Kupang (ANTARA News) (Antara) – Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur mencatat sebanyak 29.000 kasus penyakit malaria telah melanda masyarakat di provinsi kepulauan itu terhitung sejak 2016.
“Sekitar 29.000 kasus penyakit malaria itu menyebar di 22 kabupaten/kota kita di NTT yang terhitung sejak tahun lalu,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT Kornelis Kodi Meter di Kupang, Rabu.
Dia mengatakan, memang ada daerah yang sangat endemis atau tinggi tingkat penularannya seperti di kabupaten Pulau Sumba, Lembata, Ende, dan Kabupaten Belu.
“Terus endemis sedang ada sekitar 9 kabupaten, dan sisanya tingkat endemisnya lebih rendah atau stadium hijau,” katanya.
Dia mengatakan, baik tingkat endemis tinggi maupun rendah, penyakit malaria tetap memiliki dampak yang sama yang menimbulkan kesakitan ataupun kematian dan bisa menyebar dengan cepat.
Untuk itu, ia mengimbau kepada masyarakat setempat agar bisa melakukan pencegahan dini salah satunya menghindari gigitan nyamuk penyebab malaria.
“Caranya pencegahan yang paling sederhana kita bisa menghindari sebisa mungkin dari gigitan nyamuk, jangan membawa plasmodium ke mana-mana dan pulang tularkan ke orang lewat gigitan nyamuk,” katanya.
Dia mengatakan, penanganan malaria dari aspek kebijakan, sebenarnya sudah ada Peraturan Daerah (Perda) tentang nyamuk namun menurutnya semangat implementasi Perda itu masih lemah.
Hal itu membuat penanganan penyakit malaria di daerah itu lamban dan angka penularan justru terus meningkat seiring waktu.
Kornelis mengatakan, oleh karena itu pemerintah provinsi telah merancang adanya Peraturan Gubernur (Pergub) tentang malaria, bukan lagi nyamuk.
“Pak Gubernur sudah tanda tangan terkait Pergub itu nanti kita akan ikuti langka-langka selanjutnya seperti apa termasuk kita koordinasikan dengan kabupaten yang telah memiliki Perda tentang nyamuk,” katanya.
Ia mengatakan, pihaknya telah membangun komitmen bersama sejumlah elemen terkait baik pemerintah dan swasta untuk memperkuat dan percepat penanganan penyakit itu dengan target NTT bebas malaria pada 2023.
Menurutnya, penanganan malaria perlu dilakukan secara masif melibatkan semua elemen baik dari dinas terkait di daerah, LSM lokal dan internasional, swasta, sekolah-sekolah, dan masyarakat.
Pemerintah, lanjutnya, terus berupaya mengejar target bebas malaria di daerah itu melalui dukungan secara bertahap untuk pengadaan fasilitas atau peralatan medis dan obat-obatan, hingga pendidikan dan sosialisasi.
“Namun masyarakat juga harus berperan aktif untuk melakukan pencegahan dini seperti membersihkan sarang nyamuk, membunuh jentik-jentik, dan menghindari gigitan nyamuk,” katanya.
Baca juga: (Ahli kehutanan IPB kembangkan obat anti malaria)
Editor: Unggul Tri Ratomo
COPYRIGHT © ANTARA 2017