Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah yang menjadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menyerahkan diri. Fahmi merupakan tersangka kasus dugaan suap proyek pengadaan alat pemantau satelit di Badan Keamanan Laut tahun 2016. Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, Fahmi yang dikabarkan tengah berada di luar negeri telah kembali ke Indonesia. “Informasi yang kami (KPK) terima, saudara FD datang hari ini,” ujar Febri dalam pesan singkat, Jumat (23/11), dilansir dari CNN Indonesia.
Meski demikian, Febri enggan membeberkan secara rinci informasi kedatangan suami aktris Inneke Koesherawati itu. Dia juga belum memastikan Fahmi akan langsung ditahan atau tidak. Sebelumnya, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam operasi tangkap tangan di Kantor Bakamla, Jakarta, Rabu (13/12). Keempat tersangka, yaitu Fahmi, Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi, serta dua pegawai PT MTI , yaitu Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta.
Dalam OTT itu, KPK menyita barang bunkti uang suap sekitar Rp2 miliar dari tangan Eko. Uang merupakan sebagaian komitmen fee sebesar 7,5 persen dari nilai proyek pengadaan alat pemantau satelit di Bakamla. Dalam informasi yang diakses dari http://lpse.bakamla.go.id/, pengadaan lima unit alat pemantau satelit Bakamla akan ditempatkan di Tarakan, Ambon, Kupang, Semarang dan Jakarta. Nilai pagu anggaran sekitar Rp402,7 miliar.
Nilai total harga perkiraan sendiri (HPS) sekitar Rp402,2 miliar. Sumber pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan tahun 2016. Di sisi lain, KPK juga mengendus keterlibatan oknum TNI dalam kasus itu. Oknum TNI yang berperan sebagai Pajabat Pembuat Komitmen dalam proyek itu ditengarai menerima aliran dana suap dari PT MTI. Namun, penanganan keterlibatan oknum TNI masih diselidiki Pusat Polisi Militer TNI.
Atas tindakannya, Fahmi, Hardy, dan Adami disangka melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sementara itu, Eko selaku penerima suap disangka melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU pemberantasan tindak pidana korupsi.
LOGIN untuk mengomentari.