Pelaku industri data center berupaya melakukan sertifikasi sendiri. Sertifikasi ini untuk memperkuat bisnis pusat data yang kuat dan berkualitas, disamping menyiasati ongkos sertifikasi oleh lembaga asing yang mahal.
Menurut Frost and Sullivan, nilai pasar pusat data di Indonesia mencapai 58,1 juta dolar AS pada 2015. Diproyeksikan, pada 2022 akan mencapai 482 juta dolar AS, dengan rata-rata pertumbuhan setiap tahun mencapi 30 persen. Prospek bisnis yang cerah memunculkan banyak pemain dan iklim kompetisi pada bisnis data center.
Masing-masing penyedia layanan menawarkan data center dengan level terbaik hingga tier 3 bahkan hingga tier 4 untuk memberikan jaminan anti-down. Yang paling baru adalah kompetisi antara Telkomsigma dan Lintasarta. Masing-masing menawarkan data center kategori Data Center Tier III Construction Facility Certification (TCCF) dengan sertifikasi dari Uptime Institute. Juga memberikan level lebih tinggi dari Tier III Certification of Design Documents (TCDD).
Ketua Idpro Kalamullah Ramli, mengatakan melihat banyaknya pemain data center maka dibentuklah Asosiasi Penyelenggara Data Center Indonesia (IDPRO – Indonesia Data Center Provider Organization) 22 Juni 2016 lalu yang dimotori oleh DCI, Elitery, GTN, Nexcenter, XL, dan Telkomsigma.
Salah satu program dari Idpro adalah membantu dalam proses sertifikasi fasilitas data center, serta menyediakan informasi yang aktual dan terpercaya mengenai kegiatan Idpro dan industri data center di Indonesia melalui website resmi www.idpro.id. Sertifikasi data center ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para anggota dalam mengembangkan kualitas industri data center di Indonesia.
Para pelaku industri data center berupaya melakukan sertifikasi sendiri. Sertifikasi ini untuk memperkuat bisnis pusat data yang kuat dan berkualitas, disamping menyiasati ongkos sertifikasi oleh lembaga asing yang mahal.
“Perlu diketahui, standar layanan data center yang ideal mencakup beberapa hal,” ujar Kalamullah, belum lama ini. Standar pertama, data center harus memiliki lokasi yang strategis, dukungan ketersediaan listrik yang terjamin dan berkelanjutan, suplai air yang terjaga, fasilitas untuk secara langsung menghubungkan data center ke lokasi para pelanggannya, fasilitas keamanan yang mumpuni, serta keamanan dari gangguan bencana alam.
Kedua, penyedia data center harus memenuhi standar teknologi data center terkini yang sudah menggunakan pendekatan teknologi cold containment, efisiensi pemanfaatan tenaga listrik, penggunaan water chiller hingga penyuplai listrik DRUPS (Dynamic Rotary Uninteruptable Power Supply) dan LED yang bebas dari bahan beracun.
Hal ini bertujuan untuk menghemat penggunaan listrik dan menjaga keamanan pasokan daya listrik. Dari sisi keamanan, data center harus diperhatikan dan dijamin oleh penyedia jasa r bagi pelanggannya untuk memberikan rasa aman dan kepercayaan. Keamanan yang harus diperhatikan dimulai dari keamanan lingkungan sekitar data center, bangunan yang digunakan, dan juga keamanan dalam menjaga semua aset yang berada di dalam gedung.
Selain itu, jaminan keamanan secara fisik, penyedia jasa data center juga harus mampu menjaga keamanan non-fisik yang menyangkut teknologi yang digunakan untuk melindungi data-data pelanggan dari risiko peretasan, pencurian, serta infiltrasi virus yang berpotensi mengacaukan sistem operasi.
“Hal terakhir yang menjadi standar ideal layanan data center adalah fasilitas transportasi, fasilitas kesehatan, dan fasilitas infrastruktur kelistrikan yang mumpuni layaknya suplai gas dan BBM,” jelar Kalamullah. Sekjen Idpro Richard Kartawijaya berharap semua penyelanggara layanan data center dapat bergabung dengan Idpro. Dengan bergabung maka asosiasi menjadi semakin kuat yang bisa membuat kualitas sertifikasi menjadi semakin baik dan diakui dunia.
“Kita dapat melakukan sertifikasi maupun standarisasi terhadap data center sendiri, tanpa harus meminjam sertifikasi dari pihak luar. Apalagi sertifikasi dari pihak luar membutuhkan biaya mahal,” jelas dia.
Selain Uptime Institute, pihak asing yang memberikan Enterprise Product Integration Pte Ltd (EPI). Lembaga ini baru saja memberian sertifikasi kepada PT Graha Teknologi Nusantara (GTN) Data Center, berupa sertifikat ANSI/TIA-942:2014 Rated 3 untuk meningkatkan level cloud menjadi tier 3.
Anak usaha PT Multipolar Technology ini memperkuat layanan dalam rangka bersaing dengan data center bertaraf internasional lainnya. “Persyaratan untuk mendapatkan sertifikasi berstandar internasional ternama ANSI/TIA-942 Rated 3 ini, sangat ketat, yang berbeda dari standar lembaga komersial lainnya,” jelas Richard yang juga CEO Graha Teknologi Nusantara (GTN) ini, di Jakarta beberapa waktu lalu.
GTN berhasil meraih sertifikasi berkat pemanfaatan water chilled cooling system yang mampu menghemat konsumsi listrik hingga 15 persen lebih rendah dibandingkan dengan pendingin udara konvensional. Selain kedua teknologi tersebut, GTN Data Center juga memanfaatkan DRUPS (Dynamic Rotary Uninterruptible Power Supply) yang bekerja tanpa menggunakan baterai sehingga menjamin bebas limbah beracun pada pengoperasiannya.
Data Center GTN menempati lahan seluas 15.000 meter persegi di Cikarang, Jawa Barat. GTN Data Center diyakini menjanjikan dan mampu membuka peluang investasi bagi perusahaan-perusahaan multinasional di Indonesia karena memberikan jaminan keamanan tingkat tinggi baik fisik maupun cyber serta konektivitas tanpa hambatan. hay/E-6