Jakarta, – Sebanyak 155 anak buah kapal (ABK) berkebangsaan Indonesia yang saat ini masih terjebak di luar negeri akan dipulangkan ke tanah air pada 7 November 2020, kata seorang pejabat tinggi kementerian luar negeri Indonesia, Senin.
Ratusan ABK itu bekerja di 12 kapal ikan milik Dalian Ocean Fishing Co, perusahaan asal Tiongkok yang berpusat di Zhongshan, Dalian.
“Insya Allah tanggal 7 November nanti, ini sebagai realisasi dari kerja sama dua negara (Indonesia dan Tiongkok, red), kita akan pulangkan 155 ABK dan termasuk dua jenazah dari 12 kapal milik Dalian Ocean Fishing Company, yang juga memiliki kapal Long Xing 629,” kata Direktur Pelindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha, saat sesi diskusi panel virtual yang digelar oleh Indonesia Ocean Justice Initiative, Senin.
Beberapa kapal ikan milik Dalian, termasuk Long Xing 629, sempat terganjal berbagai kasus hukum, mulai dari dugaan eksploitasi pekerja dan praktik perbudakan modern hingga tindak pidana perdagangan orang (TPPO), yang korbannya adalah beberapa ABK Indonesia.
Judha menyebutkan 155 ABK itu rencananya akan berlabuh di Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara.
Direktur PWNI-BHI Kemlu itu menjelaskan pemerintah Indonesia telah menempuh tahapan panjang sejak awal tahun ini sampai akhirnya dapat memulangkan ratusan ABK yang bekerja di belasan kapal milik Dalian Ocean Fishing Co.
Pemulangan itu menjadi salah satu tuntutan yang diminta oleh pemerintah Indonesia kepada pemerintah China, selaku negara asal perusahaan/pemilik kapal (flag state).
“Kemlu dan perwakilan pertama kali mendapatkan report (laporan, red) atas kasus ini pada 3 Januari 2020, pada saat tersebut kita mendapatkan informasi ada tiga kematian dan posisi kapal ada di Samudera Pasifik dekat dengan perairan Samoa, dan saat kita menerima informasi segera kita menggerakkan perwakilan di Wellington, Suva, dan Beijing,” Judha menceritakan kasus ABK Indonesia di kapal ikan Long Xing 629, yang menjadi titik awal upaya pemulangan ratusan ABK bulan ini.
Saat laporan pertama diterima oleh pihak Kemlu, kata Judha, pihaknya langsung memanggil badan penyalur kerja yang memberangkatkan para ABK Indonesia untuk bekerja di kapal Long Xing 629.
Namun saat itu, kapal masih terus berlayar sampai akhirnya pada April 2020 nakhoda memutuskan bersandar di Busan, Korea Selatan.
Para ABK Indonesia, yang menjadi korban eksploitasi, akhirnya mendapatkan akses Internet untuk mengunggah video berisi aduan penyiksaan ke dunia maya. Video itu kemudian menjadi viral di media sosial dan disiarkan oleh stasiun televisi Korea Selatan, MBC.
Pascaperedaran video kiriman ABK Indonesia tersebut, pemerintah Indonesia memanggil duta besar China, sementara duta besar Indonesia di Beijing pun mengadakan pertemuan dengan pejabat tinggi di Kemlu China, kata Judha.
“Pada Mei 2020, kita berhasil memulangkan 14 ABK dari kapal Long Xing 629 dan jenazah satu orang yang saat itu meninggal di Busan,” ia menambahkan.
Menurut catatan Kemlu RI, pemerintah telah memulangkan total 46 ABK Indonesia dari Busan, Korea Selatan.
Selain itu, Menlu Retno Marsudi juga telah mengadakan pertemuan bilateral dengan Menlu China Wang Yi untuk membahas beberapa isu terkait ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan milik China. Salah satu pertemuan berlangsung di Kota Sanya, Hainan, China, pada 20 Agustus 2020.
Pertemuan bilateral antarmenteri luar negeri itu pun dilanjutkan ke tingkat pejabat eselon II, yaitu direktur PWNI-BHI Kemlu RI dan direktur kekonsuleran Kemlu China. Lobi-lobi tersebut berlangsung sejak Juni sampai Oktober 2020.
“Ada empat hal yang kita upayakan, pertama repatriasi secepatnya. ABK kita yang masih stranded (terjebak, red) di berbagai macam lokasi di dunia, dan pemulangan jenazah, yaitu dua jenazah yang sakit; dan kita minta full investigation (penyelidikan lengkap, red) atas berbagai macam kasus yang muncul di berbagai macam kapal China; kita minta pemenuhan hak-hak ketenagakerjaan kepada seluruh ABK, dan kita minta terakhir proses penegakan hukum bisa dilakukan baik di Indonesia […] dan di China,” sebut Judha.
Rangkaian lobi dan pertemuan diplomatik yang telah dimulai sejak awal tahun ini pun berujung pada tercapainya kesepakatan kerja sama pemberian bantuan hukum timbal balik (mutual legal assistance), yang juga mencakup perjanjian ekstradisi, oleh pemerintah Indonesia dan China.
Di samping perjanjian kerja sama hukum dan repatriasi/pemulangan, Indonesia juga mendorong kerja sama penegakan hukum antara kedua negara.
“Dalam hal ini Bareskrim (Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, red) telah menyampaikan permintaan untuk menghadirkan satu orang saksi, warga negara China agar bisa dihadirkan pada persidangan kapal Long Xing 629 untuk tuduhan tindak pidana perdagangan orang,” kata Judha. Ant/P-4