATB, 33 tas berisi uang tunai (pecahan) USD, pound sterling euro ringgit Malaysia, totalnya Rp 18,9 miliar. Dari rekening Bank Mandiri terdapat sisa saldo Rp 1,174 miliar,” sambung Basaria.
Dia meminta maaf kepada masyarakat karena telah menerima uang suap dari Komisaris PT Adhi Guna Keruktama Adiputra Kurniawan. ” Atas nama pribadi saya mohon maaf, Ya itu tadi saya sebagai manusia tidak sempurna.” ” kata dia. kini Keduanya sudah ditetapkan sebagai tersangka.
KPK menemukan uang senilai Rp20 miliar saat menangkap Tonny. Menurut Tonny uang itu dikumpulkan sejak tahun 2016. Uang-uang tersebut disimpan dalam 33 tas ransel. Selain itu, Tonny juga memiliki uang senilai Rp1,174 miliar di rekening Bank Mandiri yang kini telah disita oleh KPK. Dia mengaku uang tersebut digunakan untuk kepentingan operasional Bahkan, uang suap itu digunakan untuk kegiatan sosial, seperti menyumbang yatim piatu.
Tonny pun ditetapkan sebagai tersangka dan disangka melanggar Pasal 12 ayat 1 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Adiputra disangka sebagai tersangka pemberi dan disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.