Hari ini, ada sekitar 25 juta pemeluk islam yang tersebar di seluruh pelosok Tiongkok. Mereka tersebar dalam kelompok besar dan kecil. Islam adalah salah satu dari lima agama yang diakui di negara Tiongkok.
Mayoritas pemeluk islam di Tiongkok adalah para etnis Hui dan pedagang dari Arab-Persia yang datang melalui jalur sutra. Jalur sutra merupakan jalur perdagangan yang sudah ada sejak 200 tahun sebelum masehi atau pada saat Dinasti Han berkuasa.
Jalur Sutra terdiri dari beberapa jalur perdagangan yang menghubungkan Tiongkok dengan Barat pada zaman dahulu, dan menyebar ke seluruh Benua Asia serta menghubungkan Tiongkok dengan Asia Tengah, wilayah Mediterania, dan bahkan wilayah di Afrika dan Eropa.
Jalur Sutra secara resmi didirikan oleh Jenderal Zhang Qian yang diutus oleh Kaisar Han Wudi untuk memimpin ekspedisi Dinasti Han ke arah barat. Dia mencapai beberapa wilayah barat dan mengembangkan Jalur Sutra yang menghubungkan ekonomi dan budaya Timur dan Barat.
Tujuan awal Jalur Sutra bukanlah untuk pertukaran komoditas, melainkan untuk alasan militer dan politik demi mencari sekutu untuk melawan Xiongnu (orang-orang dari suku nomaden dari Asia Tengah) yang mencoba menyerang wilayah itu berulang kali, Jenderal Zhang Qian dikirim oleh kaisar ke wilayah barat.
Kemudian, Zhang Qian melaporkan kepada Kaisar Han Wudi bahwa wilayah barat tertarik untuk mengembangkan hubungan komersial dengan Han. Sekali lagi, Jenderal Zhang Qian dikirim untuk mengunjungi wilayah barat, membawa serta ratusan lembu jantan, domba, dan sutra untuk dipersembahkan kepada mereka.
Sutra sangat disukai oleh mereka. Kemudian, duta besar dari wilayah barat dikirim ke Chang’an (Ibu Kota Dinasti Han Barat, sekarang Xi’an) dengan produk lokal mereka. Sejak saat itu, pertukaran komoditas, pengetahuan, penemuan, dan sebagainya sering terjadi, tidak hanya menguntungkan daerah-daerah yang terlibat dalam pertukaran itu, tetapi juga orang-orang yang tinggal di sepanjang Jalur Sutra.
Runtuhnya Dinasti Han menyebabkan perdagangan di Jalur Sutra menurun. Namun, berdirinya Dinasti Tang merevitalisasi Jalur Sutra, mencapai klimaksnya. Saat ini, sutra dan bordir masih menjadi produk utama yang diangkut di sepanjang Jalur Sutra.
Sementara itu, semakin banyak pedagang, peziarah, dan misionaris dari wilayah barat datang ke Chang’an (ibu kota Dinasti Tang) melalui Jalur Sutra, memperluas pertukaran ide, pengetahuan, agama, filosofi, dan budaya. Agama Buddha diperkenalkan ke wilayah tersebut saat ini.
Titik awal Jalur Sutra pada Dinasti Han dan Tang adalah perannya sebagai ibu kota Chang’an (sekarang Xi’an). Jalur itu melewati beberapa kota di Provinsi Gansu seperti Lanzhou, Tianshui, Zhangye, dan Jiuquan di sepanjang Koridor Gansu dan mencapai Jiayuguan Pass of Dunhuang, yang merupakan pos utama di sepanjang Jalur Sutra.
Ketika Jalur Sutra keluar dari Koridor Gansu ke Xinjiang, jalur membelah menjadi tiga, yaitu jalur selatan, tengah, dan utara. Rute selatan membentang ke barat di sepanjang kaki utara Pegunungan Kunlun dan melewati Kabupaten Ruoqiang, Kabupaten Minfeng, dan daerah Hotan, mencapai Kashgar.
Kemudian, melewati Dataran Tinggi Pamir dan mencapai India atau melewati Afghanistan dan Asia Tengah untuk mencapai pantai Laut Mediterania atau Laut Arab. Rute pusat membentang di sepanjang kaki selatan Pegunungan Tianshan melalui Loulan dari Kabupaten Rouqiang, Kota Korla, dan seterusnya dan kemudian melintasi Dataran Tinggi Pamir sampai ke Rusia.
Rute utara membentang di sepanjang kaki utara pegunungan Tianshan. Itu dimulai di Kabupaten Hami dan melewati Turpan, Urumqi, dan Lembah Sungai Ili, mencapai daerah di sepanjang Laut Hitam.
Perdagangan di sepanjang Jalur Sutra menurun tajam saat Dinasti Tang jatuh dan saat Jalur Sutra Laut dibentuk. Jalur Sutra yang makmur adalah operasi yang baik selama lebih dari seribu tahun sebelum tidak digunakan lagi.
Kota-kota kaya saat itu dengan benteng kokoh dan jalan-jalan yang ramai telah tenggelam di gurun yang luas. Saat ini, orang hanya dapat menelusuri sejarah indah mereka dalam jumlah sisa yang tak ada habisnya.
Meskipun demikian, Jalur Sutra tidak hanya berperan penting sebagai jembatan pertukaran peradaban antara kawasan Asia dan Eropa, tetapi juga meningkatkan pertukaran, integrasi, dan pengembangan berbagai peradaban dunia. Salah satu kota yang mendapatkan dampak dari jalur sutra adalah Xinjiang.
Xinjiang atau dengan nama lengkap daerah otonomi Uighur Xinjiang adalah sebuah daerah otonomi di Republik Rakyat Tingkok. Xinjiang berbatasan dengan daerah otonomi Tibet di sebelah selatan dan provinsi Qinghai serta Gansu di tenggara.
Wilayah ini juga berbatasan dengan Mongolia di sebelah timur, Rusia di utara, serta Kazakhstan, Kirgistan, Tajikistan, Afganistan dan Kashmir di barat. Dengan luas 1,6 juta kilometer persegi, Xinjiang setara dengan 17 persen wilayah Tiongkok dan merupakan wilayah otonomi terbesar di Tiongkok.
Namun hanya 5 persen dari wilayah ini yang bisa ditinggali. Sebagian besar wilayah Xinjiang adalah gurun pasir, padang rumput, danau, hutan, dan perbukitan. Xinjiang berada di kaki gunung Tianshan yang membelah asia tengah.
Secara harafiah Xinjiang bermakna perbatasan baru atau daerah baru. Nama ini diberikan semasa Dinasti Qing Manchu. Penduduk asli Xinjiang berasal dari ras-ras Turki yang beragama islam, terutama etnis Uighur dan etnis Kazakh.
Selain ras dari Turki, di Xinjiang juga terdapat etnis Han atau etnis asli Tiongkok yang berjumlah lebih dari 40 persen. Dari 40 persen etnis Han ini, terdapat etnis Hui yang merupakan keturunan dari etnis han dengan bangsa persia dan arab sejak dinasti Tang.
Pada awalnya, istilah Hui disematkan kepada penganut agama islam, kristen, bahkan yahudi. Tetapi seiring berjalannya waktu, istilah ini menyempit untuk menyebut muslim. Bahkan Jenghis Khan kerap menyebut muslim dengan istilah Hui-Hui. Pada saat ini, makna hui dipersempit lagi menjadi muslim china yang berkulit kuning.
Etnis Hui yang bisa berbahasa mandarin dapat berbaur dengan baik dengan para Han. Satu satunya hal yang membedakan antara hui dan han adalah agama yang dipeluk. Berbeda dengan penduduk asli Xinjiang, yaitu etnis Uighur yang menggunakan rumpun bahasa turkik dan menggunakan aksara Arab.
Hal ini menyebabkan sebagian etnis Uighur merasa diperlakukan sebagai warga kelas dua karena tidak bisa berbahasa mandarin. Karena keterbatasan bahasa, etnis uighur tidak bisa memiliki kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang baik di pemerintahan.
Tetapi keadaan ini mulai berubah semenjak pemerintahan pusat dan otonomi daerah Uighur Xinjiang memberlakukan program bilingual di sekolah-sekolah dasar hingga menengah atas.
Semenjak program ini berjalan, kesempatan para etnis Uighur untuk bekerja dipemerintahan dan sektor pekerjaan lain semakin meningkat. Mereka jadi lebih mudah berbaur dengan etnis Han dan Hui.
Beberapa tahun yang lalu tepatnya pada tahun 2013 Presiden Tiongkok, XI Jinping pada saat kunjungannya ke Kazakhstan mengemukakan gagasannya untuk menghidupkan kembali jalur sutra sebagai jalur perdagangan antar negara yang dikenal dengan program kebijakan Belt and Road Initiative (BRI), program ini merupakan penyempurnaan dari program sebelumnya yaitu One Belt One Road (OBOR) dimana Belt di sini dimaknai sebagai 21st Century Silk Road Economic Belt atau jalur sutra darat yang menghubungkan Tiongkok dengan negara-negara Eropa, Afrika, dan Asia Barat.
Sedangkan road berarti 21st Century Maritim Silk Road atau jalur sutra laut yang menghubungkan Tiongkok dengan negara-negara Asia Tengah dan Tenggara, jalur lainnya adalah Ice Road yang menghubungan Tiongkok dengan Rusia dan benua Artik dan Indonesia bergabung sejak tahun 2016 telah tergabung di dalam program ini. (*)