Sejumlah ormas Islam hari ini berencana kembali menggelar demonstrasi menuntut agar Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dicopot dan dipenjara. Kabarnya, massa yang akan dikerahkan mencapai 10 ribu orang. Massa aksi 212 bahkan berniat menginap tiga hari di DPR jika pemerintah tak kunjung menonaktifkan Ahok dari jabatan gubernur.
Aksi ini digelar bertepatan dengan sidang Ahok ke-11 dalam kasus tuduhan penistaan agama. Tuduhan itu didasarkan pada pernyataan Ahok mengenai politisasi surat Almaidah 51 dalam pemilihan kepala daerah.
Sejumlah ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah terang-terangan tidak ikut dalam aksi 212. Dua organisasi terbesar di Indonesia ini meminta anggota mereka tidak ikut aksi. Bahkan, Ketua MUI Maruf Amin minta namanya tidak dicatut dalam aksi itu. Sikap NU dan Muhammadiyah ini lantaran aksi 212 kental muatan politis.
Aksi tidak bisa dilepaskan dari desakan sejumlah partai di DPR agar pemerintah mencopot Ahok dari jabatan gubernur. Partai-partai itu adalah pengusung calon yang menjadi saingan Ahok dalam pemilihan gubernur DKI. Jangan lupa juga kalau Partai Demokrat, PKS, Partai Gerindra dan PAN merupakan motor pengusul hak angket di DPR untuk penonaktifan Ahok. Di sisi lain, calon yang diusung Gerindra dan PKS yaitu Anies Baswedan bakal bertarung melawan Ahok di putaran kedua pemilihan gubernur Jakarta.
Konstitusi kita menyatakan Indonesia adalah negara hukum. Hukum menjadi aturan main satu-satunya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Berdemonstrasi tentu boleh. Kita berharap massa aksi 212 tetap patuh pada hukum, dan tidak memaksakan kehendak dengan kekuatan massa. Jangan sampai ada provokasi, apalagi kekerasan di sana.