in

Polri Jamin tak Halangi Massa

Aksi Bela Islam Pindah ke Monas 

Polri dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya mengambil jalan tengah atas polemik aksi damai 2 Desember. Kedua lembaga bersepakat memindahkan demonstrasi dan Shalat Jumat yang awalnya direncanakan di Bundaran HI ke Monumen Nasional.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian menuturkan, rencana awal aksi dan Shalat Jumat di Bundaran Hotel Indonesia (HI) menimbulkan masalah hukum. Aturannya, unjuk rasa tidak boleh mengganggu ketertiban umum dan hak asasi manusia.

“Kalau Jumat dilakukan kegiatan ibadah di Bundaran HI kemacetannya bagaimana. Apalagi, bila ke depan ada kelompok agama lain yang juga ingin ibadah di tempat itu,” paparnya.

Namun, setelah beberapa kali dialog, maka diambillah jalan tengah. Ada dua pilihan yakni, Masjid Istiqlal dan kompleks Monas. “Karena pertimbangan jumlah demonstran, maka yang dipilih adalah Monas,” tuturnya.

Tito menjelaskan, dengan begitu kepolisian akan mengakomodir untuk berbagai keperluannya, seperti panggung untuk zikir dan tausiyah, tempat wudu, serta pengamanannya. “Teknisnya nanti akan diatur,” papar mantan Kapolda Papua tersebut.

Di tempat sama, Pembina GNPF MUI Habib Rizieq menuturkan, nantinya akan dibentuk tim gabungan Polri dan MUI untuk mengatur proses demonstrasi dan Shalat Jumat tersebut.

”Arah kiblatnya bagaimana dan ketersediaan fasilitas untuk wudu. Yang juga penting, pintu Monas itu harus dibuka semua, sehingga peserta demonstrasi dan Shalat Jumat bisa mendapatkan akses masuk yang baik,” paparnya. 

Ada juga kesepakatan penting. Yakni, Polri tidak boleh lagi menghalang-halangi peserta demonstrasi ke Jakarta. PO bus yang selama ini dilarang mengantar ke Jakarta sekarang diperbolehkan.

“Jadi, agar peserta demo tidak jalan kaki. Kami sudah mendapat informasi adanya peserta demo yang berjalan kaki dari Ciamis,” ungkapnya.

Menanggapi itu, Tito menjelaskan bahwa imbauan PO bus tidak mengantar peserta demo dikarenakan pertimbangan keamanan. Alasannya, mengantar pendemo bisa memperbesar potensi konflik dan pidana. “Kami juga sempat meminta para tokoh agama untuk tidak datang,” katanya.

Karena sudah ada solusi untuk keamanan saat demonstrasi, kata Kapolri, semua itu tidak lagi diperlukan. “Polri mencabut larangan PO bus mengantar demonstran ke Jakarta,” terangnya di gedung MUI kemarin.

Ketua MUI, Maruf Amin menjelaskan, setelah proses hukum dan aksi demonstrasi, MUI mengusulkan umat Islam melakukan rujuk nasional dengan menggelar dialog. “Semua harus selesai,” serunya.

Dia mengatakan, rujuk nasional ini penting untuk mengembalikan hubungan yang selama ini renggang antara umat Islam dengan umat nonmuslim dan pemerintah agar menjadi lebih baik. 

Wakil Presiden Jusuf Kalla di kantor Wakil Presiden, kemarin (28/11), kembali mengingatkan proses hukum yang sedang berjalan tidak bisa diintervensi.

Termasuk oleh aksi unjuk rasa. Dia hanya berharap masyarakat bisa bersabar menunggu proses hukum. Urusan penyampaian pendapat juga bisa dilakukan dengan cara lain, seperti dialog dan cara-cara damai.

JK juga berkomentar soal rencana Shalat Jumat di jalan raya. Menurutnya, shalat di lapangan adalah Shalat Idul Fitri, Idul Adha dan Shalat Istisqa atau shalat minta hujan.

Dia berharap, para pengunjuk rasa tidak memaksakan diri menggelar Shalat Jumat di jalanan. “Jangan (Shalat Jumat) di jalan menghalangi ekonomi masyarakat dan lalu lintas, dan juga tentu tidak enak,” imbuh JK. 

Kepala Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Polri, Brigjen Pol Bambang Usadi mengatakan, DKI Jakarta menjadi daerah paling rawan saat Pilkada Serentak 2017 mendatang. Bahkan dibandingkan daerah langganan konflik saat pilkada, seperti di Aceh, Papua, dan Papua Barat.

Polri telah menyiagakan personel mengantisipasi kemungkinan terburuk saat unjuk rasa nanti. Dia menyatakan indikasi adanya perbuatan makar dalam demonstrasi juga menjadi perhatian serius. 

Menko Polhukam Jenderal TNI (Pur) Wiranto mengapresiasi komitmen penyelenggara demo, yakni GNPF yang menjamin kegiatannya berjalan tertib dan aman. Wiranto menyebut aksi demo mendatang adalah aksi gelar sajadah.

“Jadi aksi itu aksi ibadah, gelar sajadah, ada zikir, doa bersama dan mungkin tausiah dari para ulama dan umaro,” kata Wiranto saat ditemui di kantor Kemenkopolhukam, Jakpus, kemarin.

Karena disebut sebagai aksi gelar sajadah, Wiranto meminta masyarakat jangan mengkhawatirkan isu adanya penyusup yang akan membuat kegaduhan dalam aksi nanti.  “Namun, kepolisian tidak boleh sampai terlena,” tegasnya.

Direktur Eksekutif EmrusCorner, Emrus Sihombing mengatakan, suara bulat antara Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, Ketum MUI Ma’ruf Amin, dan Ketua Pembina GNPF MUI, Habib Rizieq terkait rencana aksi 2 Desember 2016 sebagai aksi superdamai merupakan keputusan dari pertemuan para orang bijak.

Karena itu, aksi superdamai itu bisa dijadikan sebagai role model (teladan) dalam penyampaian aspirasi dari masyarakat kepada pusat-pusat kekuasaan negara.

“Sebaliknya, pusat-pusat kekuasaan negera pun harus merespons secara positif yang berbasis pada empat pilar negara yaitu, NKRI, UUD 45, Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika untuk memelihara kehangatan kekeluargaan sesama anak bangsa,” kata Emrus. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Polisi Kawal Massa Sumbar

Tepat Sasaran, Jokowi Naikkan Dua Kali Lipat Dana Desa 2018