AGAM, METRO–Pihak Pondok Pesantren Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Candung mencurigai dua oknum guru yang melakukan pelecehan seksual dan sodomi terhadap puluhan santri laki-laki merupakan sindikat LGBT yang menyusup untuk merusak citra pesantren.
Hal itu dikatakan Juru Bicara Pondok Pesantren MTI Canduang Khairul Anwar kepada wartawan, Senin (29/7). Menurut Khairul Anwar, pihaknya sudah melakukan interogasi secara internal kepada kedua pelaku yang saat ini sudah ditetapkan tersangka oleh Polresta Bukittinggi.
“Setelah dilakukan koordinasi bersama pihak Polresta Bukittinggi, ditemukan fakta bahwa benar sebanyak 40 santri laki-laki telah menjadi korban, yang awalnya hanya 5 orang. Dari puluhan orang korban, hanya tiga orang yang dilakukan tindakan sodomi oleh pelaku, sementara itu selebihnya tindakan pencabulan meraba-raba alat vital,” kata Khairul Anwar.
Selain itu, dijelaskan Khairul Anwar, pihaknya menduga bahwa pelaku RA (29) dan AA (23) merupakan bagian dari sindikat yang telah menyusup ke pondok pesantren dan lembaga pendidikan lainnya. Meski begitu, pihaknya masih berupaya mencari siapa dalangnya.
“Dugaan sementara saya, pelaku ini salah satu bagian dari sindikat. Tapi dari yang kita amati, ini adalah sindikat yang menyusup ke pondok-pondok pesantren, termasuk ke lembaga pendidikan dengan pola boarding school (asrama),” ungkap Khairul Anwar.
Dikatakan Khairul Anwar, mengamati beberapa insiden serupa yang terjadi di pesantren lain di Sumbar, memperkuat dugaan keduanya memang terlibat dalam sindikat. Tujuannya bisa saja untuk merusak citra sekolah, pesantren maupun lembaga pendidikan lainnya.
“Kita tahu beberapa waktu yang lalu terjadi kasus serupa di beberapa pesantren di Sumbar. Setelah kita amati, mereka ini memang dekat dengan jaringan-jaringan ini. Untuk itu, kami akan terus mendalami masalah ini dengan berkoordinasi dengan kepolisian dan membuka ruang untuk berkoordinasi mengungkap kasus ini. Itu bukti keseriusan MTI Canduang menyelesaikan masalah. Kita bongkar, kita perang terhadap hal-hal yang mencoreng agama, adat dan budaya,” ujarnya.