Apa Itu Cacing Pita ?
Cacing pita atau taenia dikenal sebagai parasit vertebrata yang mampu menginfeksi babi, sapi, kerbau, bahkan manusia. Penyakit yang disebabkan oleh jenis cacing ini disebut dengan istilah taeniasis. Dengan gejala seperti nafsu makan menurun, sakit perut, diare, berat badan turun drastis, insomnia, kelelahan, hingga merasa sakit pada anus.
Meski begitu, banyak pula kasus penderita taeniasis yang tidak merasakan gejala apapun. Manusia sendiri dapat terkena penyakit taeniasis apabila mengonsumsi daging sapi atau babi yang mengandung cacing tersebut. Dan hal ini sangat mungkin terjadi, sebab penyebaran cacing pita di dunia termasuk cukup luas.
Terutama di kawasan tropis, karena kawasan tropis memiliki curah hujan yang tinggi serta iklim yang sesuai sebagai tempat perkembangan parasit ini. Seperti Asia Tenggara, Afrika Selatan, India, dan Amerika Latin. Adapun spesies yang paling banyak ditemukan sebagai penyebab penyakit pada manusia yaitu taenia asiatica, taenia saginata, dan taenia solium.
Taksonomi Cacing Pita
- Kingdom : Animalia
- Filum : Platyhelminthes
- Kelas : Cestoda
- Ordo : Cyclophyllidea
- Famili : Taeniidae
- Genus : Taenia
Untuk spesiesnya, ada puluhan spesies taenia yang tersebar di dunia. Namun ada tiga spesies yang paling diwaspadai karena seringkali menyebabkan penyakit pada manusia. Yitu taenia solium yang menjadi manusia dan babi sebagai inang perantara, taenia saginata dengan inang perantara sapi (utama) dan kambing atau domba, serta taenia asiatica dengan inang perantara babi (utama) dan sapi.
Siklus Hidup Cacing Pita
1. Telur
Usus halus manusia merupakan inang definitif atau inang primer tempat cacing pita tumbuh dewasa. Sehingga siklus hidup cacing ini dimulai di bagian organ dalam tubuh manusia tersebut. Dimana cacing dewasa yang berada di dalam usus akan memiliki proglotid gravid, yaitu segmen tubuh yang telah matang dan dipenuhi telur.
Jika sudah berada pada kondisi tersebut, maka proglotid gravid akan terlepas dan memisahkan diri dari tubuh cacing dewasa. Proglotid ini dapat keluar secara aktif dari anus ataupun keluar secara aktif bersama dengan tinja inang. Setelah keluar dari dalam tubuh manusia, terkadang proglotid ini masih dapat bergerak.
Tahapan hidup cacing pita dapat berlanjut jika proglotid tersebut dimakan oleh inang perantara, seperti sapi, babi, atau hewan lain (umumnya hewan ternak). Jika menemukan inang perantara yang tepat, maka telur cacing pita yang sudah matang tersebut dapat menetas dan mengeluarkan embrio yang disebut onkosfer.
2. Infeksi Hewan Ternak
Setelah menginfeksi hewan ternak dan menjadikannya sebagai inang perantara, telur cacing yang sudah berubah menjadi embrio atau onkosfer akan menembus dinding usus inang. Embrio kemudian terbawa sirkulasi darah dan limfa, lalu mencapai otot lurik sampai berkembang menjadi larva yang disebut dengan nama sistiserkus.
Adapun jaringan otot yang paling sering terserang sistiserkus antara lain otot pengunyah, otot di antara tulang rusuk, leher, daerah esofagus, lidah, diafragma, dan jantung. Yang mana kemudian sistiserkus akan tumbuh di dalam jaringan otot tersebut, dan membuat lubang untuk berkembang menjadi larva. Pada bentuk larva kedua ini sudah bersifat infeksius, dengan bentuk menyerupai kandung kemih.
3. Infeksi Manusia
Manusia dapat kembali terinfeksi cacing pita apabila mengonsumsi daging hewan yang mengandung cacing pita. Terlebih embrio cacing pita pada hewan dapat bertahan sampai beberapa tahun lamanya. Setelah tertelan, kepala cacing akan menempel pada dinding usus halus lalu tumbuh dewasa hingga mampu menghasilkan telur telur cacing pita yang baru. Demikian cacing pita akan mengulangi siklus hidupnya.
Temukan lebih banyak konten menarik lain di Tanjung Pinang Pos: