Oleh: Turiman, SH (Anggota Tim Hukum Komite Aksi Penyelamat Lingkungan)
Setiap tanggal 20 Mei rakyat Indonesia khususnya kaum muda secara serentak dan penuh suka cita memperingati Hari Kebangkitan Nasional sebagai bentuk penghormatan atas bangkitnya kesadaran dan rasa patriotisme dalam perjuangan pembebasan nasional melawan penindasan dan penghisapan kolonialisme belanda. Manifetasi dari kesadaran dan rasa patriotisme tersebut ditandai dengan lahirnya organisasi kaum intelektual pertama yang diberi nama Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908.
Meski pada awalnya Boedi Oetomo bersifat etnosentis, namun pada perkembangannya gerakan yang dimotori kaum muda ini mampu menginspirasi lahirnya berbagai organisasi dan partai politik yang memiliki perspektif politik serta semangat yang lebih maju seperti Sarekat Islam (berdiri tahun 1911 dengan nama awal Sarekat Dagang Islam), Indische Partij 1912, Indische Sociaal Democratische Vereniging (ISDV) 1914, Partai Nasional Indonesia (PNI) 1927 dan Perhimpunan Indonesia (PI) 1916.
Fase ini menjadi torehan sejarah yang gemilang dalam perjuangan pembebasan nasional, dimana perjuangan yang dilakukan pemuda dan organisasi yang dibentuk tidak lagi didasarkan pada adanya perbedaan Bangsa, Suku, Agama, Ras, Adat-istiadat ataupun golongan, namun didasarkan pada adanya persoalan yang sama yakni penindasan dan penghisapan kolonialisme belanda terhadap rakyat Indonesia sehingga melahirkan kesadaran kolektif bahwa kontradiksi pokok rakyat Indonesia bukan dengan mereka yang beragama lain, bukan dengan mereka yang memiliki adat istiadat yang berbeda tetapi dengan mereka yang menjajah, menindas dan menghisap rakyat. Hal inilah yang mendorong lahirnya rasa patriotisme dan semangat persatuan dalam diri pemuda dan rakyat Indonesia secara umum.
Ketepatan dalam memetakan kontradiksi dan menentukan garis perjuangan pada fase kebangkitan nasional terbukti mampu mengantarkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat yang ditandai dengan dibacakannya prokamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Lima puluh tiga (53) tahun paska kemerdekaan, semangat kebangkitan nasional kembali menginspirasi gerakan Pemuda-Mahasiswa dalam melakukan perjuangan Reformasi melawan penindasan dan fasisme Rezim Soeharto. Ditengah deideologisasi, depolitisasi dan deorganisasi ala Orba, suara-suara kritis dan protes terus meluas dan bak gelombang salju gerakan mahasiswa semakin membesar, yang awalnya hanya dibatasi melakukan aksi-aksi di dalam kampus, akhirnya mampu melakukan aksi-aksi keluar kampus, yang awalnya hanya tingkat kota, akhirnya menjadi sebuah gerakan nasional dengan isu yang sama yakni “anti Soeharto”. Setelah melalui perjuangan panjang penuh darah, akhirnya pada 21 Mei 1998 rezim Soeharto mampu ditumbangkan oleh gerakan mahasiswa.
Pelajaran berharga yang dapat kita petik dari dua peristiwa sejarah Kebangkitan Nasional dan Gerakan Reformasi adalah; pertama, Gerakan yang memiliki cita-cita merubah keadaan bangsa dan rakyat haruslah memiliki perspektif perjuangan yang didasarkan pada persoalan konkrit rakyat agar mampu memetakan dengan tepat kontradiksi pokok rakyat yang pada akhirnya melahirkan kesadaran kolektif serta semangat persatuan, kedua, rasa patriotisme dapat menjadi bahan bakar yang mampu mengobarkan semangat pembebasan nasional atas penindasan dan penghisapan, ketiga, untuk mencapai tujuan perjuang rakyat memerlukan sebuah organisasi skala nasional sebagai sekolah sekaligus badan perjuangan bagi massa.
Kini 113 tahun pasca kebangkitan nasional lahir, semangat dan pandangan umum atas Hari Kebangkitan nasional kian luntur. Pemuda Indonesia seakan tidak mampu mengasimilasi pelajaran berharga dari makna kebangkitan nasional. Ditengah terpuruk dan terbelakangnya kehidupan social, ekonomi politik dan kebudayaan rakyat saat ini, gerakan yang dilakukan dan organisasi yang dibentuk pemuda mengalami degradasi dan disorientasi secara politik dan organisasi. Gerakan pemuda saat ini secara politik didominasi gerakan yang berlandaskan Suku, Agama, Ras, Adat-istiadat dan kepentingan golongan tertentu sehingga cenderung mengarah pada sikap intoleran antar Suku, Agama, Ras, Adat-istiadat serta golongan rakyat lainnya yang mengancam rasa patriotism dan semangat persatuan terlebih ditengah labilnya pemahaman demokrasi dan heterogenitas Indonesia.
Pemuda dan rakyat Indonesia sudah saatnya lebih jujur dan berani melakukan evaluasi terhadap perspektif dan orientasi perjuangan dengan menyandarkan sepenuhnya pada karakter dan kondisi masyarakat Indonesia sebagai landasan ide dan gagasan politik kebangkitan kesadaran kolektif.
Mari menjadikan momentum hari kebangkitan nasional dan Reformasi menjadi hari kebangkitan gerakan nasional.
Satu pikiran, satu tindakan dan satu tujuan dan menanglah….#