Menindaklanjuti aksi unjuk rasa yang digaungkan pedagang beberapa hari lalu, Pemko Bukittinggi mengambil langkah cepat dengan mensosialisasikan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 03 Tahun 2022, tentang Pengelolaan Pasar Rakyat. Sosialisasi dilaksanakan kepada perwakilan pedagang, di ruang rapat Balai Kota, Kamis (3/11).
Sekretaris Kota Bukittinggi, Martias Wanto menjelaskan, pasar rakyat yang ada di Kota Bukittinggi merupakan fasilitas perdagangan yang dikelola pemerintah daerah berupa toko, kios dan lapak, berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bukittinggi Nomor 22 Tahun 2004 tentang Pengelolaan dan Retribusi Pasar, sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Daerah Kota Bukittinggi Nomor 15 Tahun 2013 tentang Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan.
Perda Pasar Rakyat bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi Pemerintah sebagai pemilik fasilitas maupun bagi masyarakat sebagai pemakai atau penerima manfaat dari fasilitas.
“Perda Pengelolaan Pasar Rakyat sudah dihantarkan sejak 2019. Pembahasan memang cukup alot hingga tiga tahun, karena banyak tarik ulur poin-poin yang masuk dalam perda tersebut. Banyak aturan perundang-undangan yang mengatur dan melatarbelakangi pasal demi pasal yang ada dalam Perda Nomor 3 Tahun 2022 ini. Perda 03 Tahun 2022 ini, terdiri dari 46 pasal dan disahkan pada 10 Oktober 2022,” ungkap Martias Wanto.
Sekko melanjutkan, bagi pemerintah, apa yang dikeluhkan pedagang tidak bisa diakomodir, karena melanggar aturan perundang-undangan yang ada. Terutama menjadikan surat izin pemakaian toko atau kios (kartu kuning) sebagai agunan.
“Dalam proses awal hingga akhir, kami Pemko tidak dapat berjalan sendiri untuk menyusun pasal demi pasal,” ujarnya didampingi Asisten I, Asisten II, Kepala Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan, serta Kepala Bagian Hukum Setdako Bukittinggi.
Haji Dean, perwakilan pedagang menyampaikan, apapun kehendak pedagang belum terealisasi dalam perda ini. Ada pasal-pasal yang tidak berpihak pada pedagang. “Tentunya pedagang minta perda ini direvisi,” ungkapnya.
Dalam sosialisasi ini, memang lahir diskusi yang alot, khususnya pada pasal 15. Pemko membuka ruang untuk berdiskusi secara lebih lanjut dengan membentuk tim, termasuk menghadirkan pihak-pihak yang berkompeten, seminar dan upaya lainnya, agar lahir kesepahaman antara pemko dan pedagang.
Diberitakan sebelumnya, segenap pedagang di Kota Jam Gadang berunjuk rasa ke gedung DPRD Bukittinggi Selasa (1/10).
Perwakilan pedagang Pasar Atas, Pasar Bawah dan Pasar Aur Kuning, yang tergabung dalam Solidaritas Pedagang Pasar Bukittinggi itu menolak Perda Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Pasar Rakyat, yang baru saja disahkan baru-baru ini.
Pedagang menilai, perda yang telah ditetapkan dan diundangkan dalam lembaran daerah, terdapat beberapa pasal dan muatan materinya yang dinilai sangat merugikan, memberatkan, dan merampas hak dari pedagang. Salah satunya adalah muatan materi Pasal 15 ayat 4.
“Aksi penolakan kami lakukan karena ada perda yang kami nilai akan merampas hak-hak pedagang. Kami merasa terzalimi, merasa tertindas terhadap perda yang baru dilahirkan itu. Tuntutan kami, cabut kembali perda tersebut,” kata salah seorang salah koordinator Solidaritas Pedagang Pasar Bukittinggi, Ivan Haykel.
Usai menyampaikan orasi, 20 orang perwakilan dari pedagang Pasar Atas, 20 orang perwakilan Pedagang Pasar Bawah, dan 20 orang perwakilan Pedagang Aurkuning, diminta oleh anggota DPRD untuk melakukan audiensi di dalam ruang sidang DPRD.
Dalam audiensi yang dilakukan, Young Happy mewakili pedagang menyampaikan, perda yang dilahirkan menurutnya bertentangan dengan undang-undang, karena tidak melindungi hak-hak masyarakat. Banyak muatan materi dan pasal-pasal yang dinilai merugikan pedagang.
Ia melihat, aturan yang dibuat dalam perda harusnya mengacu kepada undang-undang retribusi. Tapi kenyataannya dalam perda itu, mereka campurkan antara retribusi dengan pemanfaatan. Contoh, pedagang yang tidak membayar retribusi, maka toko mereka akan disegel. Begitu juga masalah denda yang diatur dalam perda tersebut.
Kemudian, muatan materi Pasal 15 ayat 4, mengatur setiap orang atau badan yang memanfaatkan pasar rakyat dalam bentuk sewa atau retribusi, sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dilarang mengalihkan, menyewakan, atau mengagunkan kepada pihak lain.
“Kami melihat perda ini malah menghabiskan hak-hak pedagang. Intinya, perda ini tidak sesuai dengan aturan yang ada, karena aturan yang dibuat bercampur aduk. Jadi kami minta untuk menyesuaikan perda ini dengan undang-undang yang ada. Jangan sampai bertentangan dan menghilangkan hak pedagang,” kata Young Happy.
Anggota DPRD Kota Bukittinggi yang juga selaku Ketua Pansus Perda Pengelolaan Pasar Rakyat, Edison Katik Basa menyampaikan, dari awal rancangan peraturan daerah (ranperda) ini dibahas untuk dijadikan peraturan daerah (perda), DPRD bersama pemerintah daerah tidak ingin ada cacat hukum dalam pembahasannya. Apalagi untuk menzalimi hak-hak pedagang.
Sebab, untuk mematangkan ranperda yang dibahas tidak hanya antara pansus DPRD bersama pemerintah daerah, tapi juga dilakukan konsultasi ke Kanwil Kemenkum HAM Sumbar, Kementerian yang ada di Jakarta, serta kunjungan ke daerah lain untuk mencari referensi dan perbandingan terhadap perda yang akan dihasilkan.
“Tolong jangan anggap saya dan kawan kawan di DPRD menzalimi, karena yang mengetahui dan yang berhak untuk menentukan orang itu zalim atau tidak adalah Allah SWT. Menurut saya, yang tidak boleh salah dan dipersalahkan itu adalah Al Quran. Tapi kalau pikiran saya, pikiran anggota DPRD, dan pikiran pemerintah daerah salah, itu wajar karena manusia tidak luput dari kesalahan,” ujar Edison.
Politisi Golkar ini menyebutkan, DPRD dan pemko telah melakukan pengesahan terhadap Perda ini. Setelah nomor registernya keluar, ternyata mendapat sanggahan dan aspirasi dari para pedagang. Beberapa muatan materi dan pasal dalam Perda, diminta pedagang untuk dipertimbangkan kembali.
Di antaranya adalah pedagang meminta supaya diberikan hak untuk mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kios ataupun toko yang mereka tempati sekarang. Mereka juga minta untuk mengkaji ulang terkait dengan aturan tentang sanksi administrasi terhadap para pedagang.
“Terkait hal ini, kami dari lembaga DPRD meminta kepada pedagang untuk dapat menyampaikan secara terulis tentang apa saja yang menurut mereka perlu kami perjuangkan kembali. Karena dengan tertulis itulah menjadi dasar yang kuat bagi kami di DPRD untuk melakukan koordinasi dan komunikasi kembali dengan pemerintah daerah,” ucapnya.
Ketua DPRD Bukittinggi, Beny Yusrial mengatakan, terkait adanya beberapa poin materi perda yang dinilai merugikan pedagang, maka DPRD Kota Bukittinggi akan mengkaji ulang kembali terhadap perda yang telah disahkan itu.
“Kami juga meminta kepada pedagang untuk membuat surat tertulis kepada DPRD terhadap poin-poin mana saja di dalam perda itu yang dinilai merugikan pedagang. Kita harapkan solusi yang diberikan bisa menyelesaikan masalah yang ada,” ujar Beny.
Wali Kota Bukittinggi diwakili Asisten II Setdako, Rismal Hadi menyampaikan, pemerintah daerah akan membahas kembali terhadap pasal-pasal yang menjadi keberatan pedagang. Ia juga meminta kepada pedagang untuk menyampaikan poin-poin mana saja yang dianggap merasa dizalimi, dan merasa dirugikan.
“Kalau tidak putus pembahasannya oleh pemerintah, kami akan berkonsultasi kembali, baik itu ke provinsi, Kemenkum HAM, ataupun ke kementerian lainnya,” ujar Rismal. (ryp)