JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020 diperkirakan masih melambat karena aktivitas masyarakat belum pulih sepenuhnya seperti kondisi normal. Ekonom Senior dari Universitas Indonesia, Chatib Basri, mengatakan data google mobility menunjukkan bahwa mobilitas dan aktivitas masyarakat sempat naik tajam setelah pembukaan pembatasan sosial, namun tidak berlangsung lama karena pada Juni hingga Agustus kembali flat dan melambat.
“Untuk kuartal III tahun ini mungkin masih terjadi perlambatan,” katanya dalam akun Twitter pribadinya @ChatibBasri, di Jakarta, Senin (31/8).
Mantan Menteri Keuangan itu mengatakan beberapa faktor yang menyebabkan menurunnya kembali aktivitas ekonomi yakni daya beli melemah dan perilaku kelas menengah atas yang berhati-hati karena kesehatan.
Selain itu, perubahan pola konsumsi masyarakat yang saat ini cenderung memilih untuk belanja melalui platform daring serta kewajiban menerapkan protokol kesehatan juga membuat ekonomi tidak bisa beroperasi sepenuhnya.
“Jika ekonomi hanya beroperasi 50 persen maka untuk banyak sektor break even point tak tercapai. Perusahaan bisa survive selama masih bisa bayar biaya variabel seperti gaji tapi tak untung. Perusahaan bisa jadi zoombie companies,” tegas Chatib seperti dikutip Antara.
Sementara itu, ketersediaan vaksin Covid-19 turut menjadi faktor pendukung pemulihan karena sebelum ditemukan maka protokol kesehatan harus diterapkan sehingga ekonomi harus beroperasi di bawah 100 persen.
“Dengan kondisi ini maka pemulihan akan berbentuk U bukan V. Karena itu, jika tak ada insentif untuk ekspansi dan meningkatkan investasi, ekonomi akan stuck atau pemulihan lambat,” katanya.
Zona Resesi
Secara terpisah, Chief Economist CIMB Niaga, Adrian Panggabean, memastikan perekonomian Indonesia akan memasuki zona resesi pada akhir September karena dipastikan pada kuartal III-2020 ekonomi berkontraksi.
“Berdasarkan data yang kami rilis per 2 Juli 2020, saya estimasi minus 0,2 persen secara tahunan (year on year/ yoy). Tapi dengan melihat data-data terakhir dan kondisi lapangan, kami sedang kalibrasi angkanya, kemungkinan di kisaran minus 1,5 sampai minus 2 persen yoy,” kata Adrian.
Perkiraan tersebut, ujar Adrian, bisa berubah karena masih harus melihat data selama dua hingga tiga minggu pada September 2020. Data yang masuk saat ini baru sekitar 65 persen.
Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Adi Budiarso, dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, mengatakan Jakarta, Senin (31/8), memaparkan tiga strategi agar Indonesia terhindari dari resesi yakni akselerasi eksekusi Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), memperkuat konsumsi pemerintah, dan konsumsi masyarakat.
“Mengoptimalkan peran belanja pemerintah menjadi penting untuk menstimulasi roda ekonomi,” kata Adi. ers/E-9