MEDAN ( Berita ) : Minimnya perhatian yang diberikan kepada para guru mengaji pada program Maghrib Mengaji, merupakan bukti ketidak pedulian dari anggota DPRD Medan yang beragama Islam.
Warga Kota Medan yang berpenduduk masyoritas muslim, tentu tidak masuk akal jika guru mengaji jumlahnya lebih sedikit dari pada jumlah guru dari agama lainnya. Ketua Gerakan Pemuda (GP) Al-Washliyah Sumut Isma Fadli Pulungan, mengatakan itu kepada Wartawan , Kamis (5/1).
Menurutnya, disamping minimnya perhatian, posisi tawar anggota DPRD Medan yang beragama Islam juga lemah. Hal itu terjadi, menurut Isma Fadli, karena banyaknya kepentingan partai politik dan kepentingan pribadi, serta rasa takut, ataupun sungkan terhadap wali kota, untuk menyuarakan kesejahteraan para guru mengaji.
“Padahal pada momentum-momentum politik tertentu, para guru mengaji ini lebih besar jasanya ketimbang kepala lingkungan (Kepling) maupun guru honor. Tapi masalah kesejahteraan keduanya lebih sering dibicarakan di DPRD ketimbang guru mengaji,” kata Isma.
Dia juga meminta kepada wali kota Medan untuk memberi perhatian lebih terhadap peningkatan kualitas pembangunan spiritual masyarakat. Menurutnya, pembangunan spiritual masyarakat merupakan salah satu tolak ukur dari majunya kualitas masyarakat.
“Bagaimana kita mau mendorong masyarakat untuk bersikap baik, sopan, dan teratur, sementara sikap-sikap baik tersebut terbentuk dari berbagai kegiataan keagamaan yang saat ini perhatiannya selalu dikesampingkan,” katanya.
Sebatas retorika
Di tempat terpisah, Ketua Pemuda Muhammadiyah Sumut M. Basir Hasibuan, mengatakan selama ini keberpihakan anggota dewan kepada umat Islam masih sebatas retorika demi tujuan politik semata.
Padahal keberpihakan tersebut sangat diharapkan. Menurutnya, hal tersebut tentu tidak terlepas dari adanya proses bagi-bagi ‘kue’ diinternal partai, yang pada akhirnya pemikiran anggota dewan tersebut terkooptasi pada sebuah bagian-bagian yang didapatkan, dan menjadi lupa dengan umat.
Menurut Basir Hasibuan, anggota dewan beragama Islam di DPRD Medan merupakan anggota dewan yang keji, sadis namun amatir.“ Bayangkan saja, untuk taraf panitia khusus (Pansus) Ranperda produk makanan halal dan higienis saja, yang menjadi ketuanya bukan beragama Islam.
Inikan luar biasa,’’ katanya. Keanehan lainnya, lajut Basir, ialah dengan jumlah penduduk Kota Medan yang mayoritas muslim, apa mungkin jumlah guru sekolah minggu lebih besar dari pada guju mengaji ?.
“Inilah bukti bahwa anggota dewan yang beragama Islam itu keji, sadis dan amatir dalam membela kepentingan umat Islam,” katanya .Dia berharap agar umat Islam melek terhadap politik dan memperhatikan langsung bagaimana para perwakilan-perwakilan rakyat memperjuangkan nilai-nilai Islam, yang selama ini kerap menjadi jualan politiknya para politikus Islam tersebut.(WSP/crds/C)