in

Hubungan Sipil-Militer Menciptakan sebuah Keamanan Negara

TNI 113/JS dan masyarakat merehab rumah janda di Blang Krueng, Pidie.

Oleh T.Willy Prakarsa*

Hubungan sipil-militer adalah satu perkara yang amat penting bagi suatu bangsa karena berpengaruh besar kepada ketahanan nasionalnya. Pada dasarnya pengertian hubungan sipil-militer semula tidak dikenal di Indonesia dan baru dipergunakan setelah pengaruh dunia Barat, khusus yang berpandangan liberal.
kita tahu bahwa antara sipil dan militer itu saling bergantungan satu sama lain, dimana sipil memerlukan militer untuk perlindungan serta mendapatkan hak dan wewenangnya sebagai rakyat, begitupun militer sebagai pelopor negara yang mengabdi kepada bangsa yang setiap detik mereka bekerja menjaga dari ancaman luar maupun dalam negara agar rakyat aman dan makmur.

karenanya tampak jelas bagaimana keterkaitan militer dan sipil yang saling berdampingan demi berlangsungnya ketertiban di suatu negara. Pun demikian, bagaimana kasus Aceh ketika pihak militer mengadakan Operasinya khusus pada tahun 2003-2004 yang disebut dengan Operasi Terpadu itu?

Operasi tersebut dilancarkan melawan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang dimulai pada 19 Mei 2003 dan berlangsung kira-kira satu tahun lamanya. Operasi dilakukan setelah GAM menolak ultimatum dua minggu untuk menerima otonomi khusus untuk Aceh di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). juga Operasi ini merupakan operasi militer terbesar yang dilakukan sejak Operasi Seroja (1975), yang menyebabkan banyak anggota GAM terbunuh, tertangkap, dan menyerahkan diri. Hingga gempa bumi dan tsunami melanda Aceh tahun 2004 yang menyebabkan berakhirnya konflik di Aceh.
Atas kejadian tersebut dimana hubungan sipil-militer yang menjamin ketertiban dan keamanan ? perihal itu telah terjadinya pelanggaran oleh militer atas sipil yang menjadi obyek kebijakan politik pemerintahan.

Samuel P Huntington (2003) pernah mengatakan pengendalian sipil secara subyektif adalah pengendalian sipil terhadap militer dengan cara meminimalkan kekuasaan militer dan memaksimalkan kekuasaan sipil dalam hunngannya dengan militer. Cara ini, menurutnya dapat menimbulkan hubungan sipil-militer kurang sehat karena merujuk pada upaya untuk mengontrol militer dengan mempolitisasi mereka dan membuat mereka dekat ke sipil (civilianizing the military). Sedangkan pengendalian sipil obyektif adalah pengendalian sipil terhadap militer dengan cara memperbesar profesionalisme kaum militer, sedangkan kekuasaanya akan diminimalkan, namun sama sekali tidak melenyapkan kekuasaan militer, melainkan tetap menyediakan kekuasaan terbatas tertentu yang diperlukan untuk melaksanakan profesinya. Cara ini oleh Hungtington dianggap yang paling mungkin menghasilkan hubungan sipil-militer yang sehat.

Josep S Nye Jr, juga pernah mengatakan, cara menjaga hubungan sipil-militer yang sehat dalam sistem negara demokrasi adalah dengan mempraktikan tradisi-tradisi liberal, Pertama, angkatan bersenjata harus tunduk kepada peraturan hukum dan wajib menghormati kewenangan sipil; Kedua, angkatan bersenjata tidak memihak dan tetap berada di atas semua kepentingan politik; Ketiga, pihak sipil harus mengakui bahwa angkatan bersenjata merupakan alat yang sah dari negara demokrasi, Keempat, pihak sipil memberi dana dan penghargaan yang layak kepada militer untuk mengembangkan peran dan misi militer, Kelima, pihak sipil harus belajar mengenai isu-isu mengenai pertemuan dan budaya militer. Akhir tulisan ini, menjaga keseimbangan ketertiban hubugan sipil-militer sangatlah penting demi terciptanya keamanan dan kemakmuran rakyat.

*Mahasiswa Ilmu Politik FISIP UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Komentar

What do you think?

Written by virgo

Evaluasi Perkembangan Penggunaan Anggaran Asian Games 2018

Tahun Ini, Silangit Jadi Bandara Internasional