Jika kita hendak ke Pekanbaru, Riau dari Padang atau kota lainnya, tentunya kita melintasi Kecamatan Akabiluru, Kabupaten Limahpuluh Kota. Sepanjang jalan tersebut tarhampar puluhan warga berjualan durian hingga ke batas Kota Payakumbuh.
Jangan heran, jika menemukan deretan mobil parkir di sepanjang jalan nasional Sumbar-Riau ini. Mereka mampir untuk mencicipi durian yang dijual masyarakat setempat. Biasanya masyarakat setempat berjualan durian di pondok-pondok mungil yang mereka buat dari bambu berukuran sekitar 2 meter kali 1 persegi.
Selain itu, ada juga yang berjualan dengan selembar tikar yang ia bentangkan di pinggir jalan. Di kawasan ini terdapat beberapa jenis durian yang mereka jual, mulai dari durian kuciang lalok, durian tembaga dan durian jantuang.
Salah satu pedagang durian di Jorong Kotobaru, Nagari Batuampa, Kecamatan Akabirulu, Fitmawati, 55, menyebutkan, durian ia dapat dari nagari-nagari di Akabirulu. “Yang saya juga ada durian kuciang lalok, durian timbago, serta durian jantuang yang berasal dari petani durian di kawasan Piladang dan Situjuah, Kabupaten Limapuluh Kota,” ujarnya saat ditemui Padang Ekspres di tempat ia berjualan.
Ia mengatakan, jenis durian jantuang dan durian timbago menjadi idola pengujung di lapaknya. “Biasanya, jenis durian jantuang dan durian timbago yang banyak yang tanya oleh pembeli di lapak saya,”katanya.
Fitmawati menjelaskan adapun cara membedakan jenis durian tersebut bisa dilihat bentuk, isi dan warna di dalamnnya. “Durian timbago, biasanya warna isi kuning ke orange, yang tebal serta wangi. Biasanya jenis ini, jarang mengecewakan pembeli,” ungkapnya.
Sedangkan jenis durian kucing lalok, biasanya montok dan hanya diisi dua biji saja per ruangnya. “Durian jenis ini juga tebal, tapi warna beda dengan durian timbago, durian kucing lalok warna dominan berwarna putih dan pendek-pendek, seperti kucing tidur,” ungkapnya.
Untuk jenis durian jantuang, bentuk panjang, di dalam isinya rata-rata cuma satu dalam ruangnnya. “Isinya kecil-kecil tapi panjang di dalamnnya, jadi satu ruang kebanyakan cuma satu, jika dibandingkan durian yang lainnya, lebih enak yang jenis ini,” katanya.
Ia menjelaskan, dalam satu hari Fatmawati bisa menjual 100 durian sehari disaat musim durian. “Saat musim sekitar dua bulan lalu, saya bisa menjual dua garendong dalam satu hari. Satu garendong itu, biasanya berisikan kurang lebih 50 durian,” ujarnya.
Fatmawati mengungkapkan, bahwa pembelinya rata-rata dari Riau. “Dari Riau yang beli banyak dan ada juga dari Sumbar, tapi lebih banyak dari Riau. Sedangkan saya jual mulai dari Rp 25 ribu hingga Rp 50 ribu per butirnya,” ungkapnya.
Salah satu penikmat durian di Piladang asal Riau, Zurwati, 56 mengungkapkan, durian asal Sumbar jauh lebih enak. “Durian Sumbar karena sudah terkenal sudah enak, pokoknya durian Sumbar sip, kalau sudah ke Sumbar pada musim durian pasti singgah di kawasan ini,” ujarnya.
Ia mengungkap, durian Sumbar manis, dan segar-segar,” mungkin baru jatuh dari pohonnya. Jadi durian Sumbar menjadi enak dan segar sekali, jadi lebih enak dari pada durian yang dikampung saya,” katanya.
Sementara itu salah satu petani durian, Jorong Subarang Parik, Kecamatan Akabiluru, Mkdari, 50, menyebutkan, di rumah ada sekitar 16 batang pohon durian. “Di sini ada durian kuciang lalok, durian jantuang dan durian labu. Diantara ketiga durian tersebut, durian jantuang yang paling enak, rasa dan isinya tebal dan wangi,” jelasnya.
Ia mengatakan durian di rumahnya tersebut asli jatuh dari batangnya, bukan durian yang diturunkan. “Satu hari itu, biasanya jatuhnya dalam sehari ada sebanyak 20 hingga 30 butir sehari. Jadi kita ingin menikmati durian segar silakan datang kerumahnnya,” ajaknya. (rid)