in

Catatan Akhir Tahun – Penertiban sumur Migas ilegal tak kunjung usai

Palembang (Antarasumsel.com) – Penertiban sumur minyak bumi dan gas milik Pertamina Aset I yang digarap masyarakat atau penambang liar di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan telah dilakukan berbagai upaya untuk mencari solusi sepanjang tahun 2016.

Namun benturan-benturan atau pro dan kontra masih saja muncul antara pihak Pertamina dan Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin sehingga membuat aparat keamanan menghentikan sementara penertibkan sumur migas yang digarap warga secara tradisional sejak tahun 2012.

Sedikitnya 104 unit sumur migas yang menjadi objek vital nasional itu digarap secara liar oleh warga dan oknum penambang liar di kabupaten itu berada di Mangun Jaya dan Keluang.

Aparat keamanan gabungan TNI-Polri sempat menertibkan sumur-sumur migas itu tanpa perlawanan dari para penambang liar, bahkan petugas Pertamina EP Aset-1 Ramba Sumbagsel telah melakukan pengecoran sebagian sumur menggunakan semen.

Namun, pada 11 Oktober 2016 anggota Polres Musi Banyuasin menghentikan kegiatan pengamanan penutupan penertiban sumur tersebut, karena sejumlah perwakilan masyarakat menunjukkan bukti surat dari Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin yang dimaknai oleh masyarakat sebagai persetujuan Gubernur bagi warga untuk mengebor sumur-sumur tersebut.

PLT Bupati Musi Banyuasin Beni Hernedi juga meminta Pertamina menunda kegiatan penertiban pada beberapa sumur karena telah mengirim surat kepada Presiden Direktur PT Pertamina EP perihal penundaan kegiatan eksekusi penertiban sumur migas Pertamina EP di Mangunjaya dan Keluang.

Surat bernomor 100/51/KDH/2016 tertanggal 19 Oktober 2016 itu berisi dua hal. Pertama, untuk sementara PT Pertamina EP disarankan menunda eksekusi penertiban sumur migas dengan melakukan penutupan sumur migas di 27 titik sumur di Babat Toman dan sembilan titik di Keluang.

Kedua, sumur tersebut dapat dioperasikan kembali oleh masyarakat. Hasil sumur-sumur tersebut sepenuhnya akan dikembalikan 100 persen kepada Pertamina EP melalui PT PetroMuba, BUMD Pemkab Musi Banyuasin selaku pihak yang dapat memfasilitasi dan kordinasi serta mengawasi kegiatan tersebut sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Rupanya atas dasar itu pula, Kapolres Musi Banyuasin AKBP Julihan Muntaha memerintahkan anggotanya untuk menghentikan sementara penutupan 27 sumur di Mangunjaya dan sembilan sumur di Keluang.

Setelah penertiban sejumlah wartawan termasuk Antara yang turun ke lapangan khususnya di Mangun Jaya sebagian besar sumur-sumur yang berada di kawasan perkebunan karet milik warga telah ditinggalkan begitu saja.

Namun, menyisahkan banyak limbah cair berwana hitam hasil pengeboran liar itu berserakan dan mengalir serampangan yang mengotori dan merusak lingkungan sekitar. Sebanyak 2.000 hingga 2.500 ton limbah cair B3 (migas bercampur lumpur) yang dibuang secara serampangan oleh para penambang liar di sumur-sumur migas milik PT Pertamina EP Aset I Ramba Fiel Keluang dan Mangun Jaya Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan mencemari lingkungan hidup sekitar.

Menurut Manajer Humas PT Pertamina EP Muhammad Baron mengatakan limbah-limbah itu adalah limbah cair B3 yang cukup berbahaya dan mengancam bagi kehidupan penduduk sekitar, merusak tanaman, mencemari sungai, dan bisa menimbulkan kebakaran.

Sebanyak 23 sumur dari total 104 sumur di Mangun Jaya yang paling banyak mencemari lingkungan atau seluas satu hektare berada pada sumur nomor 118.

PT Pertamina EP Aset I jika melakukan pembersihan limbah cair B3 tersebut akan mengeluarkan dana cukup besar atau setiap satu hektare yang dicemari bisa mencapai Rp1,5 miliar.

Oleh sebab itu Pertamina kini juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat setempat yaitu UU No: 32 Tahun 2009 tentang perlindungan lingkungan serta ancaman hukuman 3 tahun penjara atau denda sebesar Rp3 miliar hingga Rp10 miliar bagi yang melanggar UU tersebut.

Pihaknya juga secara bertahap telah melakukan penutupan sumur-sumur migas yang digarap secara ilegal tersebut menggunakan semen, karena beberapa sumur mengeluarkan gas cukup tinggi yang bisa mengancam nyawa orang lain terutama para penambang liar yang menggunakan peralatan secara tradisional.

Penyerobotan sumur migas Pertamina di wilayah operasional Mangun Jaya (81 sumur) dan Keluang (23 sumur) telah mengakibatkan hak negara atas hasil migas hilang begitu saja.

Sementara para penambang liar itu juga tanpa memperhatikan aspek kerusakan lingkungan dan keselamatan jiwa karena tidak menggunakan standar operasional yang jelas.

Manajer Fiel Pertamina EP Aset-1 Ramba Sumbagsel Heru Irianto menambahkan dari pengamatan di lapangan kegiatan penambangan liar (illegal driling) tersebut dilakukan dengan tiga cara yaitu pertama penambang langsung mengambil sumur yang sudah dibor Pertamina, kedua mengebor sendiri di wilayah kerja Pertamina, dan ketiga mengebor sendiri sekitar tempat tinggal mereka yang merupakan wilayah kerja Pertamina EP Aset-1.

Pengeboran liar selama ini sulit diberantas dan makin tumbuh subur karena diduga didukung pemilik modal atau cukong yang bertindak sebagai penadah sehingga hasil produksinya dijual tidak hanya di Sumatera bahkan ke Tangerang dan Singapura.

Akibatnya hasil produksi minyak yang diperoleh Pertamina dari wilayah itu hanya berkisar 400 barel per hari.

Pertamina melakukan penertiban itu tetap memberikan solusi terutama mengenai nasib penambang liar dengan membuat semacam pemetaan sosial sehingga bisa ditindaklanjuti dengan pemberdayaan masyarakat, seperti membentuk paguyuban sebagai wadah eks penambang liar.

Ia memprakirakan jumlah penambang liar tersebut sebanyak 150 orang dan potensi kerugian negara cukup besar baik dari sisi produksi migas maupun pemasukan pajak. Padahal bumi dan air adalah dikuasai negara yang diatur dalam undang-undang migas.

Tidak Direspon
Plt Bupati Musi Banyuasin, Beni Hernedi mengatakan, pihaknya selama ini sudah melakukan berbagai pendekatan dengan para penggarap sumur-sumur milik Pertamina tersebut juga mengusulkan ke Dirjen Migas agar pengelolaannya diserahkan kepada Koperasi Unit Desa (KUD).

Namun, usulan Pemkab Musi Banyuasin kurang direspon Dirjen Migas, sehingga masayarakat terus menggarap sumur-sumur Pertamina itu secara ilegal.

Menurut dia, Jika Dirjen Migas atau Pertamina menyetujui pengelolaan sumur-sumur tua itu oleh KUD, tinggal mengatur seperti apa mekanismenya sehingga masyarakat terbantu begitu juga Pertamina EP I.

Pemkab Musi Banyuasin akan membicarakan kembali hal itu dengan Pertamina EP I, karena di Cepu Jawa Tengah ada KUD dilibatkan dalam pengelolaan sumur migas karena sebelumnya masalah yang terjadi seperti Kabupaten Musi Banyuasin.

“KUD di Cepu bisa saja dijadiakan acuan. Pemkab Musi Banyuasin hanya sekadar mengusulkan karena itu adalah wilayah Pertamina,” katanya

Ia juga minta pihak Pertamia EP Aset I Ramba Field jangan hanya sekadar menertibkan sumur-sumur migas ilegal yang digarap masyarakat tetapi harus memberikan solusi bagaimana kelangsungan hidup para penggarap selanjutnya.

“Kalau hanya sekadar menertibkan bagi pemerintah daerah adalah masalah yang mudah tapi yang perlu dipikirkan bagaimana nasib warga yang selama ini menggantungkan hidup dari sumur-sumur itu,” kata Beni.

Menanggapi hal itu tersebut anggota Komisi VI DPR Inas Nasrullah menegaskan penertiban sumur-sumur migas milik Pertamina yang digarap masyarakat secara ilegal di Kabupaten Musi Banyuasin itu harus dituntaskan.

Sebab penghentian sementara penertiban yang dilakukan oleh Pertamina bersama Polri dan TNI atas permintaan Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin tidak bisa dibenarkan apalagi sumur-sumur minyak itu milik negara yang dikelola oleh Pertamina EP, anak usaha PT Pertamina (Persero).

“Itu tidak dapat dibenarkan karena melanggar Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang minyak bumi dan gas, oleh karena itu Pertamina sebagai badan usaha yang ditunjuk SKK Migas mengelola wilayah kerja migas di sebagian wilayah Muba berhak untuk menertibkan kegiatan yang merugikan negara,” katanya, Pertamina sebagai perusahaan yang diberikan tanggungjawab kontrak sudah diatur dalam UU dan turunannya.

Inas meminta Polda Sumatera Selatan turun tangan dan meminta Polres Muba melanjutkan kegiatan penertiban sumur-sumur minyak milik negara pada area kontrak Pertamina EP yang diserobot oleh oknum masyarakat.

Pengamat migas Ibrahim Hasyim menilai kebijakan Pertamina EP untuk menutup sumur-sumur minyak di wilayah kerjanya adalah langkah tepat, sebab Pertamina mempertimbangkan aspek teknis, ekonomis, dan legalitas dalam pengembangan sumur-sumurnya.

“Sumur yang berada di wilayah kerja mereka (Pertamina) jika tidak diurus harus ditutup. Kalau ada yang menyerobot dan kemudian mengebor, itu ilegal. Ini berbahaya dan merugikan,” ujarnya.

Menurut dia, kunci dalam penertiban illegal drilling terletak pada ketegasan aparat keamanan karena wilayah kerja Pertamina EP tersebut merupakan objek vital nasional yang perlu mendapat perlindungan keamanan secara optimal.

Kalaupun sumur-sumur tersebut kemudian akan diusahakan, harus sesuai regulasi, yaitu ditetapkan oleh Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, bukan oleh pemerintah daerah.

“Berlarutnya penyelesaian soal minyak ilegal ini sangat memprihatinkan kita semua,” ujar Ibrahim yang juga Ketua Umum Ikatan Alumni Akademi Migas Cepu.

Kamar Dagang dan Industri Indonesia juga meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral segera memanggil manajemen PT Pertamina EP dan Pemkab Musi Banyuasin untuk menyelesaikan persoalan penutupan sumur tersebut.

“Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) harus menengahi persoalan ini. Kalau ada hambatan lain terkait misalnya penutupan sumur minyak, pemerintah harus turun tangan dengan memanggil pihak Pertamina EP dan Pemkab Muba,” ujar Ketua Komite Tetap Hulu Migas Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Firlie Ganinduto di Jakarta, Rabu (21/12).

Sebab kegiatan pengeboran minyak ilegal di wilayah kerja kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) akan mempengaruhi `lifting` minyak nasional.

Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan pengeboran pada sumur minyak di wilayah kerja Pertamina EP di Muba tidak bisa dibenarkan. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) selaku pihak yang melakukan pengawasan terhadap KKKS juga harus melaporkan keadaan tersebut kepada pemerintah.

“Kasus Musi Banyuasin ini sampai sekarang saya belum mendapatkan laporan tertulisnya. Kalau ada laporan tertulis sampaikan ke saya nanti saya akan cari solusinya,” ujarnya.

Editor: Ujang

COPYRIGHT © ANTARA 2016

What do you think?

Written by virgo

Minuman teh asal Thailand tren pecinta kuliner

Plt Gubernur Gorontalo Ingin Seleksi JPT Pratama Akuntabel