Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017–2022 sudah dilantik. Dua komisioner lama, yakni Arif Budiman dan Hasyim Asy’ari, kembali masuk ke Imam Bonjol, kantor KPU. Sisanya adalah muka baru.
Para komisioner pemilihan telah melakukan rapat pleno pertama, memilih Ketua KPU. Arief Budiman terpilih jadi ketua KPU yang baru. Seperti diketahui, penyelenggara pemilu yang baru dihadapkan pada agenda besar pesta demokrasi di Indonesia. Salah satunya adalah mempersiapkan tahapan pilkada serentak pada 2018.
Agenda paling penting setelah itu adalah mempersiapkan pemilihan nasional serentak yang akan digelar pada 2019. Ini pemilihan nasional serentak pertama kali dalam sejarah ketika pemilu legislatif akan digabungkan satu waktu dengan pemilihan presiden.
Untuk mengupas bagaimana persiapan kerja KPU yang baru, wartawan Koran Jakarta, Agus Supriyatna berkesempatan mewawancarai Ketua KPU, Arief Budiman, di Jakarta, baru-baru ini. Berikut petikan selengkapnya.
Anda terpilih menjadi Ketua KPU yang baru. Anda memang mencalonkan diri jadi ketua?
Seluruh komisioner KPU tidak ada yang mencalonkan diri sebagai ketua. Kami diskusikan siapa yang cocok dengan kriteria pemimpin yang dibutuhkan. Hanya itu.
Seorang Ketua KPU di mata Anda itu harus bagaimana?
Ini kan hanya dibutuhkan seorang manajer untuk mengatur pembagian kerja, menjembatani hubungan dengan para pihak. Saya dipercaya menjadi koordinator dalam melaksanakan pekerjaan itu.
Pemilihan Ketua KPU kabarnya alot. Benarkah?
Enggak alot karena kami membahas pekerjaan yang banyak saja tadi. Kalau pemilihannya singkat saja. Pokoknya cepatlah, enggak berdebat panjang. Semua orang menyampaikan pandangannya. Sosok ketua seperti apa yang dibutuhkan KPU untuk menyelenggarakan proses pemilu lima tahun ke depan.
Persoalan apa yang paling mendesak untuk dikerjakan?
Ada jangka pendek, menegah, dan panjang. Saat ini, kami akan selesaikan residu perjalanan Pilkada 2017. Kan masih ada yang harus diselesaikan. Saat ini, kami fokus di jangka pendek sambil jangka panjangnya dipersiapkan.
Konsolidasi internal bagaimana?
Dalam waktu dekat, kami menjadwal rapat pimpinan, komisioner, sekjen, kepala biro. Kami akan ketemu dalam satu forum untuk membicarakan pekerjaan. Selain itu juga untuk membangun tim building yang kuat.
Kalau konsolidasi eksternal?
Kami nanti akan lakukan pertemuan dengan stakeholder terkait kepemiluan, seperti dengan DPR, pemerintah, dan Kementerian Keuangan.
Bagaimana perasaan Anda jadi orang nomor satu di KPU?
Saya tidak pernah meminta jabatan. Dalam pertemuan itu pun ketika ditanya siapa yag bersedia, enggak ada yang jawab. Makanya, kami uraikan kebutuhan kami apa, siapa yang paling cocok di sana. Ketika sudah diputuskan, dia enggak boleh menolak. Di antara semua enggak ada yang berebut.
DPR pernah mengatakan KPU kemarin itu bandel. Nah, Anda kan salah satu petahana. Tanggapan Anda atas penilaian DPR?
Berbeda pendapat biasa. Pada akhirnya semua bisa dibicarakan. Rasanya DPR enggak pernah menilai kami bandel. Ya, berbeda pendapat itu kan biasa ya. Namanya dinamika politik. Pada akhirnya, semua bisa dibicarakan, bisa didiskusikan, diselesaikan.
Boleh diceritakan bagaimana mekanisme pemilihan Ketua KPU?
Tahap pertama, kami akan mencapai proses pemilihan dengan cara musyawarah mufakat. Kalau itu sudah tercapai, berarti itu sudah selesai. Tapi, kalau toh, misalnya, dengan metode itu tidak bisa tercapai, ada metode kedua sebetulnya sama dengan musyawarah mufakat. Cuma tidak disampaikan secara lisan, tapi disampaikan secara tertulis, melalui apa? Melalui tulisan siapa yang dikehendaki untuk dipilih.
Ini metode baru pemilihan?
Enggak. Sama. Metode pilihan sama, struktur pembagian kerjanya, polanya masih sama.
Dalam pemilihan dimungkinkan voting?
Ya, voting dari komisioner saja. Karena UU kan menyebutkan pemilihan ketua itu dari dan oleh anggota. Jadi, anggota saja yang punya suara. Tapi dalam proses itu, ada sekretaris jenderal, dia notulensi, dia mencatat, tapi dia tidak punya hak suara.
Sepertinya KPU sekarang akan kerja ngebut?
Ya, dalam pleno dibahas tentang apa-apa saja yang sudah dekat, misalnya tentang ada beberapa undangan dari sejumlah provinsi, kabupaten atau kota. Kemudian, membahas permasalahan-permasalahan di kabupaten dan kota.
Pandangan Anda soal netralitas penyelenggara pemilu?
Kalau soal kenetralan, sudah jadi visi misi kami bersama. KPU yang sekarang akan menegakkan independensi organisasi kami dan juga tentu saja membuat penyelenggaraan pemilu jadi profesional. Tentu saja juga kami menciptakan teman-teman yang integritasnya tidak perlu diragukanlah.
Soal masih adanya pemungutan suara ulang di beberapa daerah itu bagaimana?
Saya sudah berangkat ke Papua bersama Pak Hasyim. Itu terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan KPU melakukan supervisi rekap ulang untuk Kabupaten Intan Jaya sekaligus berkoordinasi dengan temanteman di Papua.
Terkait putusan MK untuk pemungutan suara ulang, pertama di Lani Jaya, kedua Tolikara, ketiga Puncak Jaya, dan juga ada rekapitulasi tertunda di Panwas Kabupaten Jayapura untuk melakukan rekap. Selebihnya, kami ingin memastikan bagaimana teman-teman mempersiapkan pemungutan suara ulang di daerah tadi.
Kami ingin memastikan persiapannya bagaimana, apakah sudah siap. Menurut teman-teman Papua, untuk pemungutan suara ulang Tolikara dilakukan pada 16 Mei. Kalau untuk Puncak Jaya, itu 6 Juni rencananya. Nah, sementara rekap di Jayapura yang terhambat karena ada rekomendasi pemungutan suara ulang di sekian distrik oleh Panwas Kabupaten Jayapura, mereka sedang berkoordinasi mengenai anggaran.
Berapa jumlah anggarannya?
Kalau tidak salah lima miliar rupiah. Itu untuk Kabupaten Jayapura saja ya. Jadi, jangan samakan Kabupaten Jayapura dengan Kota Jayapura. Sebab, ada satu kecamatan/ distrik yang harus datang dengan helikopter. Ini persoalan dan sedang dinegosiasikan apakah pemda bersedia membiayai itu. Kalau mengacu pada peraturan maka biaya pilkada itu menggunakan APBD. Tidak bisa menggunakan APBN. Itu yang sedang dinegosiasikan.
Pemungutan suara ulang itu kan kalau merujuk aturan, ada masa batas waktunya. Itu bagaimana?
Iya, 60 hari setelah diputus MK. Ditentukan tadi.
Kalau anggarannya molor, misalnya tak juga dicairkan itu bagaimana?
Oh bukan. Kalau KPU Jayapura tidak berdasarkan putusan MK, tapi dia karena putusan Panwas untuk melakukan pemungutan suara ulang atau pemungutan suara ulang di beberapa distrik, yang lain baru berdasarkan putusan MK.
Memang kondisi di Papua berbeda sama kita. Ada perlawanan penyelenggara pemilu di tingkat bawah. Agak sulit, jadi kami koordinasinya sama provinsi terus. Dengan kabupaten atau kota sangat berat. Ini tantangan ke depanlah.
Soal tahapan pemilu nasional yang akan digelar serentak dimulai kapan?
Kami lagi siapkan PKPU-nya (Peraturan Komisi Pemilihan Umum-red)
Ada berapa PKPU yang akan direvisi?
Ada PKPU soal Pilkada 2018, sementara kita fokus di situ.
Di luar itu?
Ya, sama persiapan memberi masukan kepada DPR terkait UU Penyelenggaraan Pemilu untuk pemilihan legislatif dan pemilihan presiden. Kemarin kami ketemu. Nah, kami diberikan kesempatan berkoordinasi dengan pemerintah dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) untuk menentukan berapa bulan tahapan yang diinginkan dan sepakati.
Jadi, berdasarkan hitungan KPU, kapan tahapan penyelenggaraan Pemilu 2019 dimulai?
Hitungan kami berdasarkan kemarin itu, 20 sampai 22 bulan. Tapi, pemerintah membuat 16 sampai 18 bulan. Nah, ini kita akan duduk bersama lagi, akan dilaporkan itu pada Pansus. Karena kan sudah putus April.
Kemarin, Anda juga memantau pemungutan suara di Pilkada Jakarta. Mungkin ada catatancatatan?
Saya dan Pak Ilham (Ilham Saputra, anggota KPU) kan kebetulan TPS-nya berbeda yang dikunjungi. Tapi, tiga TPS pertama dan dua TPS terakhir yang kami kunjungi relatif semua berjalan sesuai ketentuan. Urusan logistik, urusan personel, itu sudah beres semua. Jadi, so far so good.
Soal kekurangan surat suara karena ada sejumlah TPS yang kekurangan surat suara. Itu bagaimana?
Memang sebelum jam 11 ada laporan, tapi terakhir dilaporkan semua sudah bisa diberikan penjelasannya. Jadi sudah bisa, tidak ada masalah.
Partisipasi pemilih di DKI Jakarta, menurut Anda, meningkat atau menurun?
Mungkin di atas 70 persen.
Kalau pengajuan sengketa bagaimana?
Kalau sengketa, kami sudah melatih, sudah ingatkan ke temanteman KPU semuanya, bagaimana soal simpan dokumen. Kalau ada yang mengajukan sengketa, kami tentu sudah mengingatkan temanteman KPU. Kami sudah melatih mereka bagaimana menyimpan dokumen, termasuk cara memasukkan ke dalam kotak-kotak itu sehingga misalnya ada sengketa, mahkamah memerintahkan cek soal pemilih, kotaknya sudah ada, cek soal berita acara perhitungan, kotaknya sudah ada tersendiri. Jadi, itu sudah disimpan dan ditata sesuai dengan kebutuhan. Jadi, akan lebih mudah bagi kami menyediakan itu. Berikutnya, kami minta kepada mereka agar dokumen itu diisi dengan benar dan hati-hati. Jangan sampai ada kesalahan karena dokumen-dokumen itulah yang akan dijadikan alat bukti apabila terjadi sengketa.
`Di dalam undang-undang itu sudah jelas diatur perannya masingmasing. Kalau partai politik menjalankan fungsi pendidikan politik. Kalau KPU menjalankan fungsi sosialisasi yang berlaku kepada siapa pun. Kalau pendidikan politik targetnya memberikan pendidikan politik kepada konstituennya masing- masing. Jadi, peran itu sudah diatur dalam undang-undang.
Yang jelas, KPU selalu menyosialisasikan bukan hanya produk dan peraturannya kepada partai politik, supaya ketika mereka melakukan pendidikan politik, itu isinya benar dan sesuai regulasi. Tapi, dalam proses pembuatan peraturan pun KPU mengundang partai untuk membicarakan dan mendiskusikan sampai kemudian memberi kesimpulan catatan atas PKPU yang kita buat.
N-3