Terlibat Proyek KTP Elektronik
Dugaan keterlibatan Ketua DPR Setya Novanto dalam korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) kembali menguat di persidangan Andi Agustinus alias Andi Narogong. Itu setelah jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan mantan Sekretaris Fraksi Partai Golkar Ade Komarudin (Akom) di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin (16/10).
Akom membeberkan bahwa dirinya sempat mengingatkan Setnov agar tidak terlibat soal proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun yang dibahas di Komisi II DPR tahun 2010 lalu. Peringatan itu disampaikan seiring polemik e-KTP yang mencuat di media saat proses pengadaan dilaksanakan tahun 2011.
”Saya saat itu kebetulan sekretaris fraksi dan beliau (Setnov) juga bendahara partai. Posisi itu (Setnov) krusial, kalau partai menerima uang tidak halal, partai bisa terlibat,” ujar Akom di hadapan majelis hakim. Untuk diketahui, Akom menjabat Sekretaris Fraksi Partai Golkar rentang waktu 2009-2014. Sedangkan Setnov menjabat ketua fraksi sekaligus bendahara umum Partai Golkar.
Indikasi Setnov bermain dalam proyek e-KTP kala itu membuat Akom khawatir. Saking khawatirnya, dia pun sempat curhat kepada Aburizal Bakrie (Ical) selaku Ketua Umum Partai Golkar saat itu. Dia menceritakan soal hiruk pikuk pemberitaan proyek e-KTP yang berpotensi merusak nama baik partai.
”Saya sampaikan bising di media. Tolong diingatkan Pak Ketua (Ical) agar Pak Novanto tidak terlibat dalam pekerjaan itu karena ada kekhawatiran saya,” ungkap mantan Ketua DPR ini.
Kekhawatiran Akom itu pun mengundang penasaran ketua majelis hakim Jhon Halasan Butarbutar. Jhon menanyakan lebih detail perihal kekhawatiran yang dimaksud Akom. ”Memang berita tentang apa sampai harus mengingatkan (Setnov)?” tanya Jhon.
Hanya, Akom irit memberikan keterangan ketika ditanya soal itu. ”Ya, tolong diingatkan agar tidak terlibat pekerjaan itu,” jawab Akom irit.
Meski tidak menyebutkan secara detail desas desus keterlibatan Setnov dalam proyek e-KTP, Akom memastikan bahwa peringatan itu sudah sampai ke Setnov. Pihaknya pun sering berkoordinasi dengan Setnov sebagai sekretaris dan ketua fraksi Partai Golkar pasca munculnya isu tersebut. ”Pak Novanto mengatakan ’sudah saya sampaikan ke Pak Ical, tidak apa-apa’,” ucap Akom menirukan perkataan Setnov.
Selain memberikan sinyal indikasi keterlibatan Setnov dalam proyek e-KTP, dalam sidang kemarin Akom juga mengungkapkan soal pertemuannya dengan mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman. Pertemuan itu dilakukan di ruangan Akom di DPR. Keterangan itu cenderung baru yang belum pernah terungkap di sidang sebelumnya.
”Beliau (Irman) menyatakan kegelisahannya. ’Saya bekerja baik untuk negara, kok saya disorot-sorot (media)’. Begitu katanya Pak Irman. Kemudian, saya sampaikan ”jangan khawatir Pak Irman, sepanjang sesuai peraturan yang berlaku tidak usah takut, kita akan bersama-sama,” ungkap Akom. Meski demikian, Akom tetap membantah menikmati korupsi e-KTP. ”Alhamdulillah tidak terima,” imbuhnya.
Dalam putusan Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto, Akom disebut mendapatkan USD 100 ribu. Uang itu diserahkan melalui ketua panitia pengadaan e-KTP Drajat Wisnu Setiawan.
Selain Akom, jaksa KPK kemarin juga menghadirkan dua politisi lain. Yakni, mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat Jafar Hapsah dan mantan Wakil Ketua Komisi II DPR Taufik Effendi. Ada pula saksi dari pihak swasta Heldi alias Ipon dan Farhati. Jafar dan Taufik diminta bersaksi terkait indikasi aliran uang ijon e-KTP saat mereka menjabat anggota DPR periode 2009-2014.
Di Pengadilan Tipikor kemarin juga digelar sidang perkara dugaan memberikan keterangan tidak benar dengan terdakwa politikus Partai Hanura Miryam S. Haryani. Dalam sidang itu jaksa KPK sempat membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Novel Baswedan. Dalam BAP itu, Novel membantah adanya tekanan dari penyidik KPK ke Miryam. (*)
LOGIN untuk mengomentari.