JAKARTA. – Pemerintah Indonesia diminta mengantisipasi kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald John Trump, yang ingin segera menurunkan pajak industri dengan langkah cepat dan terapi kejutan (shock therapy) pada birokrasi yang masih saja lambat. Berbagai kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah selama ini dinilai belum cukup ampuh mendorong investasi.
Dan, sekarang pemerintah mesti menghadapi tantangan yang bertambah lagi, seiring naiknya Trump yang memiliki slogan America First. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM, Eko Suwardi, mengatakan, dengan berbagai proyek infrastruktur, pemerintah sebenarnya sudah berusaha keras untuk menarik investasi langsung.
Namun sayangnya, ekonomi global tidak cukup baik. Meski indeks bursa saham menguat belakangan ini, hal itu tidak berpengaruh banyak pada sektor riil. “Maka kalau Amerika menurunkan pajak, industri di sana bergairah.
Ini akan berbahaya bagi pasar modal, investasi langsung, dan tekanan pada rupiah. Jawabannya memang klasik, birokrasi, karena pasar kita sebenarnya kuat, tapi negara masih lemah dalam mengatur pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam,” papar Eko ketika dihubungi, Senin (13/2). Reforma birokrasi, menurut Eko, dibutuhkan segera untuk memberikan sinyal baik pada industri.
“Cepat, cepat, cepat, akan bisa mendorong pergerakan industri. Selama birokrasi lambat, sulit diharapkan industri bisa cepat berputar. Saya fokus pada ekonomi pajak, dan intinya agar penerimaan pajak besar bukan pada tarifnya besar tapi ekonomi berputar lebih cepat dan lebih besar,” ujar dia.
Ketidakpastian Signifikan
Sementara itu, Wakil Ketua bank sentral AS (The Fed), Stanley Fischer, mengatakan ada ketidakpastian signifikan tentang kebijakan fiskal AS di bawah pemerintahan Trump.
Meski demikian, The Fed akan berusaha memenuhi target menciptakan kesempatan kerja penuh dan menjaga inflasi 2 persen. Berbicara pada Konferensi Ekonomi Warwick di Coventry, Inggris, akhir pekan lalu, Fischer juga menilai regulasi keuangan Dodd-Frank tidak akan dicabut secara keseluruhan. Ia berharap persyaratan modal untuk bank tidak akan dikurangi secara signifikan.
“Ada ketidakpastian yang cukup signifikan tentang apa yang sebenarnya akan terjadi, saya tidak berpikir siapa pun mengetahuinya. Ini adalah proses yang melibatkan kedua pemerintahan dan Kongres dalam memutuskan kebijakan fiskal,” kata Fischer.
“Saat ini, kita akan konsisten sesuai dengan apa yang kita anggap sebagai tanggung jawab kita, sesuai dengan hukum, yang mempertahankan kesempatan kerja penuh dan menjaga tingkat inflasi 2 persen,” lanjut dia.
Fischer menambahkan regulasi perbankan Dodd-Frank tidak akan dicabut, meskipun mungkin ada beberapa penyesuaian. Menurut Fischer, mengurangi kebutuhan modal secara signifikan akan mengurangi keamanan sistem.
“Saya tentu berharap itu tidak akan terjadi.” Regulasi keuangan Dodd- Frank disahkan pada 2010 setelah krisis keuangan 2008/2009, dan termasuk undang-undang yang mewajibkan bank untuk mempertahankan tingkat modal yang lebih tinggi. YK/SB/Rtr/WP