in

BI dan Pemerintah Terus Berkomitmen untuk Koordinasi

Pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) menyepakati sejumlah langkah strategis untuk menjaga inflasi 2017 agar tetap berada dalam kisaran 4 persen ± 1 persen dan penetapan sasaran inflasi tahun 2019–2021.

Kesepakatan tersebut dicapai dalam rapat koordinasi antar pimpinan lembaga dan kementerian yang tergabung dalam Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) yang diselenggarakan pada 25 Januari 2017 di Jakarta. Untuk mengetahui strategi BI mengendalikan inflasi, berikut penjelasan Gubernur BI, Agus DW Martowardojo.

Bagaimana langkah BI mengendalikan inflasi pada 2017?

Sebelumnya, perlu diketahui bahwa inflasi year on year pada tahun 2016 tercatat sebesar 3,02 persen, terendah sejak tahun 2010. Rendahnya inflasi di tahun 2016 terutama disebabkan inflasi inti yang tercatat terendah sejak tahun 1997, rendahnya inflasi harga yang diatur Pemerintah (administered prices), serta terkendalinya inflasi komponen harga pangan yang bergejolak (volatile food).

Pencapaian tersebut tidak terlepas dari dukungan koordinasi yang baik antara Pemerintah dan Bank Indonesia baik di tingkat pusat maupun daerah. Untuk tahun 2017, Pemerintah dan Bank Indonesia akan menjaga menjaga agar inflasi 2017 berada di 4 persen, terutama yang kita jaga adalah volatile food 4-5 persen. Kalau harga pangan bisa ditekan 4–5 persen, kita optimis inflasi bisa 3–5 persen.

Bagaimana dengan target inflasi jangka panjang?

Sedangkan untuk target jangka panjang sampai 2021 tidak sampai 4 persen. Pada 2018 dan 2019, inflasi semoga bisa turun ke level 3,5 ± 1 persen. Untuk tahun 2020 dan 2021 diharapkan 3 ± 1 persen. Sasaran inflasi yang lebih rendah tersebut ditetapkan dengan mempertimbangkan prospek dan daya saing perekonomian.

Penetapan sasaran inflasi ini bertujuan untuk terus mengarahkan ekspektasi inflasi pada tingkat yang rendah dan stabil. Karena itu, Pemerintah dan BI terus berkomitmen untuk terus memperkuat koordinasi. Hal itu terutama dalam hal penentuan besaran dan timing kebijakan energi, pengendalian dampak lanjutan (second round effect) dan penguatan kebijakan pangan untuk menekan inflasi volatile food menjadi 4 hingga 5 persen.

Bagaimana cara Pemerintah dan BI mengantisipasi inflasi yang cukup tinggi?

Kita akan menguatkan logistik pangan di daerah, khususnya infrastruktur untuk penyimpanan komoditas pangan. Kemudian, membangun sistem data lalu lintas barang, terutama pangan. Pemerintah juga kita dorong untuk menggunakan insentif fiskal dengan menstabilkan harga.

Di masyarakat kita minta juga untuk diversifikasi pangan. Misalnya, untuk cabai dan bawang segar kita dorong untuk lebih inovatif dengan menggunakan produk pangan olahan. Kemudian, memperbaiki pola tanam pangan. Kita juga minta agar konversi beberapa jenis subsidi langsung menjadi transfer tunai, misalnya, untuk pupuk dan raskin.

Kemudian, mengendalikan dampak lanjutan dari penyesuaian tarif angkutan umum. Kami akan memperkuat kelembagaan Tim Pengendali Inflasi, dan Kelompok Kerja Nasional (TPID) melalui Perpres Tim Pengendalian Inflasi Nasional. BI dan pemerintah juga akan melakukan sekuensi kebijakan administered prices.

Kami ingin koordinasi pemerintah pusat dan daerah diperkuat dengan menggelar Rakornas VIII TPID pada Juli 2017 nanti. Kami juga berharap, bauran kebijakan BI diperkuat dengan memastikan tetap terjaganya stabilitas makro ekonomi.

Apakah ada tantangan khusus?

Tantangan untuk eksternal adalah harga komoditas global akan naik. Ini yang perlu diwaspadai dan dimitigasi sejak dini. Harga minyak dunia kita prediksi 45 dollas AS per barel, tapi sekarang direvisi jadi 47 dollar AS per barel.

Tantangan domestik lainnya kelanjutan kebijakan reformasi subsidi energi yang lebih tepat sasaran, yaitu berupa penyesuaian harga untuk pelanggan listrik dengan daya 900 VA dan penyesuaian harga BBM (Bahan Bakar Minyak) sesuai dengan kenaikan harga minyak dunia.

Makanya, pemerintah harus mempertimbangkan waktu yang tepat kalau mau menaikan harga bahan bakar minyak. Kalau lagi panen, inflasi rendah, nah itu timing yang baik. Ini supaya tetap terjaga. Karena, kalau harga BBM naik yang akan merespons adalah harga angkutan umum, mulai dalam kota, luar kota hingga tarif taksi. achmad/AR-2

What do you think?

Written by virgo

Patrialis sering diperiksa dewan etik MK

Komunisfobia dan Gangguan Psikologi