Nama Abdul Wahid di cabang olahraga beladiri, karate tanah air, boleh dikatakan mungkin tidak asing lagi. Betapa tidak, dia adalah satu lima wasit karate Indonesia yang memiliki lisensi Internasional World Karate Federation (WKF) untuk nomor kumite dan juga kata.
Tak sampai di sana, pria yang akrab disapa Wahid tersebut, juga memiliki lisensi Asia Karate Federation (AKF) juga untuk nomor kumite dan juga kata. Dan telah memimpin pertandingan internasional di sejumlah Negara seperti Dubai sebanyak dua kali, Uzbekistan satu kali, Khazakstan satu kali, Malaysia dua kali, Thailand satu kali dan Singgapura satu kali.
“Saya menjadi wasit karate ini, karena dorongan dari senior-senior, belakangan saya juga bertemu dengan beberapa tokoh karate dari luar negeri. Itu yang memuat minat saya lebih menjurus ke karate,” ujar penyandang Dan V karateka perguruan Lemkari tersebut.
Bicara soal cabang olahraga karate, anak kedua dari empat bersaudara ini, sudah mengenal olahraga karate sejak usia 14 tahun. Itu dimulai dari atlet, pelatih hingga wasit. Dan untuk bisa menjadi wasit pun tidaklah gampang, melainkan banyak proses yang harus dilalui. Kemudian juga harus ada back ground sebagai pelatih dan sebagainya.
Dan cabor beladiri beda jika dibandingkan dengan cabor lainnya, seperti sepakbola misalnya di mana, kalaupun tidak dari pemain bola juga masih bisa menjadi wasit sepakbola. Namun untuk cabang karate pun ada persyaratannya untuk menjadi seorang wasit, yakni harus memiliki sabuk hitam dan juga harus memiliki lisensi tertentu.
Untuk cabor yang berasal dari Jepang tersebut, pada 2004, dirinya kenal dengan pelatih asing dari Syria, yang sempat dikontrak FORKI Bali untuk melatih tim PON Bali di PON 2004 di Palembang, dan dirinya sebagai penterjemah sekitar 3 bulan. Dari sana, dirinya mendapatkan masukan dan pengenalan awal untuk jadi wasit/juri, ataupun sebagai pengurus karate.
Menariknya, bicara soal jadi wasit karate, sudah digelutinya selama 18 tahun, tepatnya pada 2004 silam. Dan juga sudah banyak suka duka yang dilaluinya. Kalau untuk sukanya, dirinya bisa menikmati jalan-jalan ke luar negeri. Bahkan kalau Indonesia, sudah semua provinsi dikunjunginya.
Terkait pembinaan atlet di luar negeri seperti Negara berkembang, menurutnya hampir sama dengan Indonesia. Namun jika dibandingkan dengan Negara maju, jelas prestasinya sangat berbeda. Terutama soal finansial, karena mereka menganggap hidupnya dari karate. Dan di Indonesia, tanpa adanya bantuan dari pemerintah, olahraganya sulit berkembang.
“Kalau mereka di karate ini professional, sementara di Indonesia belum bisa seperti itu. Seperti dalam hal pebayaran honor pelatih dan sebagainya, belum bisa disetarakan dengan Negara Eropa, Jepang ataupun Amerika Serikat,” ungkap pria berdarah Minang dan Bali tersebut.
Ditanya soal perkembangan cabor karate Indonesia, pria kelahiran Bali, 1973 tersebut juga tidak menampik jika ada satu hingga dua karateka Indonesia yang cukup disegani di tingkat dunia.
Namun yang membuat dirinya merasa prihatin, belum adanya kejelasan nasib atlet setelah mereka pensiun di cabang olahraga.
Dan untuk cabang karate sendiri sudah dipertandingkan di Olimpiade Tokyo pada 2021. Untuk bisa turun di even tertinggi di dunia tersebut, seorang atlet harus memenuhi syarat poin yang telah dikumpulkan di beberapa seri.
Hanya saja, saat itu, wabah pandemi Covid-19 melanda sehingga Indonesia belum bisa menurunkan atletnya pada Olimpiade itu. Padahal ada sekitar dua atlet Indonesia yang poinnya hampir memenuhi syarat.
Pada 2024 nantinya, Olimpiade juga akan digulir di Prancis. Hanya saja karena dikabarkan ada inharmonisasi Federasi Karate Prancis dengan KONI-nya, cabor karate tidak dipertandingkan. Dan kemungkinan pada 2028, cabor karate bakal dipertandingkan di Olimpiade di Amerika Serikat.
“Kalau 2028, berarti semua atlet yang telah disiapkan ini sudah pensiun seperti misalnya karateka asal Bali, Cokorda Istri Agung Sanistyarani. Jadi kita harus memulai lagi dari nol untuk bisa menyiapkan karateka pelapis,” aku wakil sekretaris dewan wasit PB Forki tersebut.
Bicara soal Sumbar, dia juga tidak menampik jika banyak karateka terbaik ranah Minang bahkan, pada PON 2008 lalu, karateka Sumbar seperti Martinel Prihastuti, juga sudah berhasil menyumbangkan emas.
Bahkan dari sejarahnya, pada tahun 1959 ada dua orang minang yang membawa karate Mochtar Ruskan dan Ottoman Noh di mana mereka pada tahun itu mendapatkan bea siswa untuk belajar di Kota Naha, Okinawa, Jepang. Dan juga ada nama lainnya seperti Khairul Taman, Minang Warman, Agustar Idris termasuk di jajaran pengurus PB Forki juga banyak orang Minang. Bahkan ketua dewan wasit PB Forki, Haifendri Putih juga orang Minang, yakni Bukittinggi, tinggal di Jabar.
“Sumbar ini memiliki potensi besar disamping juga memiliki gunung sebagai faktor pendukung, untuk latihan atlet. Karena, untuk membangun mental atlet agar bisa berprestasi internasional, atlet harus dibiasakan dengan udara dingin. Agar saat bertanding di luar negeri mentalnya tidak rapuh,” sebut pengusaha rumah kost dan desain grafis pulau Dewata ini.(zul)