lensaterkini.web.id – Tidak bisa dipungkiri kalau tambang emas di Papua memang menjadi incaran beberapa negara. Bagaimana tidak, jumlah emas di sana rupanya paling banyak di dunia, mungkin kalau diuangkan, satu Indonesia bisa sekolah dengan gratis. Namun sayang, sampai sekarang tambang emas itu dikeruk oleh negara lain.
Di balik kekayaan yang belimpah yang dihasilkan, rupanya banyak warga lokal yang mungkin bisa dibilang jadi “korban”. Lantaran hasil yang dibagi oleh perusahaan tambang sangat sedikit,banyak warga lokalnya yang jadi pendulang emas ilegal. Dirangkum dari DW, berikut merupakan polemik di tanah Timika itu.
Perusahaan yang kaya dan rakyat menderita
Jika ditengok dari sumber dayanya, tambang emas di Timika bisa dibilang adalah salah SDA paling kaya di muka bumi ini. Bayangkan saja, tambang Gasberg merupakan sumber emas paling banyak di dunia ini dan juga mengandung cadangan tembaga terbesar ketiga di dunia.
Jadi bukan hal yang aneh kalau setiap bulan per tahun bisa mencapai lebih dari 900 Triliun. Namun sayang hanya sedikit yang didapatkan oleh warga lokal, alhasil mereka harus jadi penambang ilegal untuk mengais sisa-sisa dari keuntungan yang sebagian besar diambil oleh perusahaan besar.
Warga lokal yang masih membutuh kerja
Meskipun kekayaannya dikeruk oleh perusahaan besar, namun demikian hanya sedikit yang didapatkan oleh warga lokal. Bayangkan saja, dari keseluruhan pekerja di tambang, hanya 30 persen yang diberikan oleh jatah warga lokal.
BACA JUGA : 5 Fakta Miris Siswi Jepang Bikin Nafsu Para Pria
Alhasil banyak warga Papua yang harus merantau untuk bekerja, atau malah jadi penambang ilegal. Hingga baru akhir-akhir ini ada sebuah titik terang bagi mereka, ya, para penambang diberikan jarah 50 % jumlah pekerja dari keseluruhan yang ada di sana.
Mengeruk rezeki dari sisa-sisa kekayaan si gunung emas
Tak ayal hampir 200 ribu ton limbah harus dialirkan di areal sungai Aikwa setiap harinya. Dari “Limbah” itulah sebagian mata pencaharian para warga sekitar diperoleh. Dengan mengais “Sisa-sisa” emas, warga sekitar berburu menggunakan ayakan dan alat seadanya hanya untuk mendulang uang.
Tak jarang dari perburuan mereka pada limbah emas itu dalam satu hari sekitar 500 ribu dapat mereka kantongi, namun itu bila beruntung. Namun hal ini pastinya tidak bisa dibandingkan dengan para penambang yang menggunakan alat canggih dalam mengeruk keuntungan yang dalam satu harinya bisa sampai sekitar 10 juta.
Keadaan alam sekitar yang jadi korbannya
Limbah emas mungkin memang menjadi bukit uang bagi sebagian orang, namun sayangnya hal itu juga berupa pedang bermata dua. Ya, beberapa limbah yang mengandung raksa diketahui mencemari bentangan alam sekitar.
Sungai Aikwa yang tiap harinya dialiri oleh emas makin hari makin dangkal dan menyempit. Dasar sungai mulai rusak dan berakibat makin menipisnya populasi ikan di sana. Hal itu pastinya menjadi sebuah masalah sendiri bagi para nelayan di sekitar sungai Aikwa. Belum lagi carut marut hutan yang mungkin juga terkena dampak dari limbah hasil tambang emas.
Simalakama para penambang emas ilegal
Para penambang ini sebenarnya berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Di satu sisi ada upaya pemerintah untuk mengosongkan lahan pertambangan mereka dengan dalih longsor dan keadaan alam yang tidak mendukung. Sedangkan di sisi lain, hanya melalui pendulangan emas ini yang merupakan satu-satunya lahan pencaharian mereka. Alhasil para penambang emas ini keuntungannya dimanfaatkan oleh sebagian orang yang menyulitkan pemerintah dalam penertiban.
Sebenarnya nasib saudara kita para penambang ilegal di Timika juga merupakan tanggung jawab kita bersama. Memang sangat disayangkan kalau sumber daya alam sebesar itu malah dimanfaatkan oleh pihak asing. Bagaimanapun penderitaan warga Papua juga merupakan tangis Indonesia.