AGAM, METRO–Perbuatan dua oknum guru di Pondok Pesantren Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang, Kabupaten Agam, sangatlah bejat dan biadab. Pasalnya, puluhan santri laki-laki yang dititipkan oleh orang tuanya untuk menimba ilmu agama di pesantren itu, malah disodomi oleh dua oknum guru tersebut.
Bahkan, aksi sodomi itu sudah dilakukan oleh guru berinisial RA (29) dan AA (23) mulai dari tahun 2022 hingga tahun 2024. Namun, kasus itu akhirnya terbongkar setelah santri mengadu kepada orang tuanya hingga dilaporkan ke Polresta Bukittinggi.
Atas dasar laporan itulah, Tim Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Bukittinggi melakukan penyelidikan lalu menangkap kedua oknum guru cabul itu dan kini sudah ditetapkan sebagai tersangka serta ditahan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Kapolresta Bukittinggi, Kombes Pol Yessi Kurniati didampingi Kasat Reskrim Polresta Bukittinggi, AKP Ismail Bayu Setio Aji mengatakan, penangkapan kedua pelaku berawal dari laporan salah satu keluarga korban yang melihat anaknya selalu murung dan tidak mau pergi sekolah.
“Jadi si anak bercerita kepada orang tuanya alasan tidak mau sekolah, yaitu karena disodomi oleh gurunya. Mendengar alasan itu, orang tua korban langsung melapor. Berawal dari laporan tersebut kita melakukan penyelidikan dan mengumpulkan bukti-bukti,” kata Kombes Pol Yessi saat konferensi pers, Jumat (26/7).
Dijelaskan Kombes Pol Yessi, berdasarkan hasil penyelidikan dan informasi yang dikumpulkan, polisi menetapkan salah seorang guru berinisial RA sebagai tersangka. Dari hasil interogasi, RA mengakui sudah melakukan sodomi terhadap 30 anak di pesantren tersebut.
“Selanjutnya, saat dilakukan pengembangan dan meminta keterangan kepada saksi-saksi lainnya, terungkap fakta bahwa pelaku sodomi bukan hanya RA saja. Akan tetapi ada guru lainnya yang berinisial AA yang juga melakukan tindakan pencabulan,” jelas Kombes Pol Yessi.
Kombes Pol Yessi mengakui, setelah dilakukan pemeriksaan, pelaku AA mengaku telah mencabuli sekitar 10 orang anak. Sehingga total anak yang menjadi korban sodomi oleh pelaku RA dan AA saat ini sudah 40 anak, namun jumlah itu bisa saja bertambah seiring penyelidikan masih berlangsung.
“Kedua pelaku mengaku sudah melakukan tindak pencabulan ini sejak tahun 2022 silam. Mereka melancarkan aksi sodomi terhadap santri laki-laki di lingkungan pesantren. Saat ini penyidik masih terus melakukan pengembangan. Kepada para santri yang memang menjadi korban silahkan melapor,” tegas dia.
Kombes Pol Yessi mengungkapkan, terhadap kedua pelaku dikenakan Pasal 82 ayat (2) jo 76 E UU No.35 tahun 2014 tentang perubahan atas UUNo.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun kurungan penjara.
“Karena mereka merupakan guru yang merupakan orang dekat korban, maka nantinya akan ditambah 1/3 dari hukuman yang dijatuhi hakim,” pungkasnya.
Modus Minta Bantu Pijat
Selain itu, kata Kombes Pol Yessi Kurniati, modus pelaku melakukan pencabulan berawal dari minta bantuan untuk dipijat kepada para santrinya. Setelah pelaku dan korban berdua saja, pelaku langsung melakukan hubungan badan dengan para korban di ruangan yang masih berada di lingkungan pesantren.
“Berdasarkan keterangan korban, jika tidak menuruti keinginan pelaku, maka para korban diancam untuk tidak naik kelas. Sedangkan keterangan pelaku, ia sudah melakukan berbagai tindakan kepada korban. Dari tindakan meraba-raba hingga melakukan tindakan sodomi,” ujar dia.
Kombes Pol Yessi menuturkan, rata-rata umur korban setara dengan anak-anak yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan para korban kini mengalami trauma dan gangguan psikis. Untuk itu, pihaknya bersama Dinas Sosial akan membantu memberikan pendampingan kepada korban untuk pemulihan.
“Kepada penyidik, pelaku mengaku juga pernah menjadi korban sodomi. Kasus ini masih dalam proses pendalaman, takutnya nanti masih ada korban lainnya. Pihak kita juga sudah membuka posko pengaduan di Polresta jika masih ada korban. Silahkan laporkan, jangan takut. Identitas pasti kami rahasiakan,” pungkasnya.
Yayasan Pecat Kedua Oknum Guru Sodom
Ketua Yayasan Syekh Sulaiman Arrasuli, Syukri Iska, mengatakan sangat menyesali tindakan perbuatan dua oknum guru itu. Menurutnya, kejadian tersebut di luar dugaan.
“Kami saking tidak mengira, dia ada istri dan disediakan tempat tinggal di asrama. Itu yang membuat kami syok,” ujar Syukri saat dihubungi wartawan, Jumat (26/7).
Syukri menyebutkan usai kasus ini mencuat dan pelaku ditangkap, yayasan telah mengambil langkah-langkah. Salah satunya, memberhentikan yang bersangkutan.
“Karena sudah ditangani pihak kepolisian, sudah mengaku dan dikategorikan tersangka, kami memutuskan berhentikan dia sebagai guru di sekolah serta pembina di asrama,” imbuhnya.
“Kami syok semua. Kami sedang berusaha membesarkan lembaga, tapi ada juga yang merusak. Semua berjuang, ada juga yang merusak. Ini musibah sangat besar bagi kami,” sambungnya.
Korban Diberi Pendampingan Psikolog
Syukri mengungkapkan, para santri yang menjadi korban telah dipindahkan ke suatu tempat. Mereka juga diberikan pendamping oleh psikiater dan psikolog agar para santri yang menjadi korban bisa pulih dari traumanya.
“Terkait santri jadi korban, kami sudah datangkan psikiater dan psikolog. Dapat informasi sudah diasingkan di suatu tempat dan didampingi pimpinan sekolah atau pihak dari pondok pesantren,” pungkasnya.
Sementara, Juru Bicara Pondok Pesantren MTI Canduang, Khairul Anwar dalam keterangan tertulisnya menyampaikan, pihaknya meminta maaf sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang mencintai dan menyayangi pondok MTI Canduang ini terutama kepada orang tua atau wali santri.
“Sejak kasus ini mencuat telah melakukan tindakan dengan membuat langkah-langkah. Ia juga mengeklaim ponpes akan transparan dalam kasus ini. Kami telah membentuk tim investigasi internal untuk mengumpulkan informasi dan bukti yang relevan. Tim ini bekerja sama dengan pihak berwenang dan berkomitmen untuk memastikan bahwa semua fakta dapat terungkap secara jelas,” ujarnya.
Lebih lanjut, Khairul menuturkan, demi menjaga integritas proses penyelidikan, oknum yang diduga terlibat telah diberhentikan dengan tidak hormat berdasarkan peraturan yang berlaku.
“Manajemen telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk memastikan proses hukum berjalan dengan tepat dan adil. Kami mendukung sepenuhnya upaya penegakan hukum agar keadilan dapat ditegakkan,” tutupnya. (pry)