Kepala BPK Perwakilan Sumut VM Ambar Wahyuni didampingi Kepala Sub Auditorat Sumut I Andanu, Kepala Sub Auditorat Sumut II Andi Yogama, Kepala Sub Auditorat Sumut III Nyra Yuliantina dan Kepala Sekretariat Perwakilan Yudi Prawiratman berbicara kepada wartawan di kantornya Senin (9/10). ( Berita Sore/Hj Laswie Wakid )
MEDAN (Berita): Pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2016, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Sumatera Utara memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada 12 Pemda, 18 Pemda opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dan 4 Pemda tidak memberikan pendapat (disclamer).
Kepala BPK Perwakilan Sumut VM Ambar Wahyuni mengatakan hal itu kepada wartawan dalam media workshop “Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Daerah” di kantornya Senin (9/10).
Saat itu, Ambar didampingi Kepala Sub Auditorat Sumut I Andanu, Kepala Sub Auditorat Sumut II Andi Yogama, Kepala Sub Auditorat Sumut III Nyra Yuliantina dan Kepala Sekretariat Perwakilan Yudi Prawiratman.
Ambar menyebut 12 Pemda yang meraih WTP yakni Provsu, Taput, Tapsel, Dairi, Labuhanbatu Utara, Labuhanbatu Selatan, Akoak Bharat, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Pematangsiantar, Tebing Tinggi dan Binjai. Jumlah ini meningkat dibanding LHP tahun 2015 yang meraih WTP hanya enam Pemda. “Seluruh Pemda termasuk Pemprovsu sudah diserahkan LHPnya terakhir pada 11 Agustus 2017,” kata Ambar.
Selain 12 WTP, katanya, BPK Sumut memberikan Wajar Dengan Pengecualian (WDP) kepada 18 Pemda yakni Asahan, Batubara, Labuhanbatu, Langkat, Deliserdang, Nias, Gunungsitoli, Medan, Madina, Padang Lawas, Samosir, Nias Utara, Tanjungbalai, Sergai, Padangsidempuan, Simalungun dan Padang Lawas Utara.
Sedangkan tiga Pemda yakni Karo, Nias Selatan, Nias Barat dan Sibolga opini disclamer atau BPK tidak memberikan pendapat. Menurutnya, hanya 16 daerah yang memberikan LKPD tepat waktu sampai jatuh tempo 31 Maret 2017, sedangkan daerah lainnya tidak tepat waktu, bahkan ada tiga daerah Nias Utara, Sibolga dan Tanjungbalai yang menyerahkan pada Juli 2017.
Ambar menyebut paling banyak Pemda meraih opini WDP, sedangkan WTP masih sedikit sekali atau hanya sepertiga dari total 34 entitas di Sumut. “Kenapa ya nampaknya Pemda sulit sekali untuk mendapatkan opini WTP. Didorong untuk maju kok sulit sekali,” ungkap Ambar.
Menurut Ambar, beberapa permasalah tetap saja masalah aset, kas, belanja. Padahal BPK sering mendorong kepada Pemda untuk proses penyelesaiannya. “Tapi kok sulit sekali Pemda mengerjakannya sehingga sulit juga meraih WTP,” katanya.
Ambar merinci beberapa permasalahan seperti aset tetap tidak dapat diyakini kewajarannya karena terdapat perbedaan antara nilai di neraca dengan nilai pendukungnya.
Tanah di bawah ruas jalan dan daerah irigasi belum disajikan dalam neraca. Aset tetap tidak mendukung data rincian yang memadai. Akumulasi penyusutan belum sesuai dengan SAP. Kapitalisasi pengeluaran setelah perolehan awal atas aset tetap tidak ditambahkan/didistribusikan pada nilai aset awal, tetapi sebagai aset baru.
Dari sisi kas, jelas Ambar, terdapat kekurangan kas pada bendahara pengeluaran. Saldo kas dana BOS belum termasukk dana BOS pada sebagian SD, SMP, SMKN serta rekening dana BOS tidak terpisahkan.
Mengenai belanja, Ambar menyebut realisasi belanja barang dan jasa tidak dapat diyakini kewajarannya karena tidak menunjukkan kondisi senyatanya dan direalisasikan sebelum kegiatan dilaksanakan. Terdapat pemahalan harga tanah yang berindikasi merugikan kerugian daerah.
Permasalahan lainnya menurut Ambar, piutang PBB P2 yakni penatausahaan piutang PBB P2 belum memadai dan belum dilakukan validasi. Pengakuan investasi tidak menggunakan metode ekuitas.
Untuk triwulan III 2017, penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan BPK sebesar 74,51 persen. Paling tinggi Taput 89,84 persen, Labuhanbatu utara 89,74 persen, Tebing Tinggi 88,59 persen, Humbahas 87,37 persen, Tapsel 85,45 persen, Dairi 83,64 persen, Pakpak Bharat 82,81 persen, Batubara 81,45 persen dan Asahan 80 persen. Selebihnya dibawah 80 persen.
Temuan
Ambar menyebut sampai 11 September 2017, BPK menemukan 1.452 permasalahan yang direkomendasi untuk diperiksa. Paling banyak Pemprovsu 1.452, hasil pemantauan sesuai 1.015, belum sesuai 392 dan belum ditindaklanjuti 41, sedangkan penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan masih 69,90 persen.
Temuan kedua terbesar di Kota Medan sebanyak 1.245, sesuai 995, belum sesuai 212 dan belum ditindaklanjuti 38, penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksaan BPK hanya 79,92 persen. Menurut Ambar, BPK sudah menggelar Diklat kepada Pemda, namun hasilnya diterapkan atau tidak. Medan sebagai kota ketiga terbesar, tapi banyak temuannya. (wie)