Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah X-A Sumatera Barat (Sumbar) menolak Rancangan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).
Pasalnya, RUU Sisdiknas diinilai tidak berpihak kepada guru, dosen dan perguruan tinggi swasta (PTS). Pernyataan itu disampaikan Ketua APTISI Wilayah X-A Sumbar, Hendri Nofrianto kepada wartawan di Kampus ITP, Kamis (22/9).
Ia menjelaskan, saat rapat APTISI di Bali ada sejumlah tuntutan yang disampaikan kepada pemerintah. Yakni menolak RUU Sisdiknas. Sebab, RUU Sisdiknas tersebut sangat mencederai harkat guru dan dosen. “Dalam RUU Sisdiknas itu, guru dan dosen dijadikan sebagai pekerja,” kata Hendri Nofrianto.
Kemudian, untuk penerimaan mahasiswa baru di PTN khusus mandiri diharapkan bisa proporsional. “Kami berharap PTN juga mempertimbangkan PTS, karena PTS juga mitra,” sebut Rektor ITP ini.
Selanjutnya, soal Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang mengalami penurunan. “Harapan kami di APTISI itu agar KIP berpihak kepada PTS,” bebernya.
Lalu menyangkut akreditasi yang dialihkan ke Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi (LAM-PT). Jika sebelumnya biaya akreditasi di bawah tanggung jawab pemerintah dan gratis, sekarang akreditasi melalui LAM-PT harus membayar.
“Sekarang, kalau akan ikut akreditasi harus membayar sebesar Rp 53 juta untuk 1 prodi. Bagi perguruan tinggi yang punya kemampuan finansial baik, tentu tidak jadi masalah, namun akan beda bagi PTS yang minim finansial. Apakah mampu melakukan akreditasi melalui LAM-PT? Saya jawab tidak,” bebernya.
Selanjutnya, tuntutan APTISI adalah menghapuskan ujian kompetensi. Yang banyak kena imbasnya adalah perguruan tinggi kesehatan. “Sebelum mereka diwisuda harus uji kompetisi dulu, sementara uji kompetensi itu di luar tanggung jawab akademik. Dan akademik hanya sampai keluar ijazah setelah yudisium,” tuturnya.
Terakhir tuntutan APTISI adalah menurunkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi karena kebijakannya dinilai tidak berpihak kepada PTS.
“Rencananya kita akan turun ke Istana Presiden pada 27-29 September nanti. Karena sebelumnya, Ketua Umum APTISI Pusat sudah menyurati pak Mendikbud Ristek sebanyak 4 kali, tapi tidak pernah direspon untuk audiensi. Dan juga telah menyurati pak Presiden, tetap tidak ada respon. Pihak yang merespon adalah DPR RI Komisi X. Dalam audiensi itu, disampaikan RUU Sisdiknas tidak dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Tapi keinginan kami, bertemu pak Presiden dan pak Menteri,” tuturnya.
Ia menambahkan, tuntutan ini menyangkut kepentingan orang banyak, yakni kepentingan 4.500 PTS yang ada di Indonesia. “Jadi kami berharap pemerintah membina PTS ini. Jika tidak, akhirnya PTS bisa mati sendiri,” harapnya. (eri)