in

Pementasan Tari dan Peluncuran Novel Cincin Kelopak Mawar

Dari Teks Gerak, Upaya Menyibak Ruang Kebaruan

Gelap. Bau kemayan memenuhi ruangan. Ada suara, dan terlihat langkah-langkah berat. Sayup-sayup terdengar denting sinar rabab. Ada desahan-desahan panjang. Derap-derap langkah itu makin terdengar. Berlahan dan pasti, ada remang cahaya mengiringi langkah-langkah berlahan itu.

Empat lelaki pemilik langkah itu membawa kemayan, mengitari panggung, lalu meletakkan kemayan di sisi sumur tua. Langkah-langkah itu bergerak lebih lincah. Meliuk-liuk. Mengkombinasikan berbagai gerak. Ada resah berbalut gundah. Konflik batin menjadi-jadi.

Konflik batin yang membalut pemilik gerak itu adalah cerminan konflik batin seorang Badri, lelaki yang cintanya ditolak Rabiatun. Badri sangat mencintai Rabiatun. Ia sudah menyimpan rasa sejak kanak-kanak. Rabiatun ternyata justru mencintai lelaki lain. Ia memaksakan cintanya melalui guna-guna.

Badri makin resah. Ia justru dipaksakan untuk menerima hati Mirna, perempuan yang tak dicintainya. Lelaki itu sulit mengelak. Mirna menyimpan rahasia buruk perilaku Badri, jika dibeberkan justru akan membuatnya terusir seumur hidup, termasuk jasadnya pun tak pernah boleh dibawa ke kampung.

Gejolak batin itulah yang terus berkecamuk dalam dirinya. Ia gelisah sepanjang waktu. Resah kian tak menentu. Gerak berkecamuk itu direntang detail dalam gerak-gerak lincah terarah, gerak-gerak pasti penuh arti.

Panggung di teater utama Taman Budaya Sumbar, Jumat (16/12) malam itu, terasa spesial. Kolaborasi karya tari kontemporer dan karya sastra dikemas dalam satu agenda.

Ada tari kontemporer, ada peluncuran karya sastra. Tari kontemporer diilhami dari naskah karya sastra. Cerita yang ada dalam novel Cincin Kelopak Mawar diterjemahkan dalam bentuk gerak tari oleh koreorafer Joni Andra. Klop..!

“Kolaborasi yang luar biasa,” kata Kepala Taman Budaya Sumbar Muasri, dihadapan ratusan penonton yang memadati gedung teater utama Taman Budaya Sumbar, malam itu.

Pengakuan Muasri, ini warna baru dalam pertunjukan seni di Sumbar. Dua bidang seni berbeda tampil berkolaborasi. Belum pernah ada yang seperti ini.

Selama ini, biasanya, jalan sendiri-sendiri saja, minimal hanya bergerak sesuai bidangnya. “Perpaduan yang digarap malam ini memiliki arti tersendiri bagi perkembangan seni di Sumbar,” kata Muasri.

Pernyataan itu, bukan tanpa alasan. Kolaborasi tersebut ternyata dinilai memiliki nilai jual tersendiri. Ada dukungan dari berbagai kalangan. Banyak yang memberikan respons terhadap aktivitas yang di pentaskan pada malam tersebut.

“Kami memberikan apresiasi. Seni menjadikan hidup kita lebih berarti,” kata Wakil Pimpinan Cabang BNI Syariah Budi Mulyawan, saat didaulat untuk memberikan sambutan.

“Terima kasih atas dukungan dari banyak pihak,” kata Firdaus, saat menyampaikan apresiasinya kepada berbagai kalangan yang mendukung terselenggaranya kegiatan tersebut.

Firdaus membeberkan, dukungan moral diberikan pelaku seni, seniman, budayawan, wartawan maupun politisi Sumbar. Juga ada dukungan dari sponsor, di antaranya BNI Syariah, PT Semen Padang, PT Kurnia Garam Sejahtera, PT Garam Indonesia, Padang Ekspres, Padang TV, Posmetro Padang, Akeo Creative Soulution, Vienda Collection. 

Saat peluncuran novel tersebut, Firdaus menyerahkan karyanya kepada Kepala Taman Budaya Sumbar Muasri, Mantan Ketua DPRD Sumbar H Leonardi Harmainy, koreografer Ery Mefry, seniman yang juga mantan Kepala Taman Budaya Sumbar Asnam Rasyid, seniman Afrimas, seniman Dasman Ori, Wakil Pimpinan Cabang BNI Syariah Budi Mulyawan, Kepala Cabang PT Garam Wilayah Sumbar Ahmad Hidayat, Dirut PT Kurnia Garam Sejahtera H Abtar Latif, Pimpinan Padang Ekspres Group Syukron Putra, wartawan senior Hasnah Cendradewi, Pemimpin Redaksi Singgalang Khairul Jasmi, dan Erlina Rivai, istri tercinta penulis.

Novel Cincin Kelopak Mawar, kata Firdaus, pengembangan dari cerpen judul yang sama. Cerpen Cincin Kelopak Mawar memperoleh penghargaan sebagai pemenang II Sayembara Cerpen A.A Navis Award, tahun 2007, yang diadakan Deakyn University Australia dan Universitas Negeri Padang.

Tahun 2009, Firdaus meluncurkan kumpulan cerpennya berjudul Cincin Kelopak Mawar, diterbitkan Pustaka Kemang, Jakarta. Tahun 2010, cerpen Cincin Kelopak Mawar mengilhami Jony Andra untuk mementaskan tari kontemporer dengan judul tersebut, dipentaskan di Padang, Pekanbaru dan Lampung.

Cerpen tersebut juga mengilhami sutradara Mahatma Muhammad bersama Teater Nan Tumpah menampilkan pementasan teater di Taman Budaya Sumbar.

Selain telah menghasilkan sejumlah cerpen yang diterbitkan berbagai media di Padang, Pekanbaru, Batam, Jambi dan Jakarta, naskah-naskah cerpen Firdaus juga sudah dihimpun dalam bentuk kumpulan cerpennya sendiri, di antaranya; Duh Manisnya Kamu di Lampu Mati (tahun 2006), Cincin Kelopak Mawar (tahun 2009) kemudian sejumlah cerpennya masuk dalam antologi cerpen, di antaranya Potongan Tangan di Kursi Tuhan (2011), Uang Jemputan (2014), Kumpulan Cerpen Sepenggal Rindu Dibatasi Waktu, (2015) 

Sebelumnya, Joni Andra menampilkan tari kontemporer Dendang Tengkorak. Tari ini  berangkat dari pertentangan mengenai falsafah Minangkabau Adat Basandi Sarak, Syarak Basandi Kitabullah, dan perilaku yang menjadi kebiasaan masyarakat Minangkabau terutama kaum laki-laki.

Ketika cintanya bertepuk sebelah tangan mereka (para lelaki) menggunakan media Gasiang Tangkurak untuk mengguna-gunai (efek yang diberi adalah gila) perempuan yang dicintainya.

Hal ini lebih logis agar bisa mendapatkan cinta wanita tersebut. Kepercayaan bahwa laki-laki lebih hebat dari perempuan sudah mendarah daging, akan tetapi dengan adanya gasiang tangkurak ini jugalah yang menjadikan laki-laki menjadi sangat lemah saat cintanya ditolak tersebut.

Namun dalam hal yang lebih kekinian, perempuan pun tidak lagi asing untuk melakukan praktek tersebut, walaupun menjadi hal yang diluar kebiasaan yang pernah ada disepanjang tradisi gasiang tangkurak. Pergeseran gender mungkin menjadi topik tersendiri.

Perempuan dalam pandangan Minangkabau yang menjadi aktor yang berpengaruh besar, seperti dalam hal keturunan, dan Bundo Kanduang yang mempunyai kekuasaan melebihi penghulu.

Pada perempuan pun praktek gasiang tangkurak menyadarkan bahwa perempuan yang secara kultural telah tersistem untuk menjalankan dan menerima tradisi patriaki.

Perempuan tidak mesti lemah dan menerima keadaan, tidak salah untuk agresif. Jangan ada lagi stigma yang mengatasnamakan perempuan sebagai objek, yang dikekang oleh pandangan patriaki dalam kehidupannya. Dan pun, Dendang Tengkorak menyadarkan kaum laki-laki untuk kembali intropeksi dalam hubungan sosial, hubungan antar gender.

Pesan yang tak hanya untuk masyarakat Minangkabau yang selama ini memegang asas matrilineal, tapi juga bagi kaum sosial yang ada. Saat ini setiap orang masih dengan mudah menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.  

Joni Andra tak bisa melepaskan kebahagiaannya. Dukungan ibunda tercinta, Wirda Darwis, serta banyak pihak membuatnya semakin termotivasi untuk tetap berkarya. “Semuanya saya persembahkan untuk Sumatera Barat,” katanya.

Banyak karya yang sudah dihasilkannya. Karya-karya itu tak hanya ditampilkan di Padang, tetapi juga di Pekanbaru, Bengkulu, Palembang, Lampung, Yogyakarta, Pontianak dan Jakarta. 

Malam itu, sanggar tari Rumah Gadang, Solok, menampilkan tari Tambuah Ciek, karya Joni Andra. Tari itu pernah ditampilkan pada Festival Tari Anak Nusantara di Pontianak, agustus lalu. Hasilnya memperoleh penghargaan koreografer terbaik dan penari terbaik. 

Menyaksikan dua karya Joni Andra, terutama yang diberangkatkan dari teks sastra, sesungguhnya menuntut kecampinan tersendiri. Dan Joni Andra, menjadikan tantangan itu, dengan cara memberi energi pada gerak dan motif koreografi didukung oleh kemampuan personal penari terlatih.

Setidaknya, sebagai sebuah karya tari, kemudian Cincin Kelopak Mawar sebagai karya sastra, dalam karya Joni Andra, telah menjelma kebaruan ruang, yang tafsirnya tentu akan mengalami kebebasan tafsir, dan pemaknaan tersendiri yang berbeda bagi penikmat. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Pekik Teriakan “Indonesia.. Indonesia..” di Tribun Suporter Thailand

Sumbar Menapaki Ekosistem Startup