Ujian nasional (UN) tahun ini berbeda dengan sebelumnya. Di antara perbedaan yang paling mencolok adalah, pelaksanaan UN antara SMA/MA dengan SMK tidak serentak. Sehingga memunculkan kekhawatiran terjadi kebocoran soal ujian.
Potensi kebocoran itu muncul karena siswa SMK memulai ujian lebih dulu pada Senin (3/4). Mata pelajaran yang diujikan pada hari pertama adalah bahasa Indonesia. Setiap hari ada satu mata pelajaran yang diujikan. Mata pelajaran berikutnya adalah matematika, bahasa Inggris, dan ujian teori kejuruan.
Sementara anak-anak SMA/MA baru menjalankan UN Senin pekan berikutnya (10/4). Urutan mata pelajaran yang diujikan sama seperti SMK, yakni bahasa Indonesia, matematika, bahasa Inggris, dan satu mata pelajaran pilihan sesuai jurusan masing-masing.
Anak jurusan IPA bisa memilih salah satu dari biologi, fisika, atau kimia. Sedangkan anak jurusan IPS dapat memilih satu di antara ekonomi, geografi, atau sosiologi. Sementara siswa jurusan bahasa dapat memilih salah satu dari sastra Indonesia, antropologi, bahasa asing.
Merujuk jenis mata pelajaran yang diujikan itu, terdapat irisan yang sama antara di SMK dengan SMA/MA. Yakni mata pelajaran bahasa Indonesia, matematika, dan bahasa Inggris. Karena ujian untuk SMK diselenggarakan lebih dulu, muncul kekhawatiran soal tiga mata pelajaran itu bocor ke anak-anak SMA.
Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Kemendikbud Nizam menenangkan masyarakat. Dia mengatakan meskipun ada mata pelajaran UN yang sama antara di SMA dan SMK, tetapi kisi-kisinya berbeda. “Sehingga bentuk butir soal ujiannya juga berbeda,” katanya kemarin (1/4).
Guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) itu berharap siswa tidak berlebihan menghadapi UN. Dia ingin para siswa tetap tenang dan menyiapkan diri sebaik-baiknya.
“Jangan termakan isu-isu negatif seperti ada bocoran soal atau kunci jawaban,” katanya. Siswa sebaiknya menganggap UN sebagai ujian biasa, karena tidak lagi menjadi penentu kelulusan.
Sesuai data statistik Kemendikbud, UN kelompok SMK diikuti sekitar 1,3 juta siswa. Mereka berasal dari sekitar 12 ribu lebih unit SMK di seluruh Indonesia. Populasi paling dominan adalah peserta ujian nasional berbasis komputer (UNBK). Persentase siswa yang melaksanakan UNBK mencapai 88,66 persen.
Dengan banyaknya siswa atau sekolah yang menyelenggarakan ujian berbasis komputer, potensi kebocoran soal ujan juga bisa ditekan. Sebab master soal ujian sudah diamankan melalui teknologi Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg). Beberapa waktu lalu Kemendikbud bekerja sama dengan Lemsaneg untuk menjaga keamanan naskah UN.
Di beberapa daerah seperti di Jakarta Barat, sekolah baru menjalankan sinkronisasi atau download soal UNBK hari ini (2/4). Kemendikbud sengaja membuka akses sinkronisasi ini mendekati hari-H ujian.
Sehingga dapat mencegah kebocoran soal. Setelah proses download selesai, aplikasi UNBK baru bisa dibuka saat ujian berlangsung. Pengawas di masing-masing ruang harus memasukkan token untuk membuka aplikasi ujian.
Mendikbud Muhadjir Effendy berharap pelaksanaan UN, baik yang kertas maupun komputer, berlangsung lancar. Muhadjir juga menyinggung potensi serangan peretas atau hacker. Dia berharap orang-orang yang berkemampuan meretas, tidak merecoki pelaksanaan UNBK.
“Saya akui sistem pengamanan di Kemendikbud tidak hebat-hebat amat. Saya mohon jangan diganggu,” jelasnya.
Muhadjir juga mengimbau kepada para guru, kepala sekolah, jangan merasa tidak tega kepada anak didiknya. Sehingga ujungnya membantu anak didiknya mengerjakan UN.
“Jika seperti itu, guru dan kepala sekolah telah mencederai mental anak didik,” katanya saat memberikan pengarahan kepada para guru di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Sulawesi Tenggara kemarin (1/4) dari siaran pers humas Kemendikbud.
Selain itu Muhadjir juga menegaskan para guru dan kepala sekolah jangan sekali-kali menyepakati, menyetujui, atau merestui segala bentuk praktik kecurangan.
Dia mengancam akan memberikan sanksi berat kepada guru yang membocorkan soal ujian. Muhadjir berharap para guru dan kepala sekolah membiarkan anak didiknya berjuang mengerjakan UN dengan kemampuannya sendiri.
Meskipun di ujung ujian ada siswa yang mendapatkan nilai jelek atau gagal, biarkan untuk menjadi pembelajaran. Bahwa untuk mendapatkan nilai ujian yang bagus, harus dilakukan dengan belajar dan bekerja keras. “Tanamkan semangat ke anak-anak bahwa untuk meraih kesuksesan kuncinya bekerja keras,” pungkasnya.
Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti berharap, Kemendikbud maupun panitia UN di daerah untuk menjadikan masalah-masalah dalam ujian sekolah berstandar nasional (USBN) sebagai pelajaran. “Seperti munculnya kasus bocornya soal USBN di Jakarta, jangan sampai terjadi di UN,” katanya.
Retno mengatakan, Kemendikbud tidak bisa meremehkan potensi kecurangan UN. Meskipun pada dasarnya UN sudah tidak jadi penentu kelulusan, tetapi ada kekhawatiran mendapatkan nilai jelek. Para siswa tentu ingin mendapatkan nilai tinggi, karena bisa jadi pertimbangan masuk kampus negeri. (*)
LOGIN untuk mengomentari.