in

Kala Tangan Irwandi Dicium Satgas Partai Aceh

Kehadiran Irwandi dalam kancah politik lokal di Aceh pasca Gerakan Aceh Merdeka (GAM) berdamai dengan Republik Indonesia (RI) telah membuat sesuatu yang luar biasa. Ia menang pada Pilkada langsung 2006 dengan mengalahkan segenap nama besar di Aceh,termasuk jagoan GAM tua yaitu Hasbi Abdullah-Humam Hamid (H2O)

Begitu menjadi Gubernur Aceh kala itu, Irwandi langsung membuat beberapa gebrakan pembangunan. Termasuk moratorium logging yang dipuji oleh dunia internasional serta didukung oleh aktivis lingkungan di lokal Aceh–walau kemudian program ini juga tak berjalan dengan semestinya.

Menang sebagai calon independen pertama di Indonesia merupakan sejarah baru bagi Republik. Unggulnya pasangan Irwandi-Nazar membuat partai politik kehilangan muka di Aceh. Tentu mereka takkan tinggal diam –di tahun tahun setelahnya mereka bekerja keras melawan jalur independen. Hal lainnya, Irwandi pun telah menancapkan luka di hati GAM letting tua. Dengan kemenangan Irwandi-Nazar, Marwah mereka sebagai penerus ideologi Hasan Tiro tercabik-cabik dan ternista. Nama besar Malik Mahmud, Zaini Abdullah, Zakaria Saman dkk menjadi tak berguna di depan eforia rakyat yang menanti perubahan. Dimotori oleh komite Peralihan Aceh (KPA) pasangan ini menang mudah di berbagai daerah.

Walau ikut bekerja keras pada pileg 2009 untuk Partai Aceh (PA), pasca 2009 eksistensi Irwandi mulai terganggu di lingkungan KPA. Tumbuh besarnya PA serta rangkap jabatan antara Ketua Umum PA dan KPA telah mengubah arah dukungan eks Kombatan untuk sang ahli propaganda. serta ia pisah ranjang dengan Muhammad Nazar yang juga motor dari Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA) yang merupakan metamorfosis dari ormas kepemudaan Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA).

Segenap program Irwandi yang bersifat mercusuar seperti JKA, beasiswa anak yatim, sepakbola dll, menjadi tidak berarti di mata publik, khususnya di mata eks Kombatan yang bergabung atau simpatisan PA. Klimaks dari semua itu adalah pada Pilkada 2012. Event politik lima tahunan itu bahkan harus ditunda hanya karena PA ngambek dan tak mau mendaftar. Salah satu Skenario yang dijalankan adalah pembunuhan tersistematis terhadap warga pendatang dari etnis Jawa di beberapa daerah di Aceh. Aceh Utara, Bireuen, Aceh Besar dan Banda Aceh, adalah kawasan yang menjadi tempat membantai sipil tak berdosa untuk meraih alasan tidak dapat Pilkada.

Di sisi lain, Irwandi juga harus kehilangan pendukung terbaiknya yaitu Saiful Cage, eks Panglima TNA Bate Iliek, seorang Kombatan GAM yang dikenal tungang. Tewasnya Cage di depan Warkop Gurkha di Matangglumpangdua yang ditembak oleh Ayah Banta cs–pelaku adalah orang internal PA di Pase. Tewasnya Cage membuat simpul pendukung Irwandi di Bireuen kocar-kacir. Irwandi juga beberapa kali hendak dibunuh. Rute yang ia lewati sempat dipasang bom. Alhamdulillah, maut belum mau menjemput suami Darwati.

Di pilkada Aceh 2012 yang penuh intimidasi dan berdarah-darah itu, Irwandi-Muhyan kalah. Ia pun dibully habis-habisan. Bahkan kalimat merendahkan putra kelahiran Bireuen itu juga gencar di tanah kelahirannya sendiri. Ia menjadi public enemy sekaligus pesakitan politik yang namanya sering disebut Irwanto, fotonya diedit serupa berhala dan binatang. Ia diminta secara tak wajar.

Namun, sesuatu yang tak wajah akhirnya terjadi juga. Irwandi ditinju oleh Satgas Partai Aceh Saat keluar Gedung DPRA, seusai pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, Senin (25/6/2012) pukul 15.50 WIB.

Seperti dilansir oleh Kompas.com, beberapa saat sebelum pemukulan, massa meneriaki Irwandi dengan sebutan pengkhianat. Mendengar teriakan itu, Irwandi yang hanya dikawal seorang anggota kepolisian mencoba untuk tetap menyapa, dan melempar senyum ke arah massa. Bahkan, dia sempat menyalami beberapa orang di antara massa.

Namun, saat hampir sampai di pintu gerbang halaman Gedung DPR Aceh, teriakan massa semakin beringas. Salah seorang massa sempat memukul Irwandi, yang segera berlari ke mobil untuk menyelamatkan diri.

Untuk menjaga hal-hal yang tak diinginkan, Irwandi lalu dibawa oleh aparat kepolisian dengan menggunakan mobil patroli.

***
Pilkada 2017 terjadi perubahan yang luar biasa. Rakyat Aceh jengah terhadap kepemimpinan Zaini Abdullah-Muzakkir Manaf, yang tidak mampu membangun daerah. Kemiskinan tetap menjadi isu utama, selain ketidakadilan pbangunan, korupsi, kekerasan politik dan lainnya. Komunikasi politik yang buruk serta selalu memainkan isu bendera kala berhadapan dengan momen politik, semakin membuat rakyat menjauh. 21 janji politik tak mampu ditunaikan. 1 juta per kk, naik haji gratis, perbaikan pelayanan JKA tidak mampu diwujudkan. Di sisi lain, keberingasan pengurus partai dan organisasi pendukung di lapangan semakin menjadi.

Irwandi yang kali ini berlangsung dengan Nova, kembali berhasil mencuri hati rakyat. Hal hebat lainnya, tak ada pembalasan politik saat pelantikan Irwandi-Nova. Baik Zaini maupun Muzakkir Manaf sukses keluar gedung tanpa insiden apapun.

Pasca menang, sayup-sayup hinaan terhadap Irwandi pun redup. Mereka yang dulunya terang-terangan memusuhi Irwandi, mendekat, meminta maaf dan berjanji takkan mengulangi. Yang dulunya membenci dalam senyap, pura-pura tak tahu apa-apa. Dalam waktu yang tidak lama, perkawanannya pun kembali banyak.

Untuk konteks ini, puncak tertinggi adalah saat Satgas Partai Aceh mencium tangan Irwandi, seusai pelantikan Wakil dan Wakil Walikota Sabang, yang dimenangi oleh Partai Aceh. Ini sebuah prestasi politik. Tidak mudah meruntuhkan ego politik. Tapi pada Senin (18/9/2017) satgas PA mencium tangan “Irwanto” langsung di hadapan sang Ketua Umum PA/KPA: Muzakkir Manaf. []

Komentar

What do you think?

Written by virgo

Peritel Pilih Ekspansi ke Lokasi Baru

Darwati Ajak Dekranasda Sabang Perkuat Sektor Pariwisata