”Tanpa listrik, rumah sakit berisiko menjadi kamar mayat.” Pernyataan itu ditegaskan Fabrizio Carboni, direktur regional Komite Internasional Palang Merah (ICRC) untuk Timur Dekat dan Tengah, seperti dikutip Al Jazeera.
Carboni tengah risau dengan blokade total yang kini diberlakukan Israel ke Gaza. Seluruh aliran listrik, air bersih, suplai gas, dan makanan ditutup. “Bayi baru lahir yang berada di inkubator dan pasien lanjut usia yang butuh oksigen berada dalam risiko. Dialisis ginjal berhenti dan rontgen tidak dapat dilakukan,” terangnya.
Situasi kian pelik karena Israel menjatuhkan bom secara membabi buta. Menyasar permukiman penduduk, rumah sakit, sekolah, bahkan kamp pengungsian. Imbasnya, korban luka maupun tewas terus berdatangan ke rumah sakit. Generator yang kini beroperasi mungkin tidak akan mampu bertahan lama.
Serangan Hamas seharusnya bisa diprediksi. Ketua Komite Urusan Luar Negeri DPR AS Michael McCaul sudah menginformasikan pada Israel beberapa hari sebelum serangan terjadi. Namun, memang tidak jelas level serangannya bakal seberapa besar. Namun, informasi itu tidak ditanggapi serius oleh Israel.
Kemarin (12/10) Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyebar leaflet di Beit Lahia yang meminta penduduk berlindung. Sebab, mereka akan membombardir area tersebut. Yang jadi masalah, tidak ada tempat yang benar-benar aman di Gaza. Lebih dari 338 ribu penduduk Gaza kini kehilangan tempat tinggal.
“Listrik tidak akan dinyalakan, hidran air tidak akan dibuka, dan truk bahan bakar tidak boleh masuk sampai korban penculikan bebas,” bunyi unggahan Menteri Energi Israel Katz di akun media sosialnya.
Ada lebih dari 150 tawanan yang kini di tangan Hamas. Korban jiwa di Israel mencapai 1.300 orang dan lebih dari 3 ribu lainnya luka. Sedangkan di Gaza, 1.354 orang tewas dan 6.050 lainnya luka-luka.
Blokade total Gaza dikritik banyak pihak. Termasuk Uni Eropa (UE). Jubir Komisi UE Peter Stano menegaskan, Israel berhak membela diri. Namun, berdasar Undang-Undang Kemanusiaan Internasional, penduduk Gaza berhak atas makanan, air bersih, dan obat-obatan. Selama ini, semua bantuan untuk Gaza harus lewat Israel atau Mesir.
Sementara itu, Lektor Kepala Studi Pembangunan Internasional di Roskilde University Somdeep Sen mengungkapkan, pendudukan Israel selama bertahun-tahun di Palestina menjadi pemicu serangan Hamas.
Menurut dia, Hamas memiliki hak untuk menyerang Israel. Hukum internasional melarang negara melakukan pendudukan militer apa pun, betapa pun sementaranya.
Resolusi Majelis Umum PBB 37/43 juga menegaskan kembali bahwa orang-orang yang berjuang untuk kemerdekaan dan pembebasan dari pemerintahan kolonial mempunyai hak untuk melakukannya dengan segala cara yang tersedia, termasuk perjuangan bersenjata.
“Dengan kata lain, Operasi Banjir Al-Aqsa merupakan bagian dari perjuangan bersenjata Palestina yang diprovokasi oleh pendudukan dan kolonialisme Israel,” ujarnya. (sha/c18/hud/jpg)