in

Belanja Negara Lebih Menyasar Kelompok Rentan Miskin

» Konsumsi diharapkan mampu meminimalisir ancaman resesi ekonomi.

» Kebanyakan usaha mikro belum memenuhi syarat bank (unbankable).

JAKARTA – Upaya mengoptimalkan belanja pemerintah di tengah pandemi Covid-19 diyakini mampu menekan angka kemiskinan yang meningkat ta­hun ini sekaligus sebagai stimulus agar terhindar dari ancaman resesi ekonomi.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Nathan Kacaribu, mengatakan Covid-9 menyebabkan peningkatan tiga hingga lima juta penduduk miskin baru.

“Poin besarnya bukan hanya pertum­buhan mengarah ke minus 1 atau 1,5 persen, 0,5 persen, tapi bagaimana kita menekan jumlah pengangguran dan ke­miskinan. Maka pengeluaran pemerin­tah kita targetkan ke kelompok rentan,” kata Febrio dalam diskusi daring di Ja­karta, Rabu (19/8).

Mengutip data Badan Pusat Statis­tik (BPS), Covid-19 telah menyebabkan angka kemiskinan Maret 2020 melon­jak ke level 9,78 persen, atau meningkat 0,56 persen dari posisi September 2019 dan 0,37 persen dari posisi Maret 2019.

Dilihat dari nominalnya, angka pen­duduk miskin pada Maret 2020 mening­kat 1,63 juta orang menjadi 26,42 juta orang terhadap September 2019 atau tertinggi sejak Maret 2015.

Dengan penyediaan bantalan mela­lui percepatan realisasi belanja yang ter­masuk dalam program pemulihan eko­nomi hingga 2021, dia berharap mampu menjaga kualitas hidup masyarakat mis­kin.

Lebih lanjut, Febrio menjelaskan bahwa tekanan kontraksi ekonomi jelas masih ada, dan peluang pertumbuhan negatif sangat besar.

“Makanya penekanan government spending bagaimana bisa fokus untuk menjaga masyarakat penghasilan ren­dah mendapatkan buffer,” kata Febrio.

Untuk mengantisipasi ancaman rese­si ekonomi, strategi pemerintah, papar Febrio, adalah memperkuat konsumsi pada triwulan III dan IV melalui opti­malisasi belanja. Akselerasi program pemulihan ekonomi nasional (PEN) te­rus didorong melalui percepatan penya­luran dan ketepatan sasaran dari ban­tuan sosial.

“Mempercepat pelaksanaan regulasi dan revisi Daftar Isian Pelaksanaan Ang­garan (DIPA) pada program baru dalam PEN, terutama yang tidak didukung data valid agar belanja existing bisa diimple­mentasikan,” ungkap Febrio.

Penguatan konsumsi masyarakat di­lakukan dengan memodifikasi belanja perlindungan sosial berupa penam­bahan besaran bantuan, dan frekuensi penyalurannya.

Di sisi lain, belanja pemerintah yang ada sebelumnya, namun masih sulit dieksekusi direalokasi ke pos belanja lain yang diikuti dengan relaksasi peng­adaan barang dan jasa.

Tingkatkan Stimulus

Ekonom Centre of Reform on Eco­nomics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, yang diminta komentarnya me­ngatakan untuk mengentaskan kemis­kinan perlu ruang untuk meningkatkan stimulus.

“Dari stimulus yang digelontorkan sejauh ini masih ada ruang untuk di­tingkatkan khususnya untuk menekan angka kemiskinan,” kata Yusuf.

Misalnya, subsidi gaji kepada ke­lompok pekerja yang dirasionalisasi, bu­kan hanya pada kelompok yang masih bekerja. “Kelompok yang sudah tidak bekerja inilah yang sebenarnya berpo­tensi besar akan masuk ke kategori mis­kin jika pendapatannya benar-benar ha­bis,” paparnya.

Dia mengakui pemerintah sudah me­nyalurkan stimulus melalui kredit tanpa bunga dan kartu prakerja, tetapi syarat­nya masih rumit dan butuh waktu ka­rena calon penerima harus mengikuti pelatihan dulu.

Sedangkan kredit ke Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) banyak disalurkan melalui bank, sementara ba­nyak UMKM khususnya usaha mikro masih unbankable.

“Usaha mikro erat hubungannya de­ngan penduduk miskin karena gampang menyerap tenaga kerja,” katanya.

Dengan demikian, sangat tepat me­nyasar ke usaha mikro karena sejalan dengan upaya pemerintah untuk mene­kan angka kemiskinan. n uyo/E-9

What do you think?

Written by Julliana Elora

Jokowi: January 2021 Mulai Vaksinasi, Kita Akan Kembali Seperti Semula

Taiwan Berambisi sebagai Pusat Keuangan di Asia