Dipercaya sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Payakumbuh sejak tahun 2021, Buya Haji Erman Ali, berharap para dai, mubalig, ustad, dan buya-buya di kota ini, bersatu dalam tali agama Allah. Perbedaan tentang mazhab dan hukum fiqih, tidak elok jika terus-terusan dipertentangkan.
“Kalau soal aqidah, memang sudah harga mati, tidak bisa dipertentangkan lagi. Tapi, kalau terkait dengan mazhab dan hukum fiqih, janganlah kita sampai bertentangan. Karena masing-masing, sudah pasti punya dalil (alasan-alasan). Lebih elok kita bersatu dalam tali agama Allah,” kata Buya Erman Ali saat dihubungi Padang Ekspres, Selasa malam (28/3).
Menurut Buya Erman Ali, saat ini tantangan terbesar umat Islam di Payakumbuh adalah agak kurangnya semangat persatuan dan kesatuan. Banyak umat Islam, terjebak saling menyalahkan antara satu kelompok dengan kelompok lain. Padahal, mestinya kita saling perhatian. Saling penguatan.
“Dalam Islam, memang ada empat mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali). Para ulama dulu, tak pernah saling mempertentangkan. Untuk itu, kita berpesan kepada para pendakwah, marilah saling menghargai. Jangan mempertentangkan hal-hal yang terkait dengan hukum fiqih. Marilah bersatu dalam tali agama Allah,” kata Buya Erman Ali.
Menurut Buya Erman Ali, para dai, mubalig, dan pendakwah di Payakumbuh, perlu meningkatkan persatuan dan kesatuan. Mengingat tantangan dakwah ke depan, bakal semakin berat. Bahkan, saat ini dapat dilihat, dakwah yang dilaksanakan, sebagian tidak mencapai sasaran.
“Tantangan kita hari ini, sebagian dakwah yang dilakukan, tidaklah mencapai sasaran. Jumlah pendakwah kita banyak. Tapi belum seluruhnya merespons pesan pendakwah. Kemudian, tantangan lainya, generasi muda kita, semakin susah untuk dibawa ke jalan yang benar,” kata Buya Erman Ali.
Ulama kelahiran Inuman, Kuantan Singingi, Riau, 13 April 1958 ini, membandingkan generasi muda sekarang, dengan generasi muda angkatan 1980-an atau sebelum 1980-an. Saat itu, generasi muda masih masih mengikuti pesan orang tua mereka. Murid masih patuh terhadap guru. Kondisinya jauh berbeda dengan sekarang.
“Ini tentu merupakan tantangan dakwah kita. Dan masih banyak, tantangan lainya. Dari semua tantangan itu, kita berharap, para dai dan mubalig, tetap tabah dan selalu berjuang. Untuk menegakkan agama Islam. Agar ummat bisa menjalankan ajaran sebaik mungkin,” kata Buya Erman Ali.
Dalam bulan puasa Ramadhan ini, Buya Erman Ali mewakili MUI Payakumbuh, berharap umat Islam dapat menunaikan ibadah puasa dengann baik dan mendirikan malam ramadhannya. Kemudian, para pemilik rumah makan, kafe, dan restoran, diharapkan dapat menutup aktivitas jual-beli pada siang hari.
“Kepada pemerintah daerah dan pihak terkait, MUI Payakumbuh berharap, agar dapat menertibkan perbuatan-perbuatan yang merusak agama. Sedangkan untuk pengelola sekolah atau madrasah, MUI mengimbau, perbanyaklah aktivitas keagamaan di sekolah atau madrasah, selama bulan puasa ini,” kata Buya Erman Ali.
Pimpin MTI Pakansinayan
Buya Erman Ali sendiri lahir dari pernikahan pasangan Ali Sulaiman dan Siti Rafasah yang sama-sama berasal dari Kuantansingingi, Riau. Masa kecilnya, dilalui di Inuman, sampai tamat Sekolah Dasar. Setelah itu, Buya Erman Ali merantau dan menimba ilmu di Pondok Pesantren/ MTI Pariangan, Tanahdatar.
Selepas menimba ilmu di MTI Pariangan, Buya Erman Ali mengambil gelar sarjana muda di IAIN Imam Bonjol Batusangkar. Bertahun kemudian, baru mengambil gelar Dokter Randus atau starata satu di STIT Ahlusunnah Bukittinggi dan mengambil gelar S2 di STIE Malang.
Sejak tahun 1986 sampai 1992, Buya Erman Ali menjadi guru pendidikan Agama Islam pada sejumlah SMA di Payakumbuh. Seperti, SMA Taman Siswa, SMA 1 Payakumbuh, dan SMA PGRI Payakumbuh. Lalu, sejak 1992 sampai kini, Buya Erman Ali dipercaya sebagai Pimpinan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Pakan Sinayan, Koto Nan Ompek.
MTI Pakansinayan, Koto Nan Ompek adalah sekolah agama yang didirikan oleh Syekh Alwi Bin Ibrahim, seorang ulama termasyur di Payakumbuh pada masanya. Sebelum mendirikan MTI Pakansinayan, Syekh Alwi Bin Ibrahim yang merupakan murid dari Syekh Sa’ad al-Khalidi Mungka, Limapuluh Kota, pernah mengembangkan pendidikan dengan sistem halaqah pada sebuah surau di Simarasok, Baso, Kabupaten Agam.
MTI Pakansinayan pernah melewati masa emasnya dari kurun 1938 sampai 1924, dengan jumlah muridnya mencapai 600 orang. Tidak hanya dari Sumatera Barat, tapi juga dari Malaysia. Namun sejak 1943, MTI Pakansinayan mengalami kemunduran disebabkan dampak perebutan kekuasaan antara Belanda dengan Jepang di Indonesia, serta meninggalnya Syekh Alwi Ibrahim.
“Sejak 1992 sampai sekarang, saya dipercaya memimpin MTI Pakan Sinayan. Madrasah ini dulunya didirikan oleh Syekh Alwi Bin Ibrahim. Kemudian kepemimpinan beliau berturut-turut dilanjutkan oleh Syekh Zulkarnaini Thaher atau Buya Kara, Syekh Syamsuar, Buya Hasanul Hakim, Syekh HM Nur, dan saya sendiri,” kata Buya Erman Ali.
Kini, diakui Buya Erman, jumlah murid yang menimba ilmu di MTI Pakansinayan, terus berkurang. “Terlebih, sejak terjadinya pandemi Covid-19. Murid-murid di MTI, tinggal sekitar 50-an orang. Itu pun, sudah untuk dua tingkatan. Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah,” ujar Buya Erman Ali.
Meski begitu, semangat Buya Erman Ali bersama para guru, untuk melanjutkan cita-cita Syekh Ibrahim Alwi dan para pendiri MTI Pakansinayan, tidak pernah kendor. Malahan, MTI Pakansinayan, terus meningkatkan kualitas pendidikan buat murid. Dengan mengajari kitab standar (kitab kuning), ilmu nahu, ilmu syaraf, ilmu tauhid, tafsir, hadist, tarekh, usul fiqih.
Menurut Buya Erman Ali, ke delapan cabang ilmu itu, menjadi bahan pelajaran di MTI Pakansinayan, di luar pelajaran madrasah yang lainnya. Tujuannya, agar murid-muriditu bukan sekadar menjadi hafidz-hafidz (penghafal) Al-Qur’an. Namun paham dengan apa yang di-hafidzkan (dihafalkan).
“Kita berharap, murid-murid madrasah itu, bukan sekadar menghafal dan menjadi penghafal Al-Quran. Tapi, bisa memahami apa yang dihafal, dan sekaligus bisa diamalkan. Karano, akibat kurang mengamalkan itulah, kita sering tidak paham dengan apa yang dihafal. Tidak paham dengan ilmu alat,” kata Buya Erman Ali. (Fajar Rillah Vesky)