Presiden Turki Reccep Tayyip Erdogan meminta kedua belah pihak di Sudan untuk mengakhiri pertempuran dan kembali melakukan negosiasi.
Khartoum dan kota kembarnya Omdurman dan Bahri, salah satu daerah perkotaan terpadat di Afrika, telah diguncang pertempuran pekan ini antara tentara dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter.
Berdasarkan informasi Kantor Kepresidenan Turki yang dilansir Al Arabiya, Erdogan melakukan panggilan telepon secara terpisah dengan kepala negara dan panglima militer Sudan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan pemimpin RSF Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo.
Erdogan mengatakan kepada kedua belah pihak bahwa Turki mengikuti peristiwa di Sudan, dan mengundang mereka untuk mengakhiri konflik dan kembali berdialog.
“Turki siap memberikan semua jenis dukungan, termasuk menjadi tuan rumah kemungkinan inisiatif mediasi,” kata Erdogan kepada pihak-pihak yang berkonflik di Sudan.
Erdogan juga meminta pihak-pihak yang berkonflik di Sudan mengambil tindakan yang tepat untuk penggunaan Bandara Khartoum yang aman guna memastikan pemindahan warga negara Turki dari negara itu.
Sementara itu, Sekjen PBB Antonio Guterres yang meminta pihak yang bertikai di Sudan melakukan gencatan senjata tiga hari pada liburan Idul Fitri sehingga warga sipil yang terjebak bisa keluar dan mengakses perawatan medis, makanan, dan pasokan penting lainnya.
Dalam wawancara terpisah sebelumnya dengan Al Jazeera, para pemimpin pasukan lawan menolak untuk bernegosiasi satu sama lain, karena pertempuran berlanjut selama enam hari.
Berdasarkan data WHO yang dikutip Aljazeera, jumlah korban dalam konflik itu sudah mencapai 300 orang.
UNICEF mengatakan pertempuran di Sudan telah memakan banyak korban jiwa pada anak-anak. Amnesty International mengatakan konflik tersebut memperburuk penderitaan warga sipil di wilayah Darfur.
“Sebanyak 70 persen rumah sakit di ibu kota, Khartoum, dan negara bagian tetangga tidak berfungsi,” ungkap serikat dokter seperti dilansir Aljazeera.
Menolak Negosiasi
Di sisi lain, Jenderal yang bertikai di Sudan telah menolak negosiasi satu sama lain karena pertempuran antara tentara dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter terus berlanjut.
Berbicara kepada Al Jazeera pada hari Kamis, kepala Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter Sudan, Jenderal Mohamed Hamdan “Hemedti” Dagalo, mengatakan bahwa dia tidak akan duduk dan berbicara dengan saingan utamanya, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan.
“Kami menyerukan gencatan senjata kemanusiaan dan gencatan senjata untuk jangka waktu tertentu, tetapi pihak lain tidak menginginkan itu,” kata Hemedti dalam panggilan telepon dengan Al Jazeera pada hari Kamis (20/4/2023). “Tapi kita tidak berbicara tentang duduk dengan penjahat. Kami telah bernegosiasi (dengan al-Burhan) selama dua tahun, tanpa hasil apapun,” imbuhnya.
“Al-Burhan adalah orang yang memulai pertempuran dan dialah yang bertanggung jawab atas pembunuhan rakyat Sudan, jadi tidak ada negosiasi dengan dia di masa depan,” tambahnya.
Sedangkan al-Burhan saat diwawancarai Al Jazeera, mengatakan, tidak ada pihak yang dapat mereka ajak bernegosiasi sekarang.
“Partai ini (RSF) bersumpah untuk melenyapkan tentara Sudan dan pemerintahan Sudan, dan sekarang mencuri rumah orang Sudan, dan ini tidak menandakan bahwa ini adalah partai yang memulihkan keabadian Sudan,” ungkapnya.
Hemedti mengatakan bahwa dia tidak keberatan dengan gencatan senjata selama Idul Fitri, tapi mengklaim bahwa tentara terus menyerang pasukannya meskipun ada gencatan senjata yang seharusnya dipatuhi mulai pukul 16:00 GMT, Rabu malam.(aab/ajz)