Berdasarkan amanah dari Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) telah dibentuk Komite TPPU yang mempunyai tugas mengoordinasikan penanganan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, termasuk Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT).
Komite TPPU beranggotakan Pimpinan dari 16 (enam belas) Kementerian dan Lembaga (K/L), termasuk Menko Polhukam dan Menko Perekonomian sebagai Ketua dan Wakil Ketua Komite TPPU, serta dibantu oleh Kepala PPATK selaku Sekretaris Komite TPPU.
Komite TPPU juga berperan menjaga integritas dan stabilitas sistem perekonomian dan sistem keuangan di Indonesia. Pasalnya, dengan semakin beragamnya tindak pidana ekonomi yang memanfaatkan atau menyalahgunakan sektor jasa keuangan untuk menyembunyikan atau menyamarkan hasil tindak pidana, khususnya tindak pidana korupsi, akan dapat mengancam integritas serta stabilitas sistem perekonomian dan keuangan di Indonesia.
Output utama dari Komite TPPU adalah penetapan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (Stranas TPPU dan TPPT). Dalam kurun waktu 2012 sampai 2020, Komite TPPU telah menetapkan 3 (tiga) Stranas TPPU dan TPPT.
Adapun yang terakhir adalah Stranas TPPU dan TPPT Periode 2020-2024 yang memfokuskan pada 5 (lima) strategi, yaitu:
1. Meningkatkan kemampuan sektor privat untuk mendeteksi indikasi atau potensi TPPU, TPPT dan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal dengan memperhatikan penilaian risiko;
2. Meningkatkan upaya pencegahan terjadinya TPPU dan TPPT dengan memperhatikan penilaian risiko;
3. Meningkatan efektivitas pemberantasan TPPU dan TPPT dengan memperhatikan penilaian risiko;
4. Mengoptimalkan asset recovery dengan memperhatikan penilaian risiko;
5. Meningkatkan efektivitas targeted financial sanction dalam rangka mendisrupsi aktivitas terorisme, teroris, organisasi teroris, dan aktivitas proliferasi senjata pemusnah massal.
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mendukung penuh terhadap penguatan dan optimalisasi rezim anti-pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APU PPT) melalui kebijakan strategis yang memudahkan semua stakeholder, dengan menetapkan berbagai peraturan di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang memberikan sambutan mewakili Komite TPPU menjelaskan bahwa Pertemuan Koordinasi Tahunan Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan TPPT Tahun 2021 ini bernilai sangat strategis, mengingat saat ini Indonesia masih menghadapi pandemi COVID-19, dan menjalankan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), yang memerlukan kesungguhan dan biaya yang sangat besar, serta kontribusi dari segenap komponen bangsa.
Dalam pertemuan yang juga dihadiri Presiden Jokowi secara virtual tersebut, Airlangga juga memaparkan bahwa TPPU (menurut laporan Financial Action Task Force/FATF) dapat terjadi dalam varian berbeda, yang melibatkan pemalsuan alat-alat kesehatan (counterfeiting medical goods), kejahatan dunia maya (cybercrime), penipuan investasi (investment fraud), penipuan yang berkedok kegiatan sosial (charity fraud), termasuk penyalahgunaan dalam stimulus ekonomi (abuse of economic stimulus measures).
“Penuntasan proses mutual evaluation dalam rangka keanggotaan penuh Indonesia dalam FATF, maupun upaya membangun sistem untuk mencegah terjadinya penyimpangan di berbagai sektor, perlu menjadi perhatian kita bersama,” ujar Airlangga, dikutip dari laman ekon.go.id, Jumat (15/01/2021).
Selain itu, concern FATF untuk saat ini juga menyangkut beberapa hal, yaitu (1) Perubahan kebiasaan dalam pola transaksi keuangan masyarakat luas melalui internet (online) akibat pembatasan pergerakan sosial, penutupan kantor-kantor bank & perusahaan; serta (2) Bertambahnya volatilitas keuangan dan kontraksi ekonomi, terutama disebabkan oleh hilangnya jutaan lapangan pekerjaan, penutupan ribuan perusahaan, dan dimulainya resesi dan krisis ekonomi global.
“Terkait mitigasi risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme yang disebabkan dampak COVID-19, kami mengimbau kepada Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP), yang terkait APU PPT, untuk memperkuat penerapan pengawasan berbasis risiko, sebagaimana dipersyaratkan dalam standar internasional yang tertuang dalam FATF’s 40 Recommendations,” ujar Menko Perekonomian.
Kemudian, Airlangga juga memohon dukungan dari Presiden Jokowi untuk penetapan 2 (dua) RUU yang dapat memperkuat rezim APU PPT, yaitu RUU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal dan RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana, supaya dapat menjadi RUU Prioritas pada 2021 ini.
Diharapkan ke depannya, Komite TPPU dapat turut serta dalam upaya pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi COVID-19 dengan ikut mengawal dan memonitor Program PEN agar tidak disalahgunakan. Sinergitas dari sisi pencegahan dan pemberantasan telah diupayakan oleh Komite TPPU, salah satunya melalui pelibatan sektor privat dengan membentuk INTRACNET pada akhir 2020. INTRACNET diharapkan dapat lebih mengoptimalkan rezim APU PPT dalam menjaga integritas serta stabilitas sistem perekonomian dan keuangan di Indonesia. (HUMAS KEMENKO EKON/UN)