in

Belajar pada Verifikasi Partai 2014

Pendaftaran, penelitian administrasi dan verifikasi partai politik peserta Pemilu 2019 sudah diumumkan KPU. Pengurus partai politik yang akan ikut menjadi peserta pemilu bisa mendaftarkan partainya tanggal 3 hingga 16 Oktober 2017. Pendaftaran dilakukan pengurus DPP partai politik ke KPU RI.

Setelah pendaftaran seluruh partai diterima, KPU akan melakukan verifikasi pada 17 Oktober 2017 hingga 18 Februari 2018. Yakni, verifikasi administrasi dan verifikasi faktual.

Berdasarkan Pasal 173 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, partai politik yang telah lulus verifikasi tidak diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai partai politik peserta pemilu.

Artinya partai yang telah lulus verifikasi  atau partai yang sudah mengikuti pemilu periode sebelumnya (2014) tidak perlu lagi dilakukan verifikasi faktual, tapi hanya verifikasi administrasi. Verifikasi faktual hanya dilakukan terhadap partai baru atau partai yang baru akan mengikuti pemilu pertama 2019.

Lain halnya jika uji materi yang diajukan oleh beberapa partai baru dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK), maka seluruh partai politik harus dilakukan verifikasi faktual. Sama halnya dengan Pemilu 2014, seluruh partai diverifikasi faktual sebelum pemilu setelah keluarnya putusan di MK.

Pasal 177 UU Nomor 7 Tahun 2017, dokumen persyaratan yang harus diserahkan saat pendaftaran yakni, berita negara Republik Indonesia yang menyatakan bahwa partai politik tersebut terdaftar sebagai badan hukum, keputusan pengurus pusat partai politik tentang pengurus, surat keterangan dari pengurus pusat partai politik tentang kantor dan alamat tetap pengurus tingkat pusat, pengurus tingkat provinsi, dan pengurus tingkat kabupaten/kota.

Selanjutnya, surat keterangan dari pengurus pusat partai politik tentang penyertaan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% sesuai peraturan perundang-undangan, surat keterangan tentang pendaftaran nama, lambang, dan/atau tanda gambar partai politik dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, bukti keanggotaan partai politik paling sedikit 1.000 orang atau 1/1.000 dari jumlah penduduk pada setiap kabupaten/kota, bukti kepemilikan nomor rekening atas nama partai politik, dan salinan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai politik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengalaman verifikasi partai politik pada pemilu sebelumnya, terdapat banyak masalah. Banyak masyarakat yang tertera di kartu anggota partai (KTA) mengatakan bahwa mereka tidak pernah menyerahkan KTP kepada pengurus partai. Ada juga yang mengatakan KTP mereka dicaplok. Kemudian pengurus partai ada yang mendapatkan KTP warga lewat kantor lurah, pengurus RT, di tempat fotokopi, dan lain sebagainya.

Ada juga ditemukan kantor partai politik tingkat kabupaten yang lokasinya berada di batas kabupaten dengan kabupaten yang lain. Sekitar sebulan kemudian didapati kantor tersebut tidak ada lagi. Informasi dari pemilik rumah, ternyata pengurus partai politik hanya meminjam rumah tersebut saat verifikasi oleh KPU. 

Jangan sampai terulang lagi kasus verifikasi peserta Pemilu 2014. Ada beberapa partai digagalkan KPU menjadi peserta pemilu karena tidak memenuhi syarat.

Seperti ditulis Khairul Fahmi dalam bukunya berjudul “Pemilihan Umum dalam Transisi Demokrasi” bahwa syarat keterwakilan perempuan dalam kepengurusan provinsi dan kabupaten/kota seperti diatur dalam Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2012, serta syarat kepemilikan anggota tidak terpenuhi. 

Keputusan KPU tersebut akhirnya dimentahkan Bawaslu lewat putusannya 012/SP-2/Set.Bawaslu/I/2013 dengan mengabulkan permohonan PKPI. Bawaslu beralasan bahwa syarat keterwakilan 30% perempuan sebagaimana diatur UU Nomor 8 Tahun 2012 hanya untuk kepengurusan partai di tingkat pusat, tidak untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Meski demikian, sebenarnya secara formal terhadap peraturan KPU berlaku asas praesumtio iustae causa, di mana peraturan ini harus dianggap sah sepanjang belum ada putusan pengadilan yang mengarahkannya. Namun, Bawaslu tidak berpedoman pada asas tersebut.

Kemudian soal syarat keanggotaan, Bawaslu menilai KPU tidak bekerja secara profesional. KPU kabupaten/kota juga dituntut memahami permasalahan geografis yang membuat anggotanya tidak bisa menghadirkan anggotanya sesuai jadwal verifikasi.
Menurut Khairul Fahmi, sebenarnya penilaian Bawaslu di atas mengandung unsur kontradiksi. Di satu sisi Bawaslu mengakui PKPI tidak mampu menghadirkan anggota karena alasan geografis, sehingga tidak memenuhi syarat. Di sisi lain, Bawaslu justru menjadikan alasan geografis sebagai dasar mengabulkan permohonan PKPI.

Meski akhirnya PKPI diikutkan sebagai peserta Pemilu 2014, tapi jalan penyelesaian perkara yang ditempuh membutuhkan waktu panjang dan sangat menguras tenaga, baik pengurus PKPI maupun KPU. 

Gara-gara adanya persoalan tersebut, beberapa kali pihak partai dan KPU harus bolak-balik ke persidangan. Belum lagi biaya yang ditimbulkan. Bisa jadi karena masalah itu pula PKPI tidak bisa memenuhi parliamentary threshold (PT) 3,5% dari total suara sah seluruh peserta pemilu. Mereka tidak bisa diikutkan dalam pembagian kursi di DPR.

Komunikasi yang optimal perlu dibangun antara KPU dengan partai politik agar terjadi kesepahaman yang utuh terhadap aturan dan perundang-undangan. 

Pengembalian berkas saat pendaftaran, masyarakat pemilik KTA tidak ditemukan saat verifikasi faktual dan hal lainnya diharapkan tidak terjadi. Oleh karena itu, seluruh partai yang mendaftar ke KPU untuk ikut Pemilu 2019 harus lebih serius dan memahami regulasi secara utuh dalam memenuhi syarat pendaftaran.

Masyarakat yang tidak punya KTP elektronik atau surat keterangan, sebaiknya tidak usah dibuatkan kartu anggota. Syarat KTP elektronik/surat keterangan tidak bisa digantikan dengan kartu keluarga (KK), paspor, SIM dan lainnya. 

Untuk memastikannya, KPU kabupaten/kota nanti akan melakukan verifikasi factual terhadap dugaan keanggotaan ganda dan keanggotaan tidak memenuhi syarat. Petugas akan mendatangi nama-nama yang telah memenuhi syarat penelitian administrasi untuk dilakukan verifikasi faktual. Apabila yang bersangkutan tidak dapat menunjukkan KTA dan KTP elektronik asli, maka dinyatakan tidak memenuhi syarat keanggotaan partai.

Kalau yang bersangkutan menyatakan sebagai anggota partai politik lain dan bukan anggota partai politik tertentu, keanggotaanya dinyatakan tidak memenuhi syarat dan dicoret dari daftar anggota partai tertentu tersebut.

Jika ini yang terjadi hingga rentang waktu verifikasi habis dan partai tidak bisa memperbaiki, syarat keanggotaan kurang, maka sesuai aturan dan undang-undang partai tersebut harus digagalkan.

Oleh karena itu, pendidikan politik sangat penting dilakukan partai kepada masyarakat dalam rekrutmen anggota partai. Partai harus memberikan informasi dan penjelasan visi, misi dan program/kegiatannya sehingga mereka dengan sadar dan rela menjadi anggota partai. 

Sebagai anggota, mereka juga harus berani mempertanggungjawabkan keanggotaannya sehingga partainya lolos verifikasi faktual. Selanjutnya, keterwakilan perempuan berdasarkan Pasal 173 ayat (2) huruf e UU Nomor 7 Tahun 2017 menjelaskan bahwa syarat keterwakilan perempuan hanya untuk kepengurusan pusat. Namun, dalam penjelasan Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2017, unsur keterwakilan 30% perempuan di kepengurusan partai tingkat provinsi dan kabupaten/kota adalah ketentuan mutlak, tidak dapat diwakilkan unsur lainnya.

Sosialisasi, koordinasi dan pemahaman yang utuh terhadap aturan perundang-undangan menjadi pembelajaran penting verifikasi partai peserta Pemilu 2019. Untuk amannya, partai harus memenuhi semua persyaratan dengan baik, salah satunya unsur keterwakilan perempuan mulai dari tingkat pusat hingga kabupaten/kota, serta validitas KTA. Hal ini harus dilakukan agar kasus seperti saat verifikasi partai pada Pemilu 2014 tidak terulang lagi. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by Julliana Elora

QS. Al Baqarah: 14

Turki Ingin Rajut Kembali Hubungan Dengan Aceh