Ramadhan adalah bulan jihad, bulan kerja dan bulan kemenangan. Sejarah mencatat, ternyata pada bulan Ramadhan banyak sukses besar diraih umat Islam. Kemenangan umat Islam di Perang Badar yang diabadikan Al Quran surat Al Anfal ayat 41 sebagai yaumal furqan (hari pembeda), terjadi pada 17 Ramadhan tahun 2 H. Pada saat itu, Abu Jahal, panglima Quraisy dan gembong kebatilan, terbunuh.
Peristiwa fathu Mekkah (pembebasan kota Mekkah) yang diabadikan Al Quran surat Al Fath ayat 1 sebagai fathan mubinan (kemenangan nyata), terjadi pada 10 Ramadhan tahun 8 H. Fathu Mekkah memutus dan menghilangkan mata rantai kejahiliyahan yang sudah berlangsung berabad-abad di Jazirah Arab dan menjadi momentum awal kejayaan Islam.
Serangkaian peristiwa besar lainnya juga terjadi pada bulan Ramadhan, seperti Perang Tabuk bulan Ramadhan tahun 9 H, tersebarnya Islam di Yaman pada Ramadhan 10 H, Khalid bin Al-Walid menghancurkan berhala ‘Uzza pada 25 Ramadhan tahun 8 H, penghancuran berhala Latta pada Ramadhan 9 H, dan penaklukan Andalus (Spanyol Selatan) oleh pasukan muslim pimpinan Thariq bin Ziyad terjadi pada 28 Ramadhan 92 H.
Demikian juga Perang ‘Ain Jalut, di mana untuk pertama kali pasukan Mongol Tartar dapat dikalahkan, yang sebelumnya dianggap mustahil ditaklukkan, juga terjadi pada bulan Ramadhan tahun 658 Hijriyah. Bahkan, kemerdekaan bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam diproklamirkan juga pada bulan Ramadhan, yakni 9 Ramadhan 1364 H.
Beberapa cuplikan peristiwa besar di atas sudah cukup menjadi bukti empiris bahwa Ramadhan adalah bulan kerja, bulan jihad dan bulan kesuksesan. Meskipun kekuatan badan relatif menurun karena berkurangnya asupan makanan dan energi akibat puasa, tetapi hal itu tidak sampai melemahkan, tetapi justru menguatkan. Pertambahan kekuatan itu muncul minimal dari dua aspek.
Pertama, meningkatnya kekuatan jiwa. Puasa melatih jiwa menjadi kuat mengendalikan nafsu, sehingga nafsu tidak lagi menggangu konsentrasi dan orientasi jiwa. Nafsu, sesuai dengan tabiat dasarnya, cenderung membawa manusia kepada keburukan (QS Yusuf: 53), seperti kemaksiatan, kemalasan, kelalaian, kecurangan dan sebagainya. Semua tuntutan nafsu yang tidak terkendali berakibat kepada lemahnya jiwa. Ketika jiwa sudah lemah, maka seseorang tidak memiliki kekuatan lagi karena kekuatan hakiki dan sesungguhnya pada diri seseorang adalah kekuatan jiwa.
Puasa juga menjadi sarana menguatkan tekad dan cita-cita, memupuk ketabahan dalam memikul beban dan menghadapi tekanan. Puasa mendidik iradah (kemauan), melatih diri bersifat sabar, dan membangkitkan semangat. Pengalaman sejarah membuktikan bahwa dalam keadaan menderita, biasanya orang lebih idealis, bersemangat, dan heroik. Sementara, dalam keadaan sejahtera, manusia cenderung manja, pragmatis dan oportunis.
Pada zaman perjuangan kemerdekaan, banyak muncul pemuda yang memiliki idealisme, nasionalisme dan patriotisme yang tinggi. Sementara pada zaman kemerdekaan, idealisme, nasionalisme, patriotisme mulai luntur. Yang berkembang justru sifat dan sikap pragmatisme dan hedonisme. Di sinilah perlunya Ramadhan didatangkan Allah SWT setiap tahun, yakni untuk melatih dan menguatkan kembali jiwa yang mulai melemah karena pengaruh nafsu.
Kedua, meningkatnya kualitas fisik. Puasa bisa meningkatkan kualitas kesehatan fisik dan mengembalikan tubuh kepada kondisi yang prima. Hal ini dinyatakan sendiri oleh Nabi Muhammad SAW: “Puasalah kamu, agar kamu sehat.” (HR Al-Thabrani). Kondisi fisik yang sehat dan prima sangat menunjang keberhasilan kerja.
Penelitian medis terhadap orang yang berpuasa di bulan Ramadhan pernah dilakukan oleh Muazzam dan Khaleque yang hasilnya dilaporkan di dalam majalah Journal of Tropical Medicine pada 1959. Penelitian juga dilakukan oleh Chassain dan Hubert yang hasilnya dilaporkan dalam Journal of Physiology pada 1968.
Mereka menemukan bahwa tidak ada perubahan kadar unsur kimia dalam darah orang berpuasa selama bulan Ramadhan. Kadar gula darah memang menurun lebih rendah daripada biasanya pada saat-saat menjelang Maghrib, tetapi tidak sampai membahayakan kesehatan.
Kadar asam lambung akan meningkat pada saat menjelang maghrib di hari-hari pertama puasa, tetapi selanjutnya akan kembali menjadi normal. Barangkali itu pula sebabnya puasa diwajibkan hanya kira-kira 12 jam saja.
Ketika pengaruh menahan lapar dan dahaga selama 12 jam di siang hari tidak berpengaruh terhadap kesehatan, yang sebenarnya lebih besar manfaatnya bagi kesehatan adalah niat dan kemauan untuk menahan nafsu.
Sebagaimana kita ketahui, sebagian besar penyakit yang diderita manusia berkaitan dengan perilaku manusia itu sendiri. Penyakit infeksi, muntaber, jantung, stres, bahkan beberapa jenis kanker erat kaitannya dengan perilaku tidak sehat manusia.
Penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan penyakit-penyakit akibat stres (termasuk sakit lambung), sangat erat kaitannya dengan ketidakmampuan menahan diri. Tidak mampu menahan diri ketika melihat pesaing lebih maju, tidak mampu menahan amarah, dan tidak mampu menahan diri untuk bersabar.
Ilmu kedokteran telah membuktikan bahwa mereka yang sedang marah, baik yang dipendam maupun dinyatakan, sedang “panas hati” oleh sebab apa pun, atau sedang dilanda rasa tidak sabar, akan meningkat kadar hormon katekholamin dalam darahnya. Hormon katekholamin ini akan memacu denyut jantung, menegangkan otot-otot dan menaikkan tekanan darah. Semua itu, jika dibiarkan berlangsung lama akan membahayakan kesehatan dan mempercepat proses ketuaan.
Pengendalian diri ketika puasa membatalkan terjadinya peningkatan kadar hormon kelompok katekholamin dalam darah. Efek inilah sebenarnya yang lebih besar pengaruhnya terhadap kesehatan dalam pengertian positif, karena ia dapat menghindarkan efek buruk akibat kadar hormon kelompok katekholamin yang meningkat secara berlebihan ketika orang marah, kesal, panas hati dan tidak sabar.
Puasa sebenarnya mengandung pesan agar orang menghindari perilaku yang tidak sehat, termasuk perilaku yang didorong oleh emosi. Hanya dengan demikian puasa akan memberi manfaat yang besar terhadap kesehatan, membantu memperpanjang harapan hidup, serta meningkatkan kualitas kesehatan fisik-psikis manusia. Dengan demikian, puasa dapat meningkatkan semangat, kuantitas, dan kualitas kerja. Wallahu A‘lam bi al-Shawab. (*)
LOGIN untuk mengomentari.