Budayawan sekaligus Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon meresmikan patung empat pendiri Republik Indonesia (founding fathers) di taman belakang Cottage Aiaangek, Selasa (15/8). Peresmian patung founding fathers bersamaan dengan momentum peringatan kemerdekaan Indonesia.
Patung empat tokoh pendiri RI terdiri dari Soekarno, Muhammad Hatta, Sutan Syahrir dan Tan Malaka itu dibuat berbahan perunggu. Ke empat patung perunggu itu, menghabiskan waktu satu tahun pembuatannya. Tokoh-tokoh tersebut telah mengorbankan jiwa dan raga untuk bangsa dan negara.
“Sejarah harus selalu diingat. Sejarah yang diwarnai keberagaman, merupakan fondasi kuat saat kita bicara soal revolusi mental. Tidak perlu, kita bicara sebagai seorang yang Pancasila, karena Soekarno saja mengatakan dirinya terus menggali Pancasila,” ucap Fadli Zon.
Fadli Zon mengatakan, kekuatan Indonesia sebagai bangsa yang besar hingga sampai di usia 72 tahun ini adalah keberagaman. Hal ini juga pembelajaran sejarah terbentuknya struktur negara Indonesia oleh empat founding fathers, dengan cara serta pola pemikiran yang berbeda-berbeda.
“Bung Hatta mengundurkan diri sebagai wakil presiden karena tidak sesuai pengangkatan presiden seumur hidup. Kemudian Sutan Syahrir jadi tahanan politik di pemerintahan Soekarno karena ada pertikaian pendapat dan pandangan. Namun hingga akhir hayat, mereka tetap sebagai empat Founding Fathers. Sutan Syahrir dianugerahkan Pahlawan Nasional juga oleh Soekarno,” tutur Fadli.
Terkait istilah pendiri bangsa, Fadli menyebut memiliki pengertian luas. Kelahiran suatu negara dari perjuangan pejuang, yang bisa saja tidak terlibat dalam urusan-urusan teknis. “Keempat tokoh ini, menjadi representasi dari pola dan bentuk perjuangan kemerdekaan di Indonesia. Dan kita patut berbangga, karena tiga dari keempat tokoh itu putra Minang,” ujar kader Partai Gerindra ini.
Istilah pendiri bangsa dikatakannya, banyak merujuk nama-nama yang terlibat dalam penyusunan struktur negara Republik Indonesia. Yakni para anggota Badan Penyidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan perumus naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda 16 Agustus 1945. “Sekali lagi, mengetahui sejarah itu sangat penting. Sebab bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah dan jasa-jasa pahlawannya,” pungkas Fadli. (*)
LOGIN untuk mengomentari.