Penantian soal kapan gugatan syarat usia calon presiden dan wakil presiden diputus akhirnya terjawab. Kemarin (10/10) Mahkamah Konstitusi (MK) merilis jadwal pembacaan putusan pada Senin (16/10) mendatang atau tiga hari jelang dibukanya pendaftaran calon presiden-wakil presiden.
Kepastian itu tercantum dalam website resmi MK. “Kalau sudah teragenda, ya itu jadwalnya,” kata juru bicara MK Fajar Laksono. Dengan dibacakan Senin, proses Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) terhitung berlangsung cukup lama. Sebab, sidang terakhir digelar pada 29 Agustus lalu.
Norma terkait aturan syarat usia capres/cawapres diatur dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Dari total 10 perkara yang masuk ke MK, setidaknya ada empat varian permohonan. Pertama, meminta menurunkan syarat usia minimal capres-cawapres dari 40 tahun menjadi 35 tahun.
Kedua, meminta diturunkan menjadi 30 tahun, 25 tahun, atau bahkan 21 tahun. Ketiga, meminta MK membuat batas maksimal usia capres-cawapres 65 tahun atau 70 tahun. Keempat, meminta MK untuk mengecuali syarat 40 tahun bagi yang memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
Gugatan syarat usia capres-cawapres ini ditunggu oleh semua parpol maupun para players politik. Sebab, gugatan itu dikaitkan dengan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. Putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu saat ini berusia 36 tahun.
Jika MK mengabulkan gugatan dan menurunkan batas usia capres-cawapres menjadi 35 tahun, otomatis peluang Gibran untuk meramaikan bursa pilpres bakal terbuka lebar. Isu politik yang beredar saat ini, Gibran bakal dilamar oleh Prabowo Subianto sebagai cawapres. Namun, jika MK memutuskan menolak permohonan itu, ingar bingar politik terkait Gibran bakal langsung mereda.
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Neni Nur Hayati mengatakan, putusan ini akan menjadi ujian independensi MK. Apakah akan terjebak kepentingan dan kepanjangan tangan politik dinasti Jokowi atau tidak. “Bukan hanya uji independensi, tetapi juga uji moralitas bagi MK untuk tidak terjebak pada kepentingan politik praktis,” ujarnya kemarin.
Neni menegaskan, urusan syarat pencalonan adalah perkara open legal policy atau kebijakan hukum terbuka yang menjadi ranah pembuat undang-undang. Sebab, konstitusi tidak menggariskan secara pasti berapa usia yang harus diatur. Hal itu juga sejalan dengan sikap MK sebelum-sebelumnya yang menolak masuk pada perkara serupa.
Karena itu, dalam kasus ini, dia berharap MK konsisten untuk tidak masuk ke ruang kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang. Jika dikabulkan, dia menilai MK telah bermain politik. “Sebaliknya, MK harus memastikan berjalannya demokrasi konstitusional,” ungkap Neni.
Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi menyampaikan hal serupa. Dalam perspektifnya, gugatan ini bukan lagi uji konstitusionalitas semata. Melainkan juga gerakan politik untuk memberi jalan pada dinasti politik. “Semua elemen harus mengingatkan dan mengawal MK agar tidak menjadi instrumen legalisasi kandidasi yang menopang dinasti Jokowi,” ujarnya.
Hendardi mengingatkan, puluhan pakar hukum serta pegiat konstitusi telah menyampaikan bahwa batas usia untuk menduduki jabatan bukanlah isu konstitusional, tetapi kebijakan hukum terbuka. Sehingga tidak seharusnya diuji oleh MK. “Berbagai putusan MK juga menyatakan hal yang sama,” jelasnya.
Jika MK mengabulkan permohonan itu, bukan hanya inkonsisten dengan putusan-putusan sebelumnya. MK juga bisa kehilangan integritas dan kenegarawanan. “MK akan menjadi penopang dinasti Jokowi,” terangnya.
Sebelumnya, Ketua MK Anwar Usman menepis tudingan para hakim diintervensi. Dia menegaskan, tidak ada satu pihakpun yang bisa mempengaruhi keputusan sembilan hakim MK. “Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka, bebas, tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun,” ujarnya.
Sementara itu, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana memprediksi MK akan mengabulkan gugatan untuk menurunkan batas usia capres/cawapres. Prediksi itu bukan didasarkan pada aspek hukum, melainkan positioning politik para hakim konstitusi.
Dalam perkara bernuansa politis seperti masa perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dan UU Ciptaker, komposisinya lima (kabul) berbanding empat (tolak). “Maka saya memprediksi putusan syarat umur capres-cawapres juga akan berujung pada angka yang sama,” ujarnya dalam keterangan kemarin.
Formulanya bisa dua opsi. Yakni menurunkan batas usia atau dibuka kesempatan bagi yang telah berpengalaman sebagai kepala daerah.
PKPU Belum Tuntas
Hingga kemarin atau sembilan hari jelang pendaftaran, Peraturan KPU tentang pendaftaran calon presiden dan wakil presiden tak kunjung disahkan. Padahal, PKPU tersebut menjadi dasar pelaksanaan tahapan tersebut.
Saat dikonfirmasi, Komisioner KPU Idham Holik menerangkan, proses pengundangan masih berlangsung. Dia menyebut, dalam waktu dekat akan dipublikasikan. “Segera dipublikasi di website JDIH KPU RI,” ujarnya kemarin.
Idham menambahkan, waktu pendaftaran masih sesuai rencana. Yakni dibuka pada 19 Oktober dan ditutup 25 Oktober. “Insya Allah semuanya akan berjalan lancar sesuai tahapan dan jadwal,” imbuhnya.
Sepekan sebelum pendaftaran atau besok (12/10), KPU akan mengundang partai politik untuk mengikuti rapat koordinasi. Dalam kesempatan itu, KPU akan menjelaskan regulasi dan mekanisme pendaftaran peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Ketua KPU Hasyim Asyari menambahkan, pengesahan draf PKPU tidak akan menunggu putusan MK terkait batasan usia capres-cawapres. KPU akan berjalan dengan UU yang berlaku saat ini.
“Kalau masa pendaftaran 19 – 25 Oktober UU-nya masih berlaku tentang batasan minimal umur paslon presiden wapres, ya kita gunakan itu,” imbuhnya. Hasyim enggan berpspekulasi terkait apapun putusan MK.
Sementara itu, Anggota Bawaslu Lolly Suhenty menegaskan kesiapan pengawasan proses pendaftaran capres-cawapres. Soal akses terhadap sistem informasi pencalonan, Lolly berharap KPU bisa lebih terbuka. Meskipun perkara keterbukaan masih berproses dalam aduan di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
“Harapan saya, aplikasi yang akan digunakan KPU nanti jadi lebih luas, yang bisa dibaca oleh bawaslu,” imbuhnya. Bahkan, publik diharapkan juga punya akses untuk mengeceknya. (far/oni/jpg)