BANDUNG – Munculnya gagasan antikritik yang marak muncul di ruang publik, baik itu di media sosial, media massa, mimbar akademik juga mimbar umum, merupakan sebuah preseden buruk bagi berkembangnya ilmu pengetahuan. Hal ini karena sesungguhnya kritik merupakan sebuah syarat yang mutlak dibutuhkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Hal itu disampaikan filosuf perempuan, Karlina Supelli, dalam kuliah terbuka bertema “Ancaman terhadap Ilmu Pengetahuan” di Universitas Katolik Parahyangan Bandung yang digagas Gerakan Indonesia Kita (GITA) bekerja sama dengan Qureta, Rumpun Indonesia, pekan lalu. Karlina mengatakan ilmu pengetahuan terancam mati jika tidak ada pagar yang memilah pernyataan ilmiah.
Ilmuwan tidak lagi dapat menjelaskan informasi yang dihimpunnya selain mengatakan bahwa semua itu adalah hasil campur tangan kekuatan yang tidak dapat ia deskripsikan. “Kepercayaan tidak dapat menggantikan penalaran ilmiah. Kepercayaan tidak dapat membuat prediksi tentang gejala-gejala di dunia.
Kepercayaan dapat membuat ramalan dan nubuat, tetapi kesahihannya juga didapat dari kepercayaan,” kata Karlina. Dikatakannya pula, perkembangan ilmu pengetahuan tentu saja melibatkan kepercayaan- kepercayaan individual. Akan tetapi, syarat keberterimaan suatu teori mengacu ke kesesuaiannya di tataran empiris dan logis.
“Empiris berarti ada kesesuaian antara pernyataan dan fakta; logis berarti pernyataan-pernyataannya koheren,” katanya. Karlina juga menjelaskan tentang bagaimana seorang ilmuwan melacak kausalitas. “Tidak bisa lain, kecuali melalui eksperimen berulang-ulang dengan hasil yang ajek, disertai pemahaman yang mendalam tentang kriteria kausalitas yang spektrumnya cukup lebar,” katanya.
Seorang ilmuwan, menurutnya, tidak berhenti pada pencarian hukum-hukum empiris. Mereka ingin menemukan aspek realitas yang tidak berubah dan untuk itu diperlukan bangunan imajinatif yang lebih luas daripada kawasan tempat gejala empiris teramati. Ia menyebut beberapa jenis sebab yang biasanya digunakan dalam sebuah pencarian ilmiah, yakni sebab niscaya, sebab cukup, sebab komponen cukup, dan sebab yang bersifat mentah. “Kerancuan memahami nuansa dalam spektrum itu tidak jarang menghasilkan penarikan kesimpulan yang keliru,” katanya. yok/E-3