in

Sambut Bonus Demografi, Siapkan Lebih Banyak Lapangan Kerja

>> Jangan sampai penduduk usia produktif jadi tak produktif karena tak punya kesempatan.

>> Ekonomi perdesaan dinilai lebih mampu menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi.

JAKARTA – Indonesia berpeluang men­jadi negara maju apabila mampu meman­faatkan bonus demografi pada 2020–2035. Ledakan penduduk usia produktif tersebut diperkirakan mencapai puncak pada 2030.

Oleh karena itu, pemerintahan Presi­den Joko Widodo (Jokowi) pada lima tahun ke depan diharapkan mampu menyiapkan fondasi kuat untuk memanfaatkan bonus demografi tersebut. Strategi yang mesti di­perkuat antara lain menyiapkan lebih ba­nyak lapangan kerja, serta menyambungkan (link and match) antara sektor pendidikan dan dunia usaha.

Peneliti Pusat Studi Kebijakan dan Ke­pendudukan UGM, Sukamdi, mengatakan menyambut puncak ledakan penduduk usia produktif Indonesia pemerintah dan du­nia usaha harus kompak memiliki visi satu dekade ke depan sehingga demografi bisa menjadi bonus, bukan bencana demografi. Saat puncak bonus demografi, Dependency Ratio atau rasio ketergantungan mencapai angka terendah. (Lihat infografis)

“Tidak ada cara lain, kecuali menyam­bungkan dunia usaha dengan pendidikan dan dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten. Presiden mesti memilih men­teri yang hebat dan memahami masalah ini,” papar dia, ketika dihubungi, Kamis (4/7).

Menurut Sukamdi, Indonesia perlu men­contoh kisah sukses Tiongkok yang bisa mengoptimalkan jumlah penduduknya ti­dak hanya sebagai pasar, namun juga produ­sen bagi apa pun yang dibutuhkan dunia.

Sebelumnya, peneliti Perkumpulan Pra­karsa, Irvan Tengku Hardja, mengingatkan Presiden Joko Widodo agar menyiapkan fondasi kuat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan pada periode kedua pemerintahannya. Ini pen­ting dilakukan agar Indonesia dapat me­manfaatkan bonus demografi sebagai mesin pendorong pertumbuhan ekonomi tinggi.

“Jika Presiden Jokowi tak siapkan negara dengan dorong pertumbuhan berkualitas dan berkelanjutan maka saat puncak demo­grafi, anak muda kehilangan kesempatan untuk produktif, inovatif, dan memperoleh lapangan kerja,” papar dia, belum lama ini.

Istilahnya, lanjut Irvan, banyak pendu­duk usia produktif, tapi tidak bisa produktif karena tidak punya kesempatan.

Sementara itu, Guru Besar Sosiologi dari Universitas Airlangga, Bagong Suyanto, me­ngatakan bonus demografi sebenarnya me­rupakan modal sosial untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

“Tapi, apabila tidak dipersiapkan sejak jauh hari, dengan menyediakan industri pa­dat karya yang cukup, maka bonus demo­grafi justru akan menjadi beban,” kata dia.

Pada kenyataannya, lanjut Bagong, bu­kan perkara mudah untuk memanfaatkan bonus demografi, karena harus disediakan lapangan kerja yang sesuai dengan kualitas dan kualifikasi SDM Indonesia agar industri yang ada bisa efektif.

“Seperti sekarang, kalau pemerintah le­bih mengutamakan industri padat modal daripada industri padat karya, maka nanti kalau tidak terakomodasi bisa terjadi mis­match dengan industri yang ada, dan justru akan kontraproduktif. Ini adalah pilihan ke­bijakan pemerintah,” tukas dia.

Harus Serius

Sukamdi menilai gerakan untuk mem­persiapkan diri menyambut bonus demo­grafi kurang digaungkan pemerintah. “Di pengembangan SDM (sumber daya manu­sia), Presiden Jokowi sangat concern dengan sekolah vokasi. Ini tidak bisa dikerjakan biasa-biasa saja, harus serius, luar biasa, dan terhubung dengan industri, terutama industri pertanian perdesaan,” kata dia.

Menurut Sukamdi, pertanian perdesaan sebenarnya berpotensi menyerap banyak angkatan kerja, namun sektor ini terabaikan karena macetnya produksi dan industri. Pe­tani jalan sendiri, industri jalan sendiri de­ngan barang modal impor. Akibatnya, seko­lah vokasi pun tidak akan memberi banyak perubahan kalau di fondasi dasarnya, yakni visi industrinya tidak jelas.

Dia menjelaskan kemandirian dan daya saing merupakan inti dari produktivitas ekonomi satu negara. Ketika terjadi ledak­an penduduk usia produktif, mereka yang akan mengisi berbagai sektor yang benar-benar berdaya saing dan mandiri. Dengan jumlah penduduk sebesar Indonesia, mau tidak mau bangsa ini harus memiliki sektor pertanian yang mandiri.

Sukamdi menambahkan Indonesia tidak bisa mengandalkan ekonomi perkotaan, sebaliknya hanya ekonomi perdesaan yang mampu menjaga kesinambungan pertum­buhan ekonomi. YK/SB/WP

What do you think?

Written by Julliana Elora

Foto Bersama Satu Kelas

Masuk Media AS New York Times, Jokowi Diapresiasi Dunia Internasional