Istilah Tut Wuri Handayani merupakan bagian dari semboyan dalam bahasa Jawa yang dicetuskan Ki Hajar Dewantara untuk Taman Siswa yang ia dirikan di Yogyakarta pada tahun 1922, dan kemudian tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Tut wuri artinya “di belakang” atau “mengikuti dari belakang” dan Handayani yang berarti “memberikan semangat”. Semboyan tersebut secara lengkap berbunyi “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.”
Jika semboyan tersebut diartikan, adalah ‘Di depan memberikan contoh yang baik, di tengah dapat memberikan semangat, dan di belakang bisa memberi dorongan’. Pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan dengan mencetuskan semboyan tersebut merupakan upaya konkret untuk memerdekakan manusia secara utuh dan penuh.
Setelah lebih dari 100 tahun (1922-2023 sekarang) semboyan itu semakin diperkuat untuk diamalkan di dunia pendidikan. Sebagaimana tertuang pada rambu-rambu di kurikulum merdeka saat ini (Kepmendikbudristek Nomor 262/M/2022 tentang Perubahan Atas Kepmendikbudristek Nomor 56/M/2022).
Untuk itu, bagi para pendidik sangat diharapkan dapat mempedomani makna yang terdapat di semboyan tut wuri handayani serta mengamalkannya agar tujuan pendidikan tercapai. Bagaimana teknik atau langkah yang perlu dipersiapkan pendidik untuk dapat mencapai tujuan.
Inilah yang ingin disampaikan agar terlepas dari pertanyaan tersebut. Ada tiga hal yang akan dirinci, di antaranya; 1) di depan memberikan contoh yang baik, 2) di tengah dapat memberikan semangat, dan 3) di belakang bisa memberi dorongan.
Di depan dapat memberikan contoh yang baik, ini tidak terlepas dari etika, baik sikap berbicara, berbusana, gerak dan gerik yang akan ditampilkan di hadapan anak didik. Secara teori sangat mudah, namun dalam pelaksanaan terkadang sering alfa.
Terutama perihal berbicara, jika diikuti perasaan tanpa memikirkan perasaan orang lain tentunya kata-kata dengan mudah meloncat dari bibir ke hadapan seseorang atau peserta didik. Ini yang sangat berbahaya buat perkembangan pendidikan di masa mendatang.
Kedua, di tengah dapat memberikan semangat, merupakan kelanjutan dari pemberian contoh pendidik ke pada anak didik. Di mana seorang pendidik yang memahami posisi sebagai pendorong keberhasilan anak-anak, sudah barang tentu memiliki strategi jitu agar peserta didik termotivasi.
Terakhir dengan dorongan yang sifatnya motivasi, jelaslah keberhasilan yang diharapkan akan tercapai. Contohnya, dapat terlihat saat pendidik mengamati, mengikuti, dan mengarahkan anak didik dari belakang dalam mengimplementasikan apa yang dipelajarinya.
Tut Wuri Handayani dalam penerapan kurikulum merdeka, terlihat pada kemandirian belajar peserta didik. Jelasnya, konsep Tut wuri handayani ini dalam proses pembelajaran lebih kepada mengarahkan peserta didik pada kemandirian yang kelak akan mampu berkarya dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
Kemandirian dalam belajar itu dapat dikembangkan dengan menghindari campur tangan guru, namun guru selalu siap untuk membantu apabila diperlukan. Inilah konsep dari semboyan Tut Wuri Handayani tersebut, sederhana tapi sering terabaikan.
Pertanyaan, Mengapa kemandirian dalam belajar itu penting dalam proses pembelajaran? Jawaban sederhana, karena ketika peserta didik memiliki kemandirian dalam belajar maka dengan mudah bagi mereka untuk menyelesaikan masalah yang ada.
Peserta didik juga akan mempunyai strategi dalam belajar, tanggung jawab, dan mampu mengendalikan diri sendiri dalam berpikir dan bertindak. Dengan demikian, kalaulah pendidik memahami dan mengamalkan semboyan tersebut tentunya perjuangan tak akan mengkhinati hasil.
Akan tetapi, dalam hal ini tentunya ada keseimbangan serta kerja sama orang tua, lingkungan, pemerintah, dan tak dipungkiri bahwa pendidikan orang tua memegang peran kuat terhadap kesuksesan. Sesempurna apa pun kerja seorang pendidik, jika terlepas dari kerja sama unsur tersebut, ketercapaian tidak dapat diharapkan maksimal.
Alasannya, guru pemula bagi peserta didik, adalah orang tua dan lingkungan. Dari itu, kesuksesan tidak dapat berjalan sendiri tampa dukungan dan gotong royong. Kerja sama inilah yang diharapkan sungguh, semoga terjalin. (Eva Azmiati, S.Pd, GURU UPTD SMPN 1 LAREH SAGO HALABAN)