Suatu malam saya menonton film di sebuah stasiun televisi nasional yang berjudul Chaos Walking. Film tersebut mengisahkan tentang bagaimana kehidupan di planet lain. Di planet tersebut pemikiran kita bisa terlihat dan dibaca oleh orang lain sehingga tidak ada yang dominan di antara sesama.
Kelemahannya adalah para generasi berikutnya tidak bisa membaca. Buku-buku dan jurnal-jurnal dibakar dan dihancurkan oleh penguasa. Akibatnya, regenerasi terputus dan yang lahir hanya menjadi pesuruh. Ada hikmah penting yang bisa kita peting dari film tersebut.
Di mana kita tidak ingin melahirkan generasi yang bodoh dan tidak ingin dijajah lagi. Maka, sedari kecil kita sudah menanamkan minat baca kepada anak. Untuk menumbuhkan minat baca pada peserta didik, maka di bangunlah perpustakaan. Perpustakaan berarti bangunan atau ruang yang berisikan buku atau sekumpulan buku.
Menurut Sutarno NS, (2006:11), perpustakaan adalah mencakup suatu ruangan, bagian dari gedung/bangunan atau gedung tersendiri yang berisi buku-buku koleksi, yang diatur dan disusun demikian rupa, sehingga mudah untuk dicari dan dipergunakan apabila sewaktu-waktu diperlukan oleh pembaca.
Keberadaan perpustakaan seharusnya meningkatkan minat baca perserta didik. Bagaimana dengan sekarang? Sebuah pertanyaan yang seharusnya kita bisa menjawabnya. Pesatnya kemajuan teknologi di zaman ini juga menjadi salah satu penyebab menurunnya minat baca bagi pesera didik.
Mereka lebih suka berselancar di dunia maya dengan mengakses berbagai media sosial. Menjadi pemeran utama atau hanya sekedar jadi penonton. Generasi menjadi generasi rebahan dan tidak banyak yang menjadikannya sebagai pembelajaran.
Grafik kunjungan perpustakaan yang rendah mengindikasikan bahwa minat baca peserta didiknya rendah. Berbagai alasan dan fenomena yang terjadi jika dilontarkan pertanyaan kepada peserta didik. Apa penyebab rendahnya minat peserta didik berkunjung ke perpustakaan?
Mereka menjawab dengan alasan sekadarnya, seperti jam istirahatnya pendek, malas, dan lain-lain. Kenyataanya akan berbanding terbalik jika pertanyaan yang sama diajukan kepada pengunjung rutin perpustakaan. Pendeknya, jam istirahat yang di sekolah menjadi alasan.
Mereka beralasan, jam istirahat tersebut biasa digunakan untuk shalat dhuha dan makan. Di sisi lain, kebanyakan di antara mereka adalah malas melihat buku terus. Malas dengan koleksi yang hanya itu-itu saja, tidak berkembang, sudah usang dan sebagainya. Inilah faktor yang dominan di antara peserta didik.
Malas yang bersumber dari dalam dan luar diri peserta didik. Dari luar biasanya karena lingkungan mereka bukanlah lingkungan yang gemar membaca. Perpustakaan sebagai sumber informasi memberikan pendidikan yang berkesinambungan bagi peserta didik yang bisa mengasah dan mengembangkan kemampuan peserta didik.
Adanya kebiasaan berkunjung ke perpustakaan meningkatkan minat baca dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Mereka akan termotivasi dengan pengetahuan, pengalaman hidup, kisah masa lampau, penelitian maupun dari cerita-cerita dari bacaan sastra lainnya, dari bacaan tersebut.
Banyak hikmah yang dapat diambil dari banyaknya bacaan yang dibacanya. Peserta didik seperti seperti recorder, perekam yang andal untuk menyimpan apa lihat dan dibacanya. Dengan rekaman sebagai penunjuk arah dan teropong kebijakan itulah, peserta didik akan memiliki semangat dan mimpi yang besar terhadap masa depan.
Ada beberapa solusi untuk meningkatan minat baca bagi perserta didik yang bisa diterapkan di sekolah. Pertama, mensosialisasikan dan mengingatkan peserta didik akan pentingnya membaca. Beberapa manfaat akan diperoleh, sedangkan kerugian yang akan didapatkan jika malas membaca.
Sosialisasi ini dapat dilakukan pada saat upacara bendera, jam shalat berjamaah di masjid, jam muhadharah dan waktu senggang lainnya antara guru dan peserta didik. Kedua, memperbarui koleksi yang ada di perpustakaan. Koleksi-koleksi yang bervariasi menjadi daya tarik bagi peserta didik.
Koleksi novel remaja atau sastra populer, komik, dan sebagainya. Hal itu membuat suasana perpustakaan menyenangkan bagi peserta didik. Penataan perpustakaan bersih dan harum, pengaturan posisi rak, tampilan cat ruangan yang berbeda turut merangsang peserta mereka ke perpustakaan.
Ditambah lagi dengan ornamen-ornamen dinding menyemangati pengunjung dan tempat duduk yang nyaman. Ketiga, memberikan pelayanan yang maksimal. Pelayanan dapat berupa penampilan karakter dan penyadiaan fasilitas yang memadai.
Pustakawan memperlihatkan keramahan dalam melayani pengunjung perpustakaan, baik layanan sirkulasi, maupun informasi lainnya. Fasilitas teknologi juga dapat disediakan, seperti perangkat-perangkat elektronik yang terkoneksi atau terhubung dengan internet. Tidak kalah pentingnya adalah pemberian apresiasi kepada peserta didik yang rajin berkunjung ke perpustakaan.
Apresiasi tersebut sangat urgen dalam rangka memotivasi perserta didik agar mencintai pustaka. Cinta pustaka berarti gemar membaca. Gemar membaca mampu membuka jendela dunia. (***)