in

Presiden Ingin Birokrasi Bekerja Responsif dan Lincah Dalam Melayani

Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Korps Pegawai Republik Indonesia, Zudan Arif Fakrulloh, tentang Perubahan Struktur Birokrasi

Dalam pidatonya usai dilantik sebagai Presiden untuk periode keduanya, Minggu, 20 Oktober lalu, Joko Widodo menyinggung soal mesin birokasi yang lamban. Presiden pun berjanji akan melakukan perubahan struktur birokrasi.

Eselonisasi birokrasi yang dianggap terlalu panjang akan dipangkasnya. Nanti, kata Jokowi, tidak ada lagi eselon satu hingga empat. Cukup dua level eselon sehingga birokrasi bisa bekerja cepat. Efesien.

Untuk mengupas itu lebih lanjut, Koran Jakarta berkesempatan me­wawancarai Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Korps Pegawai Republik Indonesia (DPN) Korpri, Zudan Arif Fakrulloh, yang juga Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri di Jakarta. Berikut petikan wawancaranya.

Presiden ingin ada pemang­kasan eselonisasi, tanggapan Anda?

Apa yang disampaikan Jokowi harus dimaknai begini. Beliau, Pak Presiden kita, menyampaikan bahwa tugas birokrasi tak hanya sending-sending saja, kirim pesan saja. Tapi harus memastikan, de­liver, atau layanan itu sampai atau enggak. Gagasan Pak Jokowi kami maknai birokrasi itu harus mampu bekerja responsif, lincah dalam melayani. Melayani dengan cepat.

Tapi harus diingat, birokrasi itu bekerja dengan baik bila keseluruhan subsistemnya bekerja dengan baik pula. Jadi tidak melihat hanya satu titik saja. Kemarin, Pak Jokowi dalam pidatonya me­lihat hanya satu titik saja, yaitu struktur organisasi atau kelembagaannya saja.

Jadi, tidak cukup membuat mesin birokrasi bergerak lincah hanya dengan memangkas struk­tur eselonnya saja?

Ya, begini. Padahal kita harus memaknai birokrasi itu dalam kerangka yang utuh. Karena dalam birokrasi itu ada kelembagaan. Ada tata kelola keuangan. Ada regulasi. Ada sistem hukumnya. Ada sistem karier. Ada sistem kesejahteraan. Ada juga sistem perlindungan hukum.

Jadi harus bagaimana meredesain brokrasi ini?

Ya, enam as­pek atau semua aspek yang saya sebutkan tadi. Semuanya harus kita redesain. Jadi bahasa kami, bahasa Korpri harus ada redesain birokrasi. Nah, rede­sain birokrasi ini, struktur kelem­bagaan atau organisasi dikurangi. Oke. Itu tak ada masalah, misal eselon dikurangi. Karena memang tidak banyak lembaga yang ada eselon empatnya. Nanti dilihat lagi, LIPI misalnya tidak perlu eselon tiga. Karena yang ditekankan di LIPI itu kan tenaga fungsionalnya.

Setelah struktur organisasi diredesain, lalu apa langkah selanjutnya?

Kita lihat lagi, kita simulasikan dengan kelembagaan lain. Itu satu aspek. Agar mesin birokrasi itu lincah, maka tidak cukup redesain struktur organisasi atau kelem­bagaannya saja. Tapi juga tata kelola keuangan misalnya. Karena sekarang ini aparat di birokrasi itu sibuk merencanakan keuangan dan sibuknya buat SPJ.

Jadi harus diredesain. Seka­rang kan tata kelola keuangan birokrasi itu terlalu jelimet. Rumit. Terlalu panjang sejak perencanaan anggaran, sampai pertanggung­jawaban. Kita redesain agar lebih mudah, praktis sampai ke sistem pertanggungjawaban.

Sekarang kan sibuk buat SPJ. Kemudian, sistem hukum kita. Itu banyak peraturan yang saling tum­pang tindih. Bertentangan. Ini yang membuat birokrasi kita sulit ambil keputusan karena banyak yang bertentangan. Ini pekerjaan rumah besar kita. Sistem hukum harus diperbaiki agar birokrasi bergerak dengan lincah. agus supriyatna/AR-3

What do you think?

Written by Julliana Elora

Cara Daftar Seleksi PPG Bagi Guru Honorer 2019/2020

Kebijakan Fiskal Harus Lebih Efektif