PT Semen Indonesia Group (SIG) masih menjadi pemimpin pasar industri semen nasional. Namun, pangsa pasarnya (market share) sejak 2019 hingga tahun ini cenderung turun dari sebelumnya di angka 52 persen dan kini tinggal 48 persen.
Kondisi itu menjadi perhatian Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Gerindra Andre Rosiade dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR dengan jajaran direksi PT Semen Indonesia, Selasa (29/11). Andre menilai pangsa pasar SIG yang terus menurun terjadi akibat kebijakan pemasaran yang salah.
“Padahal ini triwulan terakhir. Logikanya ini waktunya semen banjir-banjirnya order karena projek di mana-mana. Tapi yang terjadi justru market share turun 48%,” kata Andre Rosiade, Rabu (30/11/2022).
Ketua DPD Partai Gerindra Sumbar ini juga menyoroti harga jual semen produksi SIG yang kini jauh lebih mahal dari harga jual kompetitor. Dia mengatakan ada selisih harga Rp 12.000/sak antara semen produksi SIG dengan kompetitornya.
“Jadi harga Semen Indonesia, Semen Padang, Semen Tonasa, Semen Gresik, Rp12.000 lebih mahal dari kompetitor dari China. Kalau dulu, waktu kami dan serikat pekerja bicara predatory pricing, selisihnya hanya Rp3.000 hingga Rp4.000. Tapi sekarang naik, selisih harga Semen Indonesia dengan semen China Rp12.000/sak,” tutur Ketua Harian DPP Ikatan Keluarga Minang (IKM).
Lebih lanjut kata Andre, mahalnya harga semen produksi SIG menyebabkan toko-toko hingga distributor berpaling dari produk SIG. Akibatnya, utilitas pabrik-pabrik SIG seperti Semen Padang, Semen Gresik, hingga Semen Tonasa, hanya 40%. Sementara di waktu bersamaan, utilitas pabrik Solusi Bangun Indonesia (SBI) hampir mencapai 100%.
“Utilitas pabrik Semen Indonesia hanya 40%. Ini ada Dirut Semen Padang bisa dicek, dari lima pabrik Semen Padang hanya Indarung 5 dan 6 yang aktif. Semen Gresik, dari empat pabrik hanya dua yang beroperasi, bahkan pabrik di Rembang itu stop produksi. Semen Tonasa dari empat pabrik yang Bapak miliki, dua diantaranya stop,” ujar Andre.
“Di saat Tonasa, Gresik, Padang mengalami penurunan penjualan besar-besaran dan utilitas pabriknya hanya 40%, utilitas SBI hampir 100%. Menurut saya ini ada kebijakan yang salah dari pemasaran Bapak. Apa mungkin karena dari direktur marketing, VP, SVP, sampai manajer pemasaran ini orang SBI semua. Bahkan pemilihan sales manager di Sumatera orang SBI yang masuk,” sambungnya.
Ketua FORKI Sumatra Barat ini menekankan agar laporan kinerja SIG tidak hanya mentereng di atas kertas tetapi juga harus teruji di lapangan. Dia juga meminta jajaran direksi SIG segera mengevaluasi kebijakan pemasaran agar tidak merugikan banyak pihak.
“Laporan di atas kertas EBITDA-nya bagus tapi pabrik Bapak hanya 40% utilitasnya. Saya minta ini perlu evaluasi menyeluruh. Kalau tidak dievaluasi tentu kami tidak ragu meminta Menteri BUMN Erick Thohir untuk mengevaluasi jajaran pemasaran Semen Indonesia. Saya mewakili Sumatera Barat, saya tidak rela pabrik Semen Padang jadi museum besi tua karena kesalahan kebijakan dan ketidakmampuan manajemen,” imbuh Andre. (*)