Jakarta (ANTARA) – “Bumi itu Bulat” merupakan film yang menggarisbawahi rasa saling peduli dan sikap bertoleransi antara umat beragama.
Kehadiran film ini diharapkan mampu menyebarkan pesan positif melalui kisah persahabatan anak muda yang memiliki latar belakang berbeda.
Film arahan sutradara Ron Widodo ini bercerita tentang Rahabi (Rayn Wijaya) memiliki grup musik bernama Rujak Acapella yang terdari Hitu, muslim Ambon yang bercita-cita jadi Banser, Markus, seorang keturunan Tionghoa Kristen, Sayid, seorang muslim Muhammadiyah asal Minang dan Tiara gadis berhijab yang menyukai Rahabi.
Ayah Rahabi, Syamsul (Mathias Muchus) bekerja di Organisasi Milisi Islam yang dikenal sebagai Banser. Dia menghabiskan banyak waktu di organisasi sehingga jarang bersama keluarga. Akhirnya Rahabi mengambil alih tanggung jawab untuk membiayai adik perempuannya, Rara (Tissa Biani) dengan berusaha merilis album dan sukses.
Jalan itu mulai terbuka ketika Aldi (Arie Kriting), produser musik, menawarkan rekaman kepada mereka asalkan ada Aisha (Febby Rastanty).
Aisha sendiri adalah mantan penyanyi yang mundur karena sudah berhijrah. Demi mewujudkan impiannya, Rahabi pun rela melakukan apa saja yang diperintahan oleh Aisha mulai dari mewawancarai Farah, dosen yang dipecat karena dituduh menyebarkan paham kebencian hingga masuk dalam organisasi radikal.
Awalnya Rahabi merasa tidak ada yang berbahaya dengan Aisha hingga keluarga dan keempat sahabat mencurigainya ikut terlibat dalam paham radikal. Kini Rahabi harus bisa mengambil sikap tegas meski itu artinya dia harus mempertaruhkan impian.
Sebagian orang mungkin akan menganggap bahwa film ini memiliki isu yang sangat sensitif, apalagi tentang ajaran radikal. Di sini juga digambarkan bahwa Aisha memiliki pandangan yang berbeda tentang Islam dibandingkan dengan teman-teman sebayanya. Bagi Aisha, jika ada orang yang memiliki kepercayaan berbeda dengannya wajib untuk dijauhi.
Aisha juga berusaha meyakinkan Rahabi untuk berhijrah dengannya dan meninggalkan segala urusan dunia. Bagi Rahabi apa yang disampaikan oleh Aisha memang tidak salah, hanya saja dia merasa bahwa perbedaan bukanlah alasan untuk saling bermusuhan.
Baca juga: Ingin ajarkan toleransi, Arie Kriting terlibat film “Bumi itu Bulat”
Masalah yang terjadi antara Rahadi dan Aisha banyak ditemui di kalangan anak muda saat ini sehingga meningkatkan nilai-nilai intoleran. Meski demikian, film ini sama sekali tidak memojokkan aliran atau kepercayaan tertentu dan juga tidak menyalahkan ataupun membenci paham tertentu.
Semua perbedaan yang ada mulai dari pandangan, suku serta agama dijadikan kekuatan untuk sama-sama membangun Indonesia, bahwa perbedaan sebenarnya bukanlah alasan untuk saling membenci dan menciptakan konflik.
Baca juga: Christine Hakim belajar Indonesia lebih dalam lewat film sejarah
Namun ada adegan yang cukup menggelitik yakni ketika pada akhirnya grup Rujak Acapella bisa tampil pada pembukaan Asian Games 2018.
Sayangnya, penggunaan CGI di sini cukup menganggu karena terlihat seperti mengada-ada. Meski tujuannya memberikan contoh bahwa Asian Games merupakan bukti nyata kesuksesan toleransi, di mana semua orang mengesampingkan ideologi untuk mendukung Indonesia.
Di luar kekurangan tersebut, film ini mampu menyampaikan pesan toleransi melalui kisah persahabatan, cinta dan hubungan orangtua dengan anak. Dengan memberikan latar belakang anak-anak muda yang mengejar impian, sesuatu yang relevan dengan anak muda masa kini, cerita film tersebut mudah dicerna serta gampang terkoneksi dengan siapapun.
“Bumi itu Bulat” akan tayang di bioskop mulai 11 April 2019. Rencananya film yang diproduksi oleh Inspiration Pictures, Ideosource Entertainment, Astro Shaw dan GP Anshor ini juga akan diedarkan di Malaysia.
Pewarta: Maria C Galuh
Penerjemah: Maria Cicilia
Editor: Alviansyah Pasaribu
COPYRIGHT © ANTARA 2019