» Buah lokal sudah bersaing dari pascapanen hingga masuk ke supermarket.
» Permendag banyak yang merugikan pemasok bahan baku dalam negeri.
JAKARTA – Ajakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menggunakan produk lokal semestinya ditindaklanjuti dengan menghambat masuknya barang-barang impor ke dalam negeri yang menyebabkan konsumen lebih memilih produk dari luar negeri. Di sisi lain, produk dalam negeri yang kualitasnya kalah bersaing dengan barang impor perlu sentuhan teknologi agar memiliki nilai tambah.
Pengamat Ekonomi Bhima Yudisthira, yang diminta pendapatnya mengatakan perlindungan terhadap produksi lokal selama ini sangat lemah. Sebab itu, pandemi Covid-19 ini menjadi momentum yang tepat mengurangi impor baik barang konsumsi, bahan baku maupun barang modal.
“Saat ini, waktu yang tepat untuk memperkuat kedaulatan ekonomi, memperkuat pertanian termasuk produksi buah-buahan lokal dengan meningkatkan daya saingnya,” kata Bhima.
Untuk barang konsumsi seperti buah-buahan, papar Bhima, sudah kalah bersaing dengan impor dari hulu hingga hilir atau sejak dipanen hingga ke jaringan supermarket-supermarket dan peritel modern. Buah impor dari Thailand dan Tiongkok bisa tahan berhari-hari karena packaging teknologi cukup tinggi, sedangkan buah lokal hanya bisa bertahan beberapa hari. “Kita harus perbaiki di sisi itu,” ungkap Bhima, di Jakarta, Minggu (23/8).
Untuk menanggulangi buah-buahan impor tersebut masuk sebagai kompetitor, mesti dengan cara strategis yakni pengenaan hambatan nontarif agar tidak digugat oleh negara mitra dagang ke organisasi perdagangan dunia WTO.
Hambatan nontarif itu berupa kewajiban sertifikasi khusus atau ada uji terkait dengan Covid-19.
Hal lain yang perlu dibenahi, kata Bhima, menyangkut daya saing logistik yang menyebabkan jeruk mandarin lebih murah harganya dibanding jeruk medan dan pontianak di pasaran Jakarta.
“Infrastruktur pendukung konektivitas harus ditingkatkan agar biaya logistik yang masih 24 persen dari produk domestik bruto (PDB) bisa turun,” katanya.
Sedangkan untuk bahan baku beberapa sektor industri, seperti otomotif, elektronik, dan jasa konstruksi masalahnya karena tidak ada jaringan antara pemasok bahan baku lokal dengan industri.
Dia mencontohkan bahan baku tekstil bahan masih banyak dipasok dari impor, padahal dalam negeri ada, tetapi tidak tersambung dengan industri. Pemerintah semestinya bisa memfasilitasi dengan mewajibkan manufaktur menyerap bahan baku lokal terlebih dahulu baru impor, jika pasokan belum cukup.
Regulasi Merugikan
Selama ini, tambah Bhima, banyak regulasi terutama Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang merugikan pemasok bahan baku dari dalam negeri, sebut saja besi dan baja. Proyek infrastruktur yang masif ternyata tidak dibarengi pertumbuhan konsumsi besi dan baja domestik. Bahkan, beberapa tahun Krakatau Steel mengalami kerugian di tengah masifnya proyek infrastruktur.
Kondisi tersebut karena ketidakberdayaan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian mewajibkan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang lebih tinggi bagi proyek strategis nasional, seperti bandara, jalan, dan pelabuhan.
“Aturan ini yang harus ditegaskan supaya substitusi impor bisa berjalan optimal dengan memberi perlakukan yang fair ke produsen bahan baku dalam negeri. Idealnya, lelang-lelang pengadaan barang dan jasa pemerintah juga harus diperketat pengadaan bahan baku lokalnya,” kata Bhima.
Sementara itu, Kemenperin baru fokus menjalankan strategi pencapaian target substitusi impor hingga 35 persen pada tahun 2022 sebagai langkah pemulihan ekonomi nasional. Guna mewujudkan sasaran tersebut, antara lain melalui peningkatan investasi baru, implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0, serta optimalisasi program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).
“Pandemi Covid-19 membuat kita menyadari perlunya pendalaman struktur industri, sehingga perlu upaya tepat mengatasi kebergantungan impor,” kata Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita.
Jajarannya telah memetakan sektor-sektor yang perlu dipacu dalam target substitusi impor tersebut, di antaranya industri mesin, kimia, logam, elektronik, dan kendaraan bermotor. ers/E-9