Bila bicara di mass media, kalimatnya kencang, keras dan tidak Tedeng aling-aling. Ia tak pernah takut memberikan kritik. Namun, bila ada orang yang mengaku membutuhkan bantuan, kegarangan yang acapkali ia perlihatkan, berganti iba. Tak jarang ia segera turun tangan.
Namanya Aryos Nivada, jebolan strata magister politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta. Sehari-hari–semenjak pertama kali muncul di media The Globe Journal– ia dikenal sebagai pengamat politik dan keamanan Aceh. Ia juga seorang periset yang kini aktif di Jaringan Survey Inisiatif (JSI), sebuah lembaga survey profesional yang berbasis di ibukota Aceh.
Lalu, apa yang menarik dari seorang Aryos yang kelahiran Aceh Tamiang itu? Menurut rekan-rekannya, Ari–begitu ia akrab dipanggil– adalah pekerja keras. “Ia pembelajar yang tangguh serta pekerja yang ulet, maka tidak heran bila di usianya yang masih muda, dirinya sudah mampu menjadi orang penting di Aceh. Walau banyak cibiran yang ditujukan kepadanya oleh kalangan proh cakra di warung kopi, Aryos tetap sosok yang berkelas,” ujar seorang teman yang menolak dituliskan namanya.
Hasil penelusuran aceHTrend, apa yang disampaikan oleh kolega Aryos, bukan isapan jempol belaka. Waktu dan karya sudah membuktikan. Ia juga sangat produktif menulis buku, membuat analisis politik dan hukum, serta hadir di mana saja dalam rangka survey dan riset.
Aryos terlibat dalam ragam aktivitas politik dan election (pemilu) bahkan survey-survey yang ia buat menjadi rujukan bagi para pelaku politik.
***
Bagi kalangan media, Aryos merupakan sosok yang bisa diakses oleh wartawan manapun. Ia tetap low profile. Bahkan wartawan yang masih belajar wawancara pun tetap ia layani. “Tak perlu membedakan teman-teman media. Saya menjadi seperti ini pun karena peran media,” ujar Aryos kepada aceHTrend, 22 Juli 2017.
Ada sisi lain yang menarik dari Aryos, walau sering terlihat ceplas ceplos saat menyampaikan pendapat, tapi ia segera melow bila berhadapan dengan situasi yang membutuhkan kepekaan sosial. Tak jarang Aryos mau “merepotkan” membantu mengurangi beban orang lain. Caranya tentu beragam, tergantung intervensi yang dibutuhkan. Dari sengketa politik, hukum, uang kuliah, hingga perihal ketiadaan susu anak teman, pernah ditekel oleh Aryos. Fakta itu bukan pengakuan dari mulut Aryos, tapi pengamatan aceHTrend yang dilakukan sudah sejak lama.
Hal menarik lainnya, Aryos sangat mudah akrab dengan anak-anak. Ia segera merogoh koceknya, hanya untuk memberikan uang jajan bagi anak-anak yang ia jumpai.
Saat ditanyakan, mengapa sangat mudah ia berbagi dengan siapapun, dengan wajah malu-malu Aryos menjawab “Rezeki itu milik Allah. Apa yang sudah saya miliki, saya yakini, diberikan oleh Ilahi berkat doa-doa dari sahabat sekalian. Saya sering dibantu sama orang lain, dan kebaikan itu tidak boleh berhenti di saya, saya harus mentransfernya kepada orang lain. Islam mengajarkan demikian,” ujar Aryos.[]