Saat anak menghadapi proses hukum (Anak Berhadapan dengan Hukum/ABH). Anak mesti mendapat perlindungan khusus terutama dalam sistem peradilan anak, termasuk haknya di bidang kesehatan, pendidikan dan rehabilitasi sosial.
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Provinsi Sumbar sebagai penyelenggara urusan pemerintah di Bidang Perlindungan Anak, melahirkan inovasi program yang diberi nama KOIN PAPA atau Konsolidasi dan Integrasi Penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum.
Kepala Dinas P3AP2KB Provinsi Sumbar, Dra Hj Gemala Ranti MSi didampingi Kabid Perlindungan Hak Perempuan dan Anak Dinas P3AP2KB Sumbar, Rosmadeli SKM. MBiomed mengatakan, inovasi KOIN PAPA ini diharapkan terbangun koordinasi dan integrasi program dalam penanganan ABH di Sumbar.
“Bentuk kegiatan yang sudah kita laksanakan adalah, pertemuan koordinasi secara berkala dengan Tim ABH Sumbar dan juga pemberian reward kepada Tim ABH, karena telah mengantarkan Sumbar meraih penghargaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Award 2022 sebagai provinsi yang memiliki komitmen terhadap upaya penyelenggaraan perlindungan Anak di Indonesia,” ungkap Rosmadeli, Senin (12/9).
Rosmadeli mengatakan, dalam konvensi hak-hak anak (convention on the rights of the child) yang mengatur prinsip perlindungan hukum terhadap anak, berkewajiban untuk memberikan perlindungan khusus terhadap ABH.
Salah satu bentuk perlindungan anak oleh pemerintah diwujudkan melalui sistem peradilan pidana khusus bagi ABH. Sistem peradilan pidana khusus bagi anak tentu memiliki tujuan khusus bagi kepentingan masa depan anak. Di dalamnya terkandung prinsip-prinsip keadilan restoratif (restorative justice).
Setelah diberlakukannya UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) sebagai pengganti UU Nomor 3 Tahun 1997, dapat menjadi solusi yang terbaik dalam penanganan ABH.
UU SPPA mengatur perubahan yang fundamental antara lain digunakannya pendekatan keadilan restoratif melaui sistem diversi. Dalam hal ini diatur mengenai kewajiban para penegak hukum dalam mengupayakan diversi pada seluruh tahapan proses hukum.
Sebagai bentuk komitmen Pemprov Sumbar dalam penanganan ABH telah dibentuk satu Tim Koordinasi Penanganan Anak Beradapan dengan Hukum di Provinsi Sumbar, yang dikukuhkan dengan SK Gubernur Nomor 463-7-2022 tanggal 4 Februari 2022. Tim ini beranggotakan sebanyak 38 orang.
“Dengan adanya tim ini kita berharap koordinasi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan Sistem Peradilan Pidana Anak dapat terlaksana secara terintegrasi, terpadu dan holistik,” harapnya.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerinta Nomor 8 tahun 2017 tentang Tata Cara Pelaksanaan Koordinasi, Pemantauan, Ealuasi dan Pelaporan SPPA.
Dalam melaksanakan kebijakan SPPA di Daerah, Gubernur dan Bupati/Wali Kota berkoordinasi dengan lembaga terkait.
“Kita masih menemui beberapa hambatan dalam pelaksanaan UU SPPA. Berbagai permasalahan yang dihadapi di lapangan terkait pelaksanaan UU ini,” terangnya.
Di antaranya pemahaman aparat penegak hukum dalam penanganan ABH masih bervariasi dan cenderung menggunakan persepsi yang berbeda. Masalah lainnya, belum semua perkara anak diselesaikan menggunakan pendekatan keadilan restoratif demi kepentingan terbaik bagi anak, aparat penegak hukum dan pihak terkait yang terlatih dalam pelatihan terpadu masih terbatas jumlahnya dan sering adanya rotasi.
Juga ada masalah terbatasnya sarana dan prasarana seperti jumlah LPKA, LPAS, LPKS, dan Bapas, belum semua peraturan pelaksanaan UU SPPA diterbitkan/ diselesaikan dan UU SPPA belum dipahami secara komprehensif oleh para pemangku kepentingan dan masyarakat.
“Melalui inovasi KOIN PAPA ini diharapkan permasalahan tersebut dapat diatasi dengan terbangunnya koordinasi dan integrasi program dalam penanganan ABH di Provinsi Sumbar,” harapnya.(*)